Headlines News :
Home » » KAJIAN PEMAHAMAN KONSEP ASAM BASA PADA TINGKAT MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

KAJIAN PEMAHAMAN KONSEP ASAM BASA PADA TINGKAT MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Written By Musrin Salila on Selasa, 27 April 2010 | 08.37

Absract: This research describes about acid-base understanding concept on microscopic and microskopic level students at Chemistry Department, Gorontalo State University. Subjeck of this research is the student at grade VII. The data is colected by using written test and interview. From the findingof the research, we found that the students do not comprenhend about;(1) strong acid(27,28%) and strong base(29,16%)in water be ionization perfectly from its ions; (2) weak acid (31,26%)  and weak base (22,91%) little of them will hang loosely in the water to be its ions in most of soluble matter in compound form; and (3) students  ablity in acid-base concept is very high at the macroscopic level.

                                                                                     

Keywords: concept understanding, acid-base, mackroskopic and microskopic level.

     

Konsep-konsep dalam ilmu kimia sebagian besar merupakan  konsep-konsep  abstrak (Wiseman 1981:484). Selain sarat dengan konsep abstrak konsep-konsep kimia umumnya merupakan konsep-konsep berjenjang yang berkembang dari yang sederhana ke yang kompleks. Suatu konsep kompleks hanya dapat dikuasai dengan baik dan benar bila konsep-konsep yang mendasari telah dikuasai dengan baik dan benar pula. Konsep dalam ilmu kimia mempunyai dua aspek, yaitu makroskopis dan mikroskopis. Konsep yang bersifat makroskopis digeneralisasi dari pengamatan langsung terhadap gejala alam atau hasil eksperimen, seperti misalnya   konsep tentang wujud zat padat dan zat cair. Konsep yang bersifat  mikroskopis adalah konsep yang ditetapkan oleh para pakar dan digunakan untuk menjelaskan suatu objek seperti atom, ion, molekul, orbital atau peristiwa abstrak seperti  ionisasi. Konsep yang bersifat mikroskopis cenderung lebih sulit dpahami dibandingkan dengan konsep makroskopis..

      Kean dan Middlecam (1994: 175), mengemukakan bahwa untuk dapat memahami suatu konsep dengan utuh, kita harus mengenal  konsep tersebut baik dari tingkat makroskopis maupun  mikroskopisnya. Nakhleh (1996:343) mengemukakan bahwa kesulitan mahasiswa dalam memahami konsep mikroskopis dapat menimbulkan pemahaman yang salah, yang mana apabila pemahaman yang salah ini berlangsung secara konsisten akan menimbulkan terjadinya salah konsep.

Penelitian yang berkaitan dengan kesulitan mahasiswa dalam memahami konsep kimia pada tingkat  mikroskopis yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. Watson & Leach (1996:101) mengemukakan bahwa mahasiswa kesulitan dalam memahami konsep partikel pada tingkat mikroskopis. Smith dan Metz (1996; 233) mengemukakan bahwa hanya 6,8% mahasiswa S1, 36,4% mahasiswa S2 dan 45,4% staf pengajar perguruan tinggi yang dapat memberikan gambaran mikroskopis pada materi larutan dengan benar, selebihnya memberikan gambaran salah. Penelitian-penelitian yang melaporkan tentang kesalahan dalam memahami konsep-konsep pada tingkat mikroskopis antara lain adalah mengenai  keadaan partikulat asam-basa (Nahkleh, 1994), elektrokimia ( Huddle, Margaret & Rogers 2000) dan larutan elektrolit dan non elektrolit (Sihaloho, 2001)

      Pokok bahasan asam basa  dan hasil reaksi asam basa merupakan salah satu materi esensial yang sebagian besar konsepnya bersifat abstrak. Pokok bahasan ini diberikan pada mahasiswa semester II matakuliah Kimia Dasar, mahasiswa semester V pada mata kuliah Dasar-dasar Analitik Pemisahan. Keabstrakan konsep-konsep ini pada pokok bahasan ini sangat potensial dalam menimbulkan kesalahan konsep. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) tingkat pemahaman mahasiswa tentang konsep asam basa ditinjau dari aspek makroskopis dan mikroskopis; (2)  pola-pola kesalahan yang dimiliki oleh mahasiswa dalam memahami konsep asam basa ditinjau dari aspek makroskopis dan mikroskopis.

            Manfaat dari penelitian ini adalah: (1) untuk kepentingan teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk melengkapi informasi tentang pemahaman pada tingkat makroskopis materi asam basa dan hasil reaksi asam basa; (2) untuk kepentingan praktis dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi praktisi pendidikan dalam meningkatkan kwalitas hasil pengajaran materi asam basa dan hasil reaksi asam basa dengan menggunakan gambaran mikroskopis.  

 

 

METODE PENELITIAN

            Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan deskriftif. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa pendidikan kimia UNG tahuan akademik 2007/2008 yang diwakili mahasiswa semester VII yang berjumlah 24 orang, dan sudah  memprogramkan   matakuliah  Telaah Kurikulum Kimia SMA dan Kajian Buku Teks dan sementara mengikuti PPL 2 tahuan akademik 2007/2008.

            Data penelitian ini dikumpulkan dengan tes gambaran makroskopik dan mikroskopis yang berupa tes tertulis  yang berbentuk uraian objektif dan wawancara. Dari hasil uji coba tes tertulis diperoleh validasi isi tes adalah 90% dan koefisien reabilitas sebesar 0,84%. Pola jawaban mahasiswa dari hasil tes gambaran makroskopis dan mikroskopis dinyatakan dengan persentase. Dari hasil analisis tersebut diidentifikasi bentuk bentuk kesalahan pemahaman mahasiswa. Wawancara diberikan pada sebagian mahasiswa yang menunjukkan pemahaman tentang  asam basa dan hasil reaksi asam basa melalui gambaran mikroskopis dengan benar pada tes tertulis.

 

HASIL  DAN PEMBAHASAN

            Dari hasil pengumpulan data, persentase mahasiswa yang memberikan jawaban benar untuk konsep tingkat makroskopis dan mikroskopis asam-basa diberikan pada Tabel 1.

          Berdasarkan Tabel 1, tampak bahwa persentase mahasiswa yang menjawab benar cenderung semakin menurun. Hal ini menunjukkan adanya kesulitan mahasiswa dalam memahami yang tingkatannya lebih tinggi (kompleks). Kesulitan tersebut dapat terjadi karena dalam memahami konsep yang lebih tinggi tingkatannya diperlukan aktivitas mental yang lebih tinggi pula, seperti yang dikemukakan oleh Klausmeier(dalam Ibnu,1989) bahwa semakin tinggi urutan konsep dalam tingkatan (hierarkhisnya) maka dibutuhkan aktivitas yang beragam dan lebih besar dalam upaya seseorang untuk memahami konsep tersebut.

 

 

 

 

Tabel 1 Persentase Mahasiswa yang Memberikan Jawaban Benar Item Tes tentang Konsep Asam Basa

 

Nomor Konsep

Aspek yang diteliti

Nomor

Item

Persentase Mahasiswa yang menjawab benar

1

Identifikasi sifat asam-basa

1

2

3

4

 

50,00

62,50

95,03

87,50

73,75

2

Gambaran mikroskopis asam kuat dalam air

5

6

 

50,00

54,16

50,08

3

Gambaran mikroskopis asam lemah dalam air

7

8

 

25,00

16,66

20,03

4

Gambaran mikroskopis basa kuat dalam air

9

10

 

37,50

16,66

27,08

5

Gambaran mikroskopis basa lemah dalam air

11

12

 

20,83

12,50

16,66

6

Gambaran mikroskopis produk reaksi asam kuat ditambah basa kuat.

13

14

 

20,83

37,50

29,16

7

Kekuatan asam-basa

15

16

 

4,16

50,00

27,08

8

Hubungan antara konsentrasi dengan pH larutan asam-Basa

17

18

19

20

 

50,00

25,00

58,33

62,50

48.75

 

Rata-rata total

 

36.57

 

Keterangan:

*  Jumlah Mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia 25 orang.

*  Angka yang bercetak tebal merupakan harga rata-rata.

 

            Tingkat pemahaman mahasiswa tentang konsep asam-basa ada delapan aspek yang diteliti yaitu identifikasi sifat asam-basa, gambaran mikroskopis asam kuat dalam air, asam lemah dalam air, basa kuat dalam air, basa lemah dalam air, produk reaksi asam kuat ditambah basa kuat, dan kekuatan asam-basa, serta hubungan antara konsentrasi dengan pH larutan asam-basa..

Pemahaman mahasiswa tentang konsep asam basa pada tingkat makroskopis.

Persentase mahasiswa yang menjawab benar tentang identifikasi sifat asam-basa adalah 73,75%. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa tentang identifikasi sifat asam-basa pada tingkat makroskopis termasuk dalam kategori tinggi.

Persentase mahasiswa yang menjawab dengan benar tentang tentang kekuatan asam basa adalah 27,08% sedangkan yang memberikan jawaban salah sebanyak 72,92%. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa tentang kekuatan asam-basa termasuk kategori sangat rendah.

Persentase mahasiswa yang menjawab benar tentang hubungan antara konsentrasi dengan pH larutan asam-basa adalah 48,75% sedangkan yang memberikan jawaban salah sebanyak 51,25%. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa tentang hubungan antara konsentrasi dengan pH asam-basa termasuk kategori rendah.

Gambaran Mikroskopis Asam Kuat dalam Air

Gambaran mikroskopis larutan asam kuat diwakili oleh larutan HCl dan larutan H2SO4.

Gambaran mikroskopik HCl benar yang diberikan oleh mahasiswa adalah sebagai berikut. HCl dan adalah asam kuat, dalam air terionisasi sempurna membentuk ion H+ dan ion Cl- . Ion H+ adalah sangat reaktif dan dalam larutan tidak dapat berdiri sendiri. Ion H+ ini akan terikat oleh molekul  H2O membentuk ion H3O+. Ion-ion H3O+ akan disolvasi oleh molekul-molekul air. Gambaran mikroskopik H2SO4 benar adalah bahwa H2SO4 adalah asam kuat, dalam air terionisasi sempurna membentuk  ion-ionnya yaitu ion 2H+ dan  ion SO42-. Gambaran mikroskopis ini diberikan oleh 50% mahasiswa. Mahasiswa yang memberikan gambaran mikroskopik ini dianggap sudah memahami bahwa bahwa dalam larutan HCl dan H2SO4 terurai sempurna menjadi ion-ionnya.

Gambaran mikroskopis HCl dan H2SO4 yang salah adalah bahwa didalam air asam kuat tidak terionisasi sempurna. Gambaran ini diberikan oleh 27% mahasiswa. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan disebabkan karena mahasiswa tidak memahami bahwa di dalam air HCl dan H2SO4 terionisasi sempurna membentuk ion H+ dan Cl- untuk HCl dan 2H+ dan SO42- untuk H2SO4. Kesalahan lainnya yakni HCl dalam air terurai menjadi unsur-unsurnya (H dan Cl) dan H2SO4 terurai menjadi H dan SO4. Kesalahan ini terjadi pada mahasiswa sebanyak 12,12 %. Mahasiswa yang memberikan jawaban tersebut dianggap tidak memahami bahwa setelah atom terpisah dari senyawanya maka akan membentuk ion (kation dan anion). Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa tentang gambaran mikroskopis asam kuat dalam air termasuk kategori rendah.

Gambaran Mikroskopis Asam Lemah dalam Air

Gambaran mikroskopis larutan asam lemah diwakili oleh larutan CH3COOH dan HCN.

Gambaran mikroskopik CH3COOH dan HCN benar yang diberikan oleh mahasiswa adalah sebagai berikut. CH3COOH adalah asam lemah, dalam air tidak terionisasi sempurna akan tetapi hanya terurai sebagian menjadi ion-ionnya sehingga masih ada yang tersisa molekul CH3COOH dalam dalam air. CH3COOH adalah asam lemah didalam air terionisasi sebagian menjadi ion H+ dan ion CH3COO- dan masih ada  molekul CH3COOH yang tidak terurai. Gambaran mikroskopik HCN benar HCN adalah asam lemah, dalam air molekul HCN tidak terionisasi sempurna akan tetapi hanya terurai  sebagian memjadi ion H+ dan ion CN- sehingga masih ada molekul HCN yang tidak terurai dalam air. Gambaran mikroskopis ini diberikan oleh 20,03% mahasiswa. Mahasiswa yang memberikan gambaran mikroskopik ini dianggap sudah memahami bahwa bahwa dalam larutan CH3COOH dan HCN  tdak terionisasi sempurna akan tetapi hanya sebagian kecil terurai menjadi ion-ionnya.

Gambaran mikroskopis CH3COOH dan HCN yang salah 79,97% diberikan oleh mahasiswa. Mihasiswa yang tidak dapat memberikan gambaran mikroskopis untuk HCN dan CH3COOH sebanyak 31,26% menjawab bahwa asam lemah terionisasi sempurna dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena mahasiswa tidak dapat memahami bahwa asam lemah dalam air hanya sebagian kecil terurai menjadi ion-ion, sehingga masih ada sebagian besar zat terlarut dalam bentuk tidak terionisasi (senyawa). Kesalahan lainnya yang terjadi pada mahasiswa HCN dan CH3COOH menyatakan bahwa dalam air tidak terionisasi menjadi ion-ionnya sebanyak 20,83%. Mahasiswa yang memberikan jawaban ini dianggap tidak dapat membedakan konsep tentang ionisasi sebagian dan ionisasi sempurna. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa tentang gambaran mikroskopis asam lemah dalam air termasuk sangat rendah.

Gambaran Mikroskopis Basa Kuat dalam Air

Gambaran mikroskopis larutan asam kuat diwakili oleh larutan KOH dan Ba(OH)2). Gambaran mikroskopik KOH dan Ba(OH)2 benar yang diberikan oleh mahasiswa adalah sebagai berikut. KOH dan Ba(OH)2 adalah basa kuat, dalam air terionisasi sempurna menjadi ion-ionnya sehingga tidak ada lagi yang tersisa molekul KOH  dan Ba(OH)2 dalam air. KOH adalah basa kuat didalam air terionisasi sempurna menjadi ion K+ dan ion OH-. Ba(OH)2 basa kuat, dalam air terionisasi sempurna membentuk  ion-ionnya yaitu ion Ba2+ dan  ion 2OH-. Gambaran mikroskopis ini diberikan oleh 27,08%  mahasiswa. Mahasiswa yang memberikan gambaran mikroskopik ini dianggap sudah memahami bahwa bahwa dalam larutan KOH dan Ba(OH)2 terurai sempurna menjadi ion-ionnya.

Gambaran mikroskopis KOH dan Ba(OH)2 yang salah 72,92% diberikan oleh mahasiswa. Mahasiswa yang tidak dapat memberikan gambaran mikroskopis KOH dan Ba(OH)2 dalam air diperoleh sebanyak 29,16% menjawab bahwa basa kuat tidak terionisasi dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena mahasiswa tidak memahami bahwa di dalam air KOH dan Ba(OH)2 terionisasi sempurna membentuk ion K+ dan OH- untuk KOH dan Ba2+ dan OH- untuk Ba(OH)2. Kesalahan lainnya yakni KOH dalam air terurai menjadi K dan OH sedangkan Ba(OH)2 terurai menjadi Ba dan OH. Kesalahan ini terjadi pada siswa sebanyak 8,33%. Mahasiswa yang memberikan jawaban tersebut dianggap tidak memahami bahwa setelah atom terpisah dari senyawanya maka akan membentuk ion (kation dan anion).Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa tentang gambaran mikroskopis basa kuat dalam air termasuk kategori rendah.

Gambaran Mikroskopis Basa Lemah dalam Air

Gambaran mikroskopis larutan asam lemah diwakili oleh larutan NH3 dan Al(OH)3).

Gambaran mikroskopik NH3 dan Al(OH)3) benar yang diberikan oleh mahasiswa adalah sebagai berikut. NH3  dan Al(OH)3 adalah basa lemah, dalam air tidak terionisasi sempurna akan tetapi hanya terurai sebagian menjadi ion-ionnya sehingga masih ada sebagian besar zat terlarut dalam bentuk senyawa. Gambaran mikroskopik ini diberikan 16,66% mahasiswa. Gambaran mikroskopis NH3 dan Al(OH)3 salah diberikan oleh  22,91% mahasiswa menjawab bahwa basa lemah terionisasi sempurna dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena mahasiswa tidak dapat memahami bahwa basa lemah dalam air hanya sebagian kecil terurai menjadi ion-ion, sehingga masih ada sebagian besar zat terlarut dalam bentuk tidak terionisasi (senyawa). Kesalahan lainnya yang terjadi pada mahasiswa 18,74% mahasiswa yakni NH3 dan Al(OH)3 dalam air tidak terionisasi menjadi ion-ionnya. Mahasiswa yang memberikan jawab ini dianggap tidak dapat membedakan konsep tentang ionisasi sebagian dan ionisasi sempurna. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa tentang gambaran mikroskopis basa kuat dalam air termasuk kategori sangat rendah.

Gambaran Mikroskopis Produk reaksi asam kuat degan basa kuat

Gambaran mikroskopis produk reaksi asam kuat ditambah basa kuat (KCl dan NaCl) dalam air benar diberikan oleh 29,16% mahasiswa. Memberikan jawaban salah sebanyak 70,84%.

Dari 70,84% mahasiswa meberikan jawaban salah gambaran mikroskopis KCl dan NaCl dalam air diperoleh sebanyak 54,16% menjawab bahwa KCl dan NaCl tidak terionisasi dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena mahasiswa tidak memahami bahwa di dalam air KCl terionisasi sempurna membentuk ion K+ dan ion Cl-, NaCl membentuk ion Na+ dan Cl-, Kesalahan lainnya yakni KCl dalam air terurai menjadi unsur-unsurnya K dan Cl dan NaCl menjadi  Na dan Cl. Kesalahan ini terjadi pada mahasiswa sebanyak 14,58%. Mahasiswa yang memberikan jawaban tersebut menganggap bahwa hasil produk reaksi asam basa (KCl dan NaCl) dalam air tetap dalam bentuk senyawanya/tidak terionisasi. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa tentang gambaran mikroskopik produk reaksi asam basa produk reaksi asam kuat ditambah dengan basa kuat termasuk kategori rendah.

 

 

 

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan tentang pemahan konsep-konsep mahasiswa dalam meberikan gambaran mikroskopis adalah.

a.       Tingkat pemahaman mahasiswa tentang identifikasi sifat asam-basa  temasuk kategori tinggi, sedangkan dalam memberikan gambaran mikroskopis asam kuat dalam air termasuk kategori rendah, untuk asam lemah., basa kuat, basa lemah dan hasil reaksi asam kuat dan basa kuat  termasuk kategori sangat rendah.

b.      Pola-pola kesalahan mahasiswa dalam memberikan gambaran mikroskopik  adalah :

1)  Mahaiswa tidak memahami bahwa di dalam air HCl dan H2SO4 terionisasi sempurna membentuk ion H+ dan Cl- untuk HCl dan 2H+ dan SO42- untuk H2SO4.

  2)  Mahasiswa tidak memahami bahwa asam lemah dalam air hanya sebagian kecil terurai menjadi ion-ion, sehingga masih ada sebagian besar zat terlarut dalam bentuk tidak terionisasi

3) Mahasiswa tidak memahami bahwa di dalam air KOH dan Ba(OH)2 terionisasi sempurna membentuk ion K+ dan OH- untuk KOH dan Ba2+ dan OH- untuk Ba(OH)2.

4)      Mahasiswa tidak dapat membedakan konsep tentang ionisasi sebagian dan ionisasi sempurna.

5)      Mahasiswa menganggap bahwa KCl dan NaCl tidak terionisasi dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena siswa tidak memahami bahwa di dalam air KCl dan NaCl terionisasi sempurna membentuk ion K+ dan Cl- untuk KCl dan Na+ dan Cl- untuk NaCl.

SARAN

a.          Dalam membelajarkan konsep asam-basa diharapkan guru menjelaskan konsep tersebut dari dua sisi, yaitu sisi mikroskopis dan sisi makroskopis sehingga siswa dapat memahami konsep tersebut dengan lebih baik.

b.         Mengingat masih banyak siswa yang mengalami kesalahan secara konsisten dalam memahami gambaran mikroskopis asam-basa maka perlu dilakukan suatu pembelajan remidial untuk meluruskan kesalahan-kesalahan konsep yang terjadi pada siswa.

 

DAFTAR RUJUKAN

                                                                                      

Berg, E.V. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Sebuah pengantar berdasarkan lokakarya di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, 7-10 Agustus 1990. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Griffith, A.K. and Preston, K.R. 1992. “Grade 12- Students’ Misconception Relating to Fundamental Characteristics of Atom and Molecules”.  Journal of Research in Science Teaching. 29 (6): 611-628.

Huddle, P.A. 1996. “An In-Depth of Misconceptions in Stoichiometry and Chemical Equilibrium at a South African University”.  Journal of Research in Science Teaching. 33 (1): 65-77.

Huddle, P.A. and White, M.D. 2000. “Using a Teaching Model to Correct Known Misconceptions in Electrochemistry”.  Jornal of Chemical Education. 77 (1) :   104-110.

Ibnu, S. 1989. Kesalahan Konsep dan Konsekuensinya dalam Pengajaran IPA. Kumpulan Karangan Ilmiah. Malang: IKA IKIP Malang.

Kean, E. dan Midlecamp, C. 1985. Panduan Belajar Kimia Dasar. Jakarta: Gramedia.

Keenan, C.W., Kleinfelter, D.C., dan Wood, J.H. 1989. Kimia Untuk Universitas, Jilid I. Terjemahan oleh Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta: Erlangga

Maskil, R & Helena, P.J. 1997. Asking Model Questions. Education in Chemistry, 132-143

Smith, K.J & Metz, P.A. 1996. Evaluating Student Understanding of Solution Chemistry Trough Microscopic Representation. Journal of Chemical Education. 73(3): 233-235.

Sihaloho, M. 2001. Analisis Pemahaman Konsep Siswa dan Guru pada pada Konsep Larutan Elektrolit Melaluai Penggambaran Mikroskopik. Tesis Tidak dipublikasikan. Malang: PPS Malang

Wiseman, F.L. 1981. “The Teaching of  College Chemistry, Role of Student Development”. Journal of Chemical Education. 58 (6): 484-488.

 


Absract: Penelinelitian ini menggambarkan pemahaman  konsep asam-basa pada tingkat makroskopis dan mikroskopis mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Negeri Gorontalo. Subjek penelitan ini adalah mahasiswa semester VII. Data diperoleh dengan menggunakan tes tertulis dan wawancara. Dari hasil penelitan diperoleh mahasiswa tidak memahami bahwa; (1) asam kuat (27,28%) dan basa kuat (29,16%) dalam air terionisasi sempurna membentuk ion-ionnya; (2) asam lemah (31,26%) dan basa lemah (22,91%) dalam air hanya sebagian kecil saja terurai menjadi ion-ionnya sehingga masih ada sebagian besar zat terlarut dalam bentuk senyawa; dan (3) kemampuan mahasiswa dalam konsep asam-basa pada tigkat makroskopis sangat tinggi.

rrrrrr
 

 

 

 

  

1.1  Pemahaman tentang kekuatan asam-basa

Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa mahasiswa yang menjawab benar kekuatan asam basa adalah 27,08% sedangkan yang memberikan jawaban salah sebanyak 72,92%. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa tentang kekuatan asam-basa termasuk kategori sangat rendah.

 

1.2  Pemahaman tentang hubungan antara konsentrasi dengan pH  larutan asam-basa

Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa mahasiswa yang menjawab benar hubungan antara konsentrasi dengan pH larutan asam-basa adalah 48,75% sedangkan yang memberikan jawaban salah sebanyak 51,25%. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa tentang hubungan antara konsentrasi dengan pH asam-basa termasuk kategori rendah.

 

2. Pola-Pola Kesalahan yang Dimiliki Mahasiswa dalam Memahami Konsep Asam-Basa

 

            Pola-pola kesalahan mahasiswa yang akan dibahas dalam bab ini adalah kesalahan yang pada umumnya dimiliki oleh mahasiswa. Untuk memberikan gambaran lebih mendalam mengenai pola-pola kesalahan mahasiswa dalam memahami konsep asam basa, berikut ini disajikan pembahasan untuk setiap aspek yang diteliti.

a. Kesalahan mahasiswa dalam memberikan gambaran mikroskopis asam kuat dalam air

Mahasiswa yang tidak dapat memberikan gambaran mikroskopis HCl dan H2SO4 dalam air diperoleh sebanyak 27,08% menjawab bahwa asam kuat tidak terionisasi dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena mahasiswa tidak memahami bahwa di dalam air HCl dan H2SO4 terionisasi sempurna membentuk ion H+ dan Cl- untuk HCl dan 2H+ dan SO42- untuk H2SO4. Kesalahan lainnya yakni HCl dalam air terurai menjadi unsur-unsurnya (H dan Cl) dan H2SO4 terurai menjadi H dan SO4. Kesalahan ini terjadi pada mahasiswa sebanyak 12,12 %. Mahasiswa yang memberikan jawaban tersebut dianggap tidak memahami bahwa setelah atom terpisah dari senyawanya maka akan membentuk ion (kation dan anion).

b. Kesalahan mahasiswa dalam memberikan gambaran mikroskopis asam lemah dalam air

Mihasiswa yang tidak dapat memberikan gambaran mikroskopis untuk HCN dan CH3COOH sebanyak 31,26% menjawab bahwa asam lemah terionisasi sempurna dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena mahasiswa tidak dapat memahami bahwa asam lemah dalam air hanya sebagian kecil terurai menjadi ion-ion, sehingga masih ada sebagian besar zat terlarut dalam bentuk tidak terionisasi (senyawa). Kesalahan lainnya yang terjadi pada mahasiswa HCN dan CH3COOH menyatakan bahwa dalam air tidak terionisasi menjadi ion-ionnya sebanyak 20,83%. Mahasiswa yang memberikan jawaban ini dianggap tidak dapat membedakan konsep tentang ionisasi sebagian dan ionisasi sempurna.

c. Kesalahan siswa dalam memberikan gambaran mikroskopis basa kuat dalam air

Mahasiswa yang tidak dapat memberikan gambaran mikroskopis KOH dan Ba(OH)2 dalam air diperoleh sebanyak 29,16% menjawab bahwa basa kuat tidak terionisasi dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena mahasiswa tidak memahami bahwa di dalam air KOH dan Ba(OH)2 terionisasi sempurna membentuk ion K+ dan OH- untuk KOH dan Ba2+ dan OH- untuk Ba(OH)2. Kesalahan lainnya yakni KOH dalam air terurai menjadi K dan OH sedangkan Ba(OH)2 terurai menjadi Ba dan OH. Kesalahan ini terjadi pada siswa sebanyak 8,33%. Mahasiswa yang memberikan jawaban tersebut dianggap tidak memahami bahwa setelah atom terpisah dari senyawanya maka akan membentuk ion (kation dan anion).

d.  Kesalahan siswa dalam memberikan gambaran mikroskopis basa lemah dalam air

Mahasiswa yang tidak dapat memberikan gambaran mikroskopis NH3 dan Al(OH)3 dalam air diperoleh sebanyak 22,91% menjawab bahwa basa lemah terionisasi sempurna dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena mahasiswa tidak dapat memahami bahwa basa lemah dalam air hanya sebagian kecil terurai menjadi ion-ion, sehingga masih ada sebagian besar zat terlarut dalam bentuk tidak terionisasi (senyawa). Kesalahan lainnya yang terjadi pada mahasiswa 18,74% siswa yakni NH3 dan Al(OH)3 dalam air tidak terionisasi menjadi ion-ionnya. Mahasiswa yang memberikan jawab ini dianggap tidak dapat membedakan konsep tentang ionisasi sebagian dan ionisasi sempurna.

e.  Kesalahan mahasiswa dalam memberikan gambaran mikroskopis produk reaksi asam kuat ditambah basa kuat

 

Mahasiswa yang tidak dapat memberikan gambaran mikroskopis KCl dan NaCl dalam air diperoleh sebanyak 54,16% menjawab bahwa KCl dan NaCl tidak terionisasi dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena mahasiswa tidak memahami bahwa di dalam air KCl dan NaCl terionisasi sempurna membentuk ion K+ dan Cl- untuk KCl dan Na+ dan Cl- untuk NaCl. Kesalahan lainnya yakni KCl dan NaCl dalam air terurai menjadi unsur-unsurnya (K dan Cl serta Na dan Cl). Kesalahan ini terjadi pada mahasiswa sebanyak 14,58%. mahasiswa yang memberikan jawaban tersebut menganggap bahwa hasil produk reaksi asam basa (KCl dan NaCl) dalam air tetap dalam bentuk senyawanya/tidak terionisasi.

 

 

 

f. Kesalahan mahasiswa dalam memahami hubungan antara konsentrasi dengan pH larutan asam-basa

 

Kesalahan mahasiswa dalam memahami hubungan antara konsentrasi dengan pH larutan asam-basa adalah sebagai berikut:

1.      Asam kuat yang memiliki konsentrasi sama namun volumenya berbeda maka pH dari asam tersebut akan berbeda. Dalam hal ini larutan dengan volume yang lebih kecil dianggap memiliki pH yang lebih kecil pula. Hal ini terjadi pada 20,83% mahasiswa.

2.      Basa kuat yang memiliki konsentrasi sama namun volumenya berbeda maka pH dari basa tersebut akan berbeda. Dalam hal ini larutan dengan volume yang lebih kecil dianggap memiliki pH yang lebih kecil pula. Hal ini terjadi pada 29,16%.

3.      Penambahan air pada larutan asam lemah akan memperkecil pH larutan tersebut. Hal ini terjadi pada 37,50% mahasiswa.

4.      Penambahan air pada larutan basa lemah akan memperbesar pH larutan tersebut. Hal ini terjadi pada 29,18% siswa.

 

 

 

 

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pentingnya  Memahami  Konsep Ilmu Kimia  dengan Benar.

            Ausubel mengemukakan bahwa satu faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran apa yang telah diketahui oleh pebelajar. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan dari berbagai aliran seperti Novak dan Husein (aliran kognitif ), Piaget, Shayer dan Adey (Aliran perkembangan ), Gagne(aliran Behavioral), Driver, Osborne dan Wittrock ( aliran konsruktif), yaitu bahwa hal yang terpenting dibawah  oleh siswa dalam ruang kelasnya adalah konsep-konsep yang telah mereka kuasai atau pahami ( dalam Griffiths dan Preston1992;611). Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman suatu konsep dengan benar merupakan  suatu hal yang penting di dalam mempelajari ilmu pengetahuan khususya ilmu kimia.

Ilmu kimia berkaitan dengan sifat zat ,perubahan zat, serta teori yang menafsirkan perubahan tersebut (Slabaugh dan Parsons 1976:7). Berdasarkan hal tersebut maka pengajaran ilmu kimia mencakup; (1) sifat-sifat zat, (2) fakta –fakta tentang perubahan zat, (3) hukum-hukum dan prisip-prinsip serta (4) teori. Seperti yang dilustrasikan pada contoh-contoh  dibawah ini.

Sifat gas seperti keadaan standar yaitu volume  1 mol gas adalah 22,4 l gas mencakup konsep tentang keadaan standar, mol dan volume. Fakta tentang netralisasi, misalnya tentang larutan asam kuat, dengan larutan asam basa kuat dengan jumlah mol yang ekivalen  dan kenetralan  akan bereaksi membentuk larutan yang netral, mencakup konsep tentang larutan asam kuat, basa kuat, reaksi, jumlah mol ekivalen dan kenetralan. Hukum tentang gas misalnya, Hukum Avogadro yang menyatakan bahwa pada tekanan dan temperatur yang sama perbandingan junlah mol gas-gas sama dengan perbandingan volumenya ,mencakup konsep tentang tekana, temperatur, mol dan volume. Prinsip Le Chatelier yang menyatakan bahwa bahwa dalam suatu kesetimbangan yang ada, maka akan timbul reaksi untuk memperkecil reaksi tersebut. Prisip ini mencakup konsep tentang kesetimbangan, aksi dan reaksi..       

            Dari uraian diatas tampak bahwa pemahaman suatu konsep dengan benar merupakan hal yang sangat penting. Pemahaman yang benar merupakan  landasan yang memungkinkan  terbentuknya pemahaman yang benar terhadap konsep-konsep lain yang berhubungan atau konsep-konsep yang lebih kompleks, fakta, hukum, prinsip dan teori dalam ilmu kimia. Terlebih lagi jika diingat bahwa salah satu karakteristik  ilmu kimia adalah  konsep-konsep dalam ilmu kimia  saling terkait dan berkembang  dari konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih kompleks ( Kean dan Midlecamp, 1985:8, Sastrawijaya 1988:103). Pemahaman konsep yang tidak benar  memungkinkan terbentuknya pemahaman konsep-konsep lain yang  berkaitan, hukum-hukum, prinsip-  prinsip dan  teori-teori secara tidak benar.

 

2.2 Penggunaan Model Penggambaran  Mikroskopiks  dalam Memahami Konsep Kimia.

 

            Dalam pembelajaran yang dilaksanakan dengan metode ceramah, informasi-informasi yang disampaikan secara verbal. Lambang-lambang verbal tersebut kemudian disampaikan pada siswa atau  mahasiswa melalui saluran-saluran gelombang-gelombang suara dan dan diterima siswa melalui indera pendengaran. Setelah itu lambang-lambang tersebut diubah menjadi ide-ide kembali. Dalam proses ini sering kali terjadi kesalahan. Apa yang dimaksudkan oleh guru belum tentu sama dengan apa yang dipikirkan siswa. Sebagai akibatnya konsep-konsep yang diterima biasa berbeda dengan konsep- konsep yang dimaksut guru. Hal ini dapat dimengerti sebab lambang-lambang verbal hanya pengganti benda atau kejadian saja dan bukan benda atau kejadian sendiri. Sifat gelombang verbal sangat berbeda dengan kenyataan  yang diwakilinya. Hal ini berbeda dengan lambang-lambang yang yang berupa gambar-gambar atau disebut lambang-lambang visual. Lambang visual ini tampak lebih nyata, terjadinya kesalahan penerjemahan boleh dikatakan lebih kecil.

            Dalam kaitannya dengan pembelajaran kimia, penggunaan lambang-lambang visual adalah penting berkenaan dengan karakteristik kimia yang sarat dengan konsep absrak. Dengan menggunakan lambang visual akan memudahkan siswa atau mahasiswa untuk memahami konsep-konsep kimia yang abstrak, dimana melalui  gambaran (bayangan)  dapat diberikan pemahaman yang lebih berarti dan membuat kemampuannya untuk memahami suatu konsep. Bentuk visualisasi yang dapat digunakan  dalam pembelajaran kimia adalah model penggambaran mikroskopis.

            Model pengggambaran mikroskopik  merupakan suatu benda karya manusia yang dibuat sedemikian rupa sehingga ciri-cirinya diusahakan semirip mungkin dengan objek yang dijadikan dengan model. Gilbert (dalam Huddle, Margaret dan Rogers, 2000: 104) mengatakan bahwa model merupakan perantara yang dapat dilihat antara dunia imaginer mengenai suatu teori dengan dunia yang dialami secara nyata. Disamping itu model juga tidak hanya sekedar berguna sebagai sarana  untuk menggambarkan keadaan senyatanya, tetapi mempunyai kegunaan lain untuk membantu dalam memprediksi dan membuat perkiraan yaitu dalam menemukan apakah akibat yang ditimbulkan oleh adanya perubahan sebagai unsur dalam model itu terhadap bagian-bagian lain dalam model itu sebagai suatu kesatuan (Sadiman,1986:83).

             Beberapa keuntungan penggunaan model pengambaran miskoskopis dalam pembelajaran kimia berdasarkan hasil penelitian adalah: (1) dapat meningkatkan mengenai gejala apa yang terjadi pada tingkat miskroskopis ( Russel,1997:330). (2) membantu mengurangiya miskonsepsi (Brown dalam Huddle, Margaret dan Rogers, 2000:109), dan (3) digunakan sebagai alat evaluasi untuk mengetahui pemahaman konsep siswa  pada tingkat miskrokopis (Smith dan Mesz,1996:235).

            Meskipun penggunaan model penggambaran mikroskopis  dapat memberikan beberapa keuntungan  dalam proses pembelajaran, namun disisi lain dapat juga kesalahan konsep. Hal ini terjadi jika dalam memvisualisasikan suatu konsep dilakukan penyederhanaan yang berlebihan, akibatnya gambar visual tidak lagi mampu mengakomodasikan semua aspek yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari. Untuk menghindari kelemahan ini, seyogyanya penggunaan gambar visual diikuti dengan dengan penjelasan konsep secara verbal.

 

2.3   Konsep Asam Basa

Asam dan basa merupakan zat kimia yang banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Contoh asam adalah asam asetat dalam cuka, asam sulfat dalam air aki. Contoh basa adalah kalsium hidroksida dalam air kapur. Istilah asam berasal dari bahasa latin asetum yang berarti cuka, sedangkan istilah basa berasal dari bahasa Arab alkali yang artinya abu. Asam dan basa mempunyai sifat-sifat tertentu yang dapat membantu kita mengenali zat tersebut. Sifat asarn dan basa dapat diidentifikasi dengan menggunakan indikator. Indikator adalah bahan kimia yang warnanya tergantung pada keasaman dan kebasaan larutannya. Salah satu contoh indikator tersebut adalah lakmus (litmus). Lakmus adalah indikator vang memerah ketika dikenai asam dan membiru ketika dikenai basa. Pengertian asam dan basa pada awalnya dikaitkan dengan sifat-sifat larutannya. Asam adalah suatu larutan yang rasanya masam, memerahkan lakmus biru, bereaksi dengan logam aktif untuk membetuk hidrogen dan menetralkan basa. Sedangkan basa adalah suatu larutan yang berasa pahit, terasa licin seperti sabun, membirukan laksmus merah dan menetralkan asam. Definisi tentang asam dan basa tersebut sangatlah terbatas. Oleh karena itu, teori-teori tentang asam dan basa terus berkembang. Salah satu teori tersebut adalah teori asam-basa Arrhenius.

Teori Asam dan Basa Arrhenius

Menurut Arrhenius, asam adalah suatu spesies yang dalam air terdisosiasi menghasilkan ion hidrogen (H+).

Contoh:   HCl(aq)                  H+ (aq)   +  Cl-(aq)

                       HNO3 (aq)                     H+(aq)  +  NO3-(aq)

Dalam pelarut air, ion H+ tidak dapat berdiri sendiri, sehingga ion H+ dari asam diikat oleh air menjadi ion hidronium (H3O+). Dengan demikian dapat dianggap bahwa asam adalah zat yang dapat menghasilkan ion H+ atau ion H3O+ bila dilarutkan dalam air. Dari rumusnya terlihat bahwa setiap asam Arrhenius mengandung unsur hidrogen. Ciri khas asam adalah dalam pelarut air zat tersebut mengion menjadi ion positif (H+) dan ion lain yang bermuatan negatif disebut sisa asam. Dengan demikian, sifat asam disebabkan adanya ion H+.

Menurut Arrhenius, basa adalah suatu spesies yang dalam air terdisosiasi  menghasilkan ion hidroksil (OH-).

Contoh: NaOH(aq)                       Na+(aq) + OH-(aq)

Secara umum, basa Arrhenius adalah hidroksil-hidroksil logam yang dapat dirumuskan sebagai M(OH)x, yang dalam air mengion menurut persamaan berikut:

M(OH)x                     Mx+          (aq) +  xOH-(aq)

Dari rumusnva terlihat bahwa setiap basa Arrhenius mengandung ion hidroksil (OH-) dan ion lain yang bermuatan positif disebut sisa basa. Dengan demikian, sifat basa disebabkan adanya ion OH-.

Kekuatan Asam-Basa

Senyawa asam dan basa, berdasarkan kekuatannya dapat digolongkan menjadi asam kuat, asam lemah, basa kuat dan basa Lemah. Kekuatan asam ditentukan oleh kemampuan menghasilkan ion H+. Semakin hanyak ion H+  yang  dihasilkan maka  sifat asam semakin kuat. Begitu juga kekuatan basa, sangat ditentukan oleh kemampuan menghasilkan ion OH-. Semakin banyak ion OH- yang dihasilkan maka sifat basa semakin kuat. Jumlah ion H+ atau ion OH- yang dihasilkan ditentukan oleh nilai derajat ionisasi (α), yang dirumuskan sebagai berikut:

Derajat ionisasi =    jumlah mol terionisasi

                                                       jumlah mol mula-mula

 

Asam kuat

Asam kuat merupakan senyawa elektrolit kuat. Di dalam air, asam ini akan terionisasi secara sempurna menghasilkan ion H+, yaitu seluruh molekul asam membentuk ion. Jumlah mol zat yang terionisasi sama dengan jumlah mol zat mula-­mula sehingga harga derajat ionisasi sama dengan satu (α = 1). Dalam penulisan reaksi ionisasi asam kuat, digunakan dengan satu anak panah yang menyatakan bahwa seluruh asam terionisasi. Contoh larutan HBr, HI, dan HNO3.

Basa kuat

Basa kuat merupakan elektrolit kuat, di datam air akan terionisasi sempurna menghasilkan ion OH-  yaitu seluruh molekul basa membentuk ion. Oleh karena itu, harga derajat ionisasi basa kuat sama dengan satu (α=1). Dalam penulisan reaksi ionisasi basa kuat, digunakan dengan satu anak panah yang menyatakan bahwa seluruh basa terionisasi.

Contoh: NaOH(aq)                  Na+(aq)  +   OH- (aq)

Asam Lemah

Asam lemah merupakan elektrolit lemah, didalam air tidak dapat terionisasi sempurna, tetapi terionisasi sebagian menghasilkan ion H+. Harga derajat ionisasi asam lemah berkisar antara nol dan satu (0 < α < 1). Karena senyawa ini terionisasi tidak sempurna, maka masih ada molekul sisa (yang tidak terionisasi), sehingga terjadi reaksi kesetimbangan. Oleh karena itu, penulisan reaksi ionisasi asam lemah digunakan dua anak panah yang artinya kesetimbangan ionisasi memberat ke arah kiri. Contoh larutan CH3COOH, H2S, dan HF

Basa Lemah

Basa lemah merupakan elektrolit lemah, sehingga didalam air tidak dapat terionisasi sempurna melainkan terionisasi sebagian. Harga derajat ionisasi basa lemah berkisar antara nol dan satu (0 < α < 1). Karena senyawa ini terionisasi tidak sempurna, maka masih ada molekul sisa (yang tidak terionisasi), sehingga terjadi reaksi kesetimbangan. Oleh karena itu, penulisan reaksi ionisasi asam lernah digunakan dua anak panah yang artinya kesetimbangan ionisasi memberat ke arah kiri. Contoh: larutan NH4OH, Mg(OH)2.

Kesimpulan kekuatan asam-basa.

a.       Asam dan basa kuat terionisasi sempurna, sedangkan asam-basa lemah terionisasi sebagian.

b.      Makin besar harga Ka atau Kb makin kuat sifat asam atau basanya. Sebaliknya makin kecil harga Ka atau Kb makin lemah sifat asam atau basanya.

c.       Makin besar derajat ionisasi makin kuat sifat asam atau basanya.

pH larutan Asam-Basa

Untuk menyatakan banyaknya ion H+ yang dihasilkan dari ionisasi asam dalam larutan dengan pelarut air digunakan standar eksponen hidrogen atau pH yaitu pH = - log [H+]. Untuk menyatakan banyaknya ion OH- yang dihasilkan dari ionisasi basa digunakan besaran pOH yaitu:

pOH = -log [OH-]       dimana pH + pOH = 14.

pH suatu larutan menyatakan tingkat keasaman larutan tersebut. Derajat keasaman atau pH mempunyai harga dari 0 (nol) sampai dengan 14 (empat belas). Oleh karena itu, pH suatu larutan dapat diperkirakan sebagai berikut:

Larutan asam: pH < 7 atau H+ > 10-7

Larutan basa: pH > 7 atau H+ < 10-7

Larutan netral: pH = 7 atau H+ = 10-7

pH larutan dapat diperkirakan secara langsung dengan menggunakan pH meter. Perkiraan pH larutan yang sederhana dapat menggunakan kertas indikator universal dan larutan indikator asam-basa.

Indikator universal

Indikator adalah suatu alat untuk menunjukkan suatu zat bersifat asam atau basa. Indikator universal adalah gabungan dari beberapa indikator. Ada yang berupa larutan dan ada yang berupa kertas serap yang dikemas dalam kotak yang dilengkapi dengan peta warna. Perkiraan pH dengan menggunakan kertas indikator universal dilakukan dengan cara meneteskan kertas dengan larutan yang diuji kemudian membandingkannya dengan peta warna. Warna kertas indikator universal ditunjukkan pada Tabel 2.1 dibawah ini.

Tabel 2.1 Warna indikator universal pada berbagai pH

pH

Warna kertas indikator Universal

pH

Warna kertas indikator Universal

1

Merah

8

Biru

2

Merah lebih muda

9

Biru muda

3

Merah muda

10

Ungu sangat muda

4

Merah jingga

11

Ungu muda

5

Jingga

12

Ungu tua

6

Kuning

13

Ungu tua

7

Hijau

14

Ungu tua

 

2.4   Gambaran mikroskopis Asam-Basa

Gambaran mikroskopis asam-basa dibagi atas dua kategori yaitu gambaran mikroskopis asam-basa kuat dan asam-basa lemah.

a). Gambaran mikroskopis larutan asam kuat

Asam kuat berlaku sebagai elektrolit kuat. Jika HA merupakan asam kuat dalam air akan akan terionisasi sempurna membentuk ion H+ dan ion sisa asam (A-). Ion-ion tersebut akan disolvasi oleh molekul-molekul air (terhidrasi). Bila ion H+ digambarkan sebagai  o, dan ion A- sebagai O,  serta molekul air sebagai         Maka gambaran mikroskopis asam kuat HA, adalah seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Gambaran mikroskopis larutan asam kuat

Jika di dalam air asam kuat (HA) akan bereaksi dengan air membentuk ion hidronium (H30) dan ion sisa asam (A-). Ion-ion tersebut akan disolvasi oleh molekul air. Bila ion hidronium digambarkan sebagai       , maka gambaran mikroskopis larutan HA adalah seperti pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Gambaran Mikroskopis asam kuat

 

b). Gambaran mikroskopis larutan basa kuat

 

Basa kuat berlaku sebagai elektrolit kuat. Jika (MOH) merupakan basa kuat dalam air ia terionisasi sempurna membentuk ion logam (M+), dan ion hidroksil (OH-), dimana ion-ion tersebut akan disolvasi oleh molekul-molekul air. Bila ion M+ digambarkan sebagai        dan  ion  OH- sebagai         , serta  molekul air  sebagai

 , maka gambaran mikroskopis larutan basa kuat (MOH) adalah seperti pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Gambaran Mikroskopis basa kuat

c). Gambaran Mikroskopis Larutan garam hasil Reaksi Asam Kuat dan Basa   Kuat

Garam dari hasil reaksi antara asam kuat dan basa kuat berlaku sebagai elektrolit kuat yang terionisasi daliam air, membentuk ion-ion logam (M+) dan ion sisa asam (A-), dimana dalam larutan ion-ion tersebut akan disolvasi oleh molekul-molekul air. Bila ion M+ digambarkan sebagai       , dan ion A­- digambarkan sebagai      , serta molekul air sebagai        , maka gambaran mikroskopis larutan hasil reaksi asam kuat dan basa kuat adalah seperti pada Gambar 2.4

Gambar 2.4  Gambaran mikroskopis Garam

Garam-garam dari asam kuat dan asam lemah atau dari asam lemah dan basa lemah juga berlaku sebagai elektrolit kuat.

d). Gambaran mikroskopis larutan asam lemah

Asam lemah berlaku sebagai elektrolit lemah. Di dalam air sebagian kecil dari asam lemah (HA) terionisasi membentuk ion hidrogen H+, ion sisa asam (A-). Ion-ion tersebut akan disolvasi oleh molekul air sedangkan molekul asam lemah yang tidak terionisasi akan mengadakan interaksi dipol-dipol dengan molekul air. Bila ion  H+ digambarkan sebagai       , ion A- sebagai          ,molekul HA sebagai                         , dan molekul air sebagai            , maka gambaran mikroskopis larutan asam lemah adalah seperti pada Gambar 2.5

Gambar 2.5 Gambaran Mikroskopis asam lemah

e). Gambaran mikroskopis larutan basa lemah

Basa lemah berlaku sebagai elektrolit lemah. Di dalam air basa lemah M(OH) akan terionisasi sebagian membentuk ion logam M+ dan hidroksil (OH-). Ion logam M+ dan OH-  akan disolvasi oleh molekul-molekul air, sedangkan antara basa lemah yang tidak terion dan molekul air akan terjadi interaksi dipol-dipol. Bila ion M+ digambarkan sebagai       , ion OH- sebagai        , dan ion M(OH) sebagai            , serta molekul air sebagai          , maka gambaran mikroskopis larutan asam lemah seperti pada Gambar 2.6

Gambar 2.6 Gambaran Mikroskopis basa lemah

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1  Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah  :

1.  Untuk  mengetahui pemahaman mahasiswa tentang konsep-konsep asam basa ditinjau aspek makroskopis dan mikroskopis.

2.  Untuk  mengetahui pola-pola kesalahan yang dimiliki oleh mahasiswa dalam memahami konsepasam-basa ditinjau dari aspek makroskopis dan mikroskopis.

3.2 Manfaat Penelitian

            Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi antara lain :

1. Untuk kepentingan teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi informasi tentang pemahaman konsep mahasiswa pada tingkat makroskopis dan mikrokopis pada materi-materi kimia seperti asam basa.

2. Untuk kepentingan praktis hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu model bahan pertimbangan bagi praktisi pendidikan dalam meningkatkan kualitas hasil pengajaran, melalui penyusunan kurikulum, perbaikan teknik evaluasi, pengembngan strategi dan program pengajaran yang dapat meningkatkan pemahaman konsep mahasiswa sebagai calon guru.

3. Kesalahan konsep pada tingkat makroskopis dan mikroskopik yang ditemukan dalam penelitian ini  dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti lain yang berminat mengembangkan lebih lanjut.

 

 

 

 

BAB IV

METODE  PENELITIAN

4.1 Metode Penelitian

            Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menguraikan atau mendeskripsikan  peristiwa-peristiwa sebagaimana adanya. Rancanagan yang digunakan adalah  penelitian deskristif. Sesuai dengan tujuan penelitian ini maka yang dideskripsikan adalah kemampuan mahasiswa dalam memahami konsep asam basa  pada tingkat makroskopis dan miskroskopis.

4.2 Subyek Penelitian

            Subyek penelitian ini adalah mahasiswa  pendidikan kimia UNG tahuan akademik 2007/2008 yang diwakili mahasiswa semester VII yang berjumlah 24 orang, dan sudah  memprogramkan   matakuliah  Telaah Kurikulum Kimia SMU dan Kajian Buku Teks dan sementara mengikuti PPL 2 tahuan akademik 2007/2008.

4.3. Instrumen Penelitian

            Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes tertulis dan wawancara. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes konsep asam basa maskroskopis dan mikroskopis. Jenis tes adalah objektif tes berbentuk pilihan berganda. Sebelum tes digunakan  terlebih dahulu dilakukan ujicoba tes meliputi validitas tes, reabilitas tes tingkat kesukaran soal dan daya pembeda. Wawancara dimaksudkan untuk mengetahuai apakah konsep yang dijawab benar secara makroskopis dan mikroskopis  benar-benar dipahami.

4.4 Teknik Analisis data.

            Analisa data yang dilakukan bertujuan memberikan makna terhadap data yang telah dikumpulkan dari subjekl penelitian dengan menggunakan tes makroskopis dan mikroskopis. Data penelitian akan dianalisa secara deskritif.

a. Analisis Deskriptif

            Teknik analisa data dilakukan untuk mencari tingkat pemahaman mahasiswa terhadap materi asam basa pada masing-masing aspek yang dihitung dengan cara membandingkan antara jumlah skor seluruh mahasiswa dengan skor maksimum mahasiswa dikalikan 100%.Dari hasil analisis tersebut dilanjutkan dengan identifikasi pola-pola kesalahan yang dialami mahasiswa. Rumuspnya adalah sebagai berikut.

                                   Jumlah skor Seluruh Mahasiswa

                    P = ------------------------------------------------ x 100%

                                  Skor maksimum mahasiswa

 

Jika: P = 80-100%: tingkat pemahaman siswa terhadap soal itu sangat tinggi

         P = 66-79% :  tingkat pemahaman siswa terhadap soal itu tinggi

         P = 56-65% : tingkat pemahaman siswa terhadap soal itu cukup

         P = 31-55% : tingkat pemahaman siswa terhadap soal itu  rendah

P =  0-30% : tingkat pemahaman siswa terhadap soal itu sangat renda

(Arikunto, 1997:242)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

                                                                                                                                                                                            

5.1  Hasil Penelitian  

            Dari hasil penelitian diperoleh persentase siswa yang memberikan jawaban benar item-item tes diberikan dalam Tabel 5.1.

 

                Tabel 5.1 Persentase Mahasiswa yang Memberikan Jawaban Benar

                                 Item Tes tentang Konsep Asam Basa

 

Nomor Konsep

Aspek yang diteliti

Nomor

Item

Persentase Mahasiswa yang menjawab benar

1

Identifikasi sifat asam-basa

1

2

3

4

 

50,00

62,50

95,03

87,50

73,75

2

Gambaran mikroskopis asam kuat dalam air

5

6

 

50,00

54,16

50,08

3

Gambaran mikroskopis asam lemah dalam air

7

8

 

25,00

16,66

20,03

4

Gambaran mikroskopis basa kuat dalam air

9

10

 

37,50

16,66

27,08

5

Gambaran mikroskopis basa lemah dalam air

11

12

 

20,83

12,50

16,66

6

Gambaran mikroskopis produk reaksi asam kuat ditambah basa kuat.

13

14

 

20,83

37,50

29,16

7

Kekuatan asam-basa

15

16

 

 4,16

50,00

27,08

8

Hubungan antara konsentrasi dengan pH larutan asam-Basa

17

18

19

20

 

50,00

25,00

58,33

62,50

48.75

 

Rata-rata total

 

36.57

Keterangan:

*  Jumlah Mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia 25 orang.g

*  Angka yang bercetak tebal merupakan harga rata-rata.

5.2  Pembahasan Hasil Penelitian

1. Tingkat Pemahaman Materi Asam-Basa Mahasiswa Kimia Semester VII Universitas Gorontalo

           

            Untuk mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa tentang konsep asam-basa ada delapan aspek yang diteliti yaitu identifikasi sifat asam-basa, gambaran mikroskopis asam kuat dalam air, asam lemah dalam air, basa kuat dalam air, basa lemah dalam air, produk reaksi asam kuat ditambah basa kuat, dan kekuatan asam-basa, serta hubungan antara konsentrasi dengan pH larutan asam-basa.

 

1.3   Pemahaman tentang identifikasi sifat asam-basa

Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa mahasiswa yang menjawab benar identifikasi sifat asam-basa 73,75%. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa tentang identifikasi sifat asam-basa termasuk dalam kategori tinggi.

 

1.4  Pemahaman tentang gambaran mikroskopis asam kuat dalam air

Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa mahasiswa yang menjawab benar gambaran mikroskopis asam kuat (HCl dan H2SO4) dalam air adalah 50.08%  sedangkan yang memberikan jawaban salah sebanyak 49,92%. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa tentang gambaran mikroskopis asam kuat dalam air termasuk kategori rendah.

1.5  Pemahaman tentang gambaran mikroskopis asam lemah dalam air

Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa mahasiswa yang menjawab benar gambaran mikroskopis asam lemah (CH3COOH dan HCN) dalam air adalah 20,03%  sedangkan yang memberikan jawaban salah sebanyak 79,97%. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa tentang gambaran mikroskopis asam lemah dalam air termasuk sangat rendah.

 

1.6  Pemahaman tentang gambaran mikroskopis basa kuat dalam air

Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa mahasiswa yang menjawab benar gambaran mikroskopis basa kuat (KOH dan Ba(OH)2) dalam air adalah 27,08%  sedangkan yang memberikan jawaban salah sebanyak 72,92%. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa tentang gambaran mikroskopis basa kuat dalam air termasuk kategori rendah.

 

1.7  Pemahaman tentang gambaran mikroskopis basa lemah dalam air

Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa mahasiswa yang menjawab benar gambaran mikroskopis asam lemah (NH3 dan Al(OH)3) dalam air adalah 16,66%  sedangkan yang memberikan jawaban salah sebanyak 83,34%. Fakta ini menunjukkan bahwa tinkat pemahaman mahasiswa tentang gambaran mikroskopis basa kuat dalam air termasuk kategori sangat rendah.

 

1.8  Pemahaman tentang gambaran mikroskopis produk reaksi asam kuat ditambah basa kuat

 

Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa mahasiswa yang menjawab benar gambaran mikroskopis produk reaksi asam kuat ditambah basa kuat (KCl dan NaCl) dalam air adalah 29,16% sedangkan yang memberikan jawaban salah sebanyak 70,84%. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa tentang gambaran mikroskopis produk reaksi asam kuat ditambah basa kuat termasuk kategori rendah.

 

   

1.9  Pemahaman tentang kekuatan asam-basa

Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa mahasiswa yang menjawab benar kekuatan asam basa adalah 27,08% sedangkan yang memberikan jawaban salah sebanyak 72,92%. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa tentang kekuatan asam-basa termasuk kategori sangat rendah.

 

1.10          Pemahaman tentang hubungan antara konsentrasi dengan pH  larutan asam-basa

Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa mahasiswa yang menjawab benar hubungan antara konsentrasi dengan pH larutan asam-basa adalah 48,75% sedangkan yang memberikan jawaban salah sebanyak 51,25%. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa tentang hubungan antara konsentrasi dengan pH asam-basa termasuk kategori rendah.

 

2. Pola-Pola Kesalahan yang Dimiliki Mahasiswa dalam Memahami Konsep Asam-Basa

 

            Pola-pola kesalahan mahasiswa yang akan dibahas dalam bab ini adalah kesalahan yang pada umumnya dimiliki oleh mahasiswa. Untuk memberikan gambaran lebih mendalam mengenai pola-pola kesalahan mahasiswa dalam memahami konsep asam basa, berikut ini disajikan pembahasan untuk setiap aspek yang diteliti.

a. Kesalahan mahasiswa dalam memberikan gambaran mikroskopis asam kuat dalam air

Mahasiswa yang tidak dapat memberikan gambaran mikroskopis HCl dan H2SO4 dalam air diperoleh sebanyak 27,08% menjawab bahwa asam kuat tidak terionisasi dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena mahasiswa tidak memahami bahwa di dalam air HCl dan H2SO4 terionisasi sempurna membentuk ion H+ dan Cl- untuk HCl dan 2H+ dan SO42- untuk H2SO4. Kesalahan lainnya yakni HCl dalam air terurai menjadi unsur-unsurnya (H dan Cl) dan H2SO4 terurai menjadi H dan SO4. Kesalahan ini terjadi pada mahasiswa sebanyak 12,12 %. Mahasiswa yang memberikan jawaban tersebut dianggap tidak memahami bahwa setelah atom terpisah dari senyawanya maka akan membentuk ion (kation dan anion).

b. Kesalahan mahasiswa dalam memberikan gambaran mikroskopis asam lemah dalam air

Mihasiswa yang tidak dapat memberikan gambaran mikroskopis untuk HCN dan CH3COOH sebanyak 31,26% menjawab bahwa asam lemah terionisasi sempurna dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena mahasiswa tidak dapat memahami bahwa asam lemah dalam air hanya sebagian kecil terurai menjadi ion-ion, sehingga masih ada sebagian besar zat terlarut dalam bentuk tidak terionisasi (senyawa). Kesalahan lainnya yang terjadi pada mahasiswa HCN dan CH3COOH menyatakan bahwa dalam air tidak terionisasi menjadi ion-ionnya sebanyak 20,83%. Mahasiswa yang memberikan jawaban ini dianggap tidak dapat membedakan konsep tentang ionisasi sebagian dan ionisasi sempurna.

c. Kesalahan siswa dalam memberikan gambaran mikroskopis basa kuat dalam air

Mahasiswa yang tidak dapat memberikan gambaran mikroskopis KOH dan Ba(OH)2 dalam air diperoleh sebanyak 29,16% menjawab bahwa basa kuat tidak terionisasi dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena mahasiswa tidak memahami bahwa di dalam air KOH dan Ba(OH)2 terionisasi sempurna membentuk ion K+ dan OH- untuk KOH dan Ba2+ dan OH- untuk Ba(OH)2. Kesalahan lainnya yakni KOH dalam air terurai menjadi K dan OH sedangkan Ba(OH)2 terurai menjadi Ba dan OH. Kesalahan ini terjadi pada siswa sebanyak 8,33%. Mahasiswa yang memberikan jawaban tersebut dianggap tidak memahami bahwa setelah atom terpisah dari senyawanya maka akan membentuk ion (kation dan anion).

d.  Kesalahan siswa dalam memberikan gambaran mikroskopis basa lemah dalam air

Mahasiswa yang tidak dapat memberikan gambaran mikroskopis NH3 dan Al(OH)3 dalam air diperoleh sebanyak 22,91% menjawab bahwa basa lemah terionisasi sempurna dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena mahasiswa tidak dapat memahami bahwa basa lemah dalam air hanya sebagian kecil terurai menjadi ion-ion, sehingga masih ada sebagian besar zat terlarut dalam bentuk tidak terionisasi (senyawa). Kesalahan lainnya yang terjadi pada mahasiswa 18,74% siswa yakni NH3 dan Al(OH)3 dalam air tidak terionisasi menjadi ion-ionnya. Mahasiswa yang memberikan jawab ini dianggap tidak dapat membedakan konsep tentang ionisasi sebagian dan ionisasi sempurna.

e.  Kesalahan mahasiswa dalam memberikan gambaran mikroskopis produk reaksi asam kuat ditambah basa kuat

 

Mahasiswa yang tidak dapat memberikan gambaran mikroskopis KCl dan NaCl dalam air diperoleh sebanyak 54,16% menjawab bahwa KCl dan NaCl tidak terionisasi dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena mahasiswa tidak memahami bahwa di dalam air KCl dan NaCl terionisasi sempurna membentuk ion K+ dan Cl- untuk KCl dan Na+ dan Cl- untuk NaCl. Kesalahan lainnya yakni KCl dan NaCl dalam air terurai menjadi unsur-unsurnya (K dan Cl serta Na dan Cl). Kesalahan ini terjadi pada mahasiswa sebanyak 14,58%. mahasiswa yang memberikan jawaban tersebut menganggap bahwa hasil produk reaksi asam basa (KCl dan NaCl) dalam air tetap dalam bentuk senyawanya/tidak terionisasi.

 

 

 

f. Kesalahan mahasiswa dalam memahami hubungan antara konsentrasi dengan pH larutan asam-basa

 

Kesalahan mahasiswa dalam memahami hubungan antara konsentrasi dengan pH larutan asam-basa adalah sebagai berikut:

5.      Asam kuat yang memiliki konsentrasi sama namun volumenya berbeda maka pH dari asam tersebut akan berbeda. Dalam hal ini larutan dengan volume yang lebih kecil dianggap memiliki pH yang lebih kecil pula. Hal ini terjadi pada 20,83% mahasiswa.

6.      Basa kuat yang memiliki konsentrasi sama namun volumenya berbeda maka pH dari basa tersebut akan berbeda. Dalam hal ini larutan dengan volume yang lebih kecil dianggap memiliki pH yang lebih kecil pula. Hal ini terjadi pada 29,16%.

7.      Penambahan air pada larutan asam lemah akan memperkecil pH larutan tersebut. Hal ini terjadi pada 37,50% mahasiswa.

8.      Penambahan air pada larutan basa lemah akan memperbesar pH larutan tersebut. Hal ini terjadi pada 29,18% siswa.

BAB VI

PENUTUP

 

6.1.  Kesimpulan

            Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diberikan pada Bab V, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

a. Tingkat pemahaman mahasiswa tentang:

a). Identifikasi sifat asam-basa termasuk dalam kategori tinggi.

b). Gambaran mikroskopis asam kuat dalam air termasuk kategori rendah.

c). Gambaran mikroskopis asam lemah dalam air termasuk kategori sangat rendah.

d). Gambaran mikroskopis basa kuat dalam air termasuk kategori sangat rendah.

e). Gambaran mikroskopis basa lemah dalam air termasuk kategori sangat rendah.

b. Pola-pola kesalahan mahasiswa dalam memberikan gambaran mikroskopik adalah:

6)      Mahaiswa tidak memahami bahwa di dalam air HCl dan H2SO4 terionisasi sempurna membentuk ion H+ dan Cl- untuk HCl dan 2H+ dan SO42- untuk H2SO4.

7)      Mahasiswa tidak memahami bahwa asam lemah dalam air hanya sebagian kecil terurai menjadi ion-ion, sehingga masih ada sebagian besar zat terlarut dalam bentuk tidak terionisasi

8)      Mahasiswa tidak memahami bahwa di dalam air KOH dan Ba(OH)2 terionisasi sempurna membentuk ion K+ dan OH- untuk KOH dan Ba2+ dan OH- untuk Ba(OH)2.

9)      Mahasiswa tidak dapat membedakan konsep tentang ionisasi sebagian dan ionisasi sempurna.

10)  Mahasiswa menganggap bahwa KCl dan NaCl tidak terionisasi dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena siswa tidak memahami bahwa di dalam air KCl dan NaCl terionisasi sempurna membentuk ion K+ dan Cl- untuk KCl dan Na+ dan Cl- untuk NaCl.

11)  Asam kuat yang memiliki konsentrasi sama namun volumenya berbeda maka pH dari asam tersebut akan berbeda. Dalam hal ini larutan dengan volume yang lebih kecil dianggap memiliki pH yang lebih kecil pula.

12)  Basa kuat yang memiliki konsentrasi sama namun volumenya berbeda maka pH dari basa tersebut akan berbeda. Dalam hal ini larutan dengan volume yang lebih kecil dianggap memiliki pH yang lebih kecil pula.

13)  Penambahan air pada larutan asam lemah akan memperkecil pH larutan tersebut.

14)  Penambahan air pada larutan basa lemah akan memperbesar pH larutan tersebut.

 

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

c.          Dalam membelajarkan konsep asam-basa diharapkan guru menjelaskan konsep tersebut dari dua sisi, yaitu sisi mikroskopis dan sisi makroskopis sehingga siswa dapat memahami konsep tersebut dengan lebih baik.

d.         Mengingat masih banyak siswa yang mengalami kesalahan secara konsisten dalam memahami gambaran mikroskopis asam-basa maka perlu dilakukan suatu pembelajan remidial untuk meluruskan kesalahan-kesalahan konsep yang terjadi pada siswa.


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB  I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang Masalah

Konsep-konsep kimia umumnya merupakan konsep-konsep berjenjang yang berkembang dari yang sederhana ke yang kompleks. Suatu konsep kompleks hanya dapat dikuasai dengan baik dan benar bila konsep-konsep yang mendasari telah dikuasai dengan baik dan benar pula. Itulah sebabnya terjadinya kesalahan konsep harus dicegah. Salah satu caranya adalah melalui penerapan metode pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan hakikat ilmu kimia itu sendiri.

Pada umumnya konsep kimia mempunyai dua aspek, yaitu makroskopis dan mikroskopis. Oleh karena itu pembelajaran kimia yang semestinya diterapkan haruslah mengacu pada kedua aspek tersebut, karena dengan demikian akan diperoleh gambaran yang utuh tentang suatu konsep. Metode yang demikian dapat diistilahkan sebagai metode dengan pendekatan makroskopis-mikroskopis. Dengan pendekatan makroskopis siswa memperoleh gambaran yang lebih nyata tentang suatu konsep, yaitu gambaran yang dapat dirasakan, diamati, atau dialami, dan dengan pendekatan mikroskopis aspek mikroskopis konsep tersebut dapat dipahami.

Sebagai contoh, dalam mengajarkan konsep asam basa, pendekatan makroskopis dapat diterapkan terlebih dahulu dengan cara mengkonkritkan konsep asam basa melalui penggunaan kertas lakmus atau dengan cara mengukur pH larutan atau dengan cara mengajak siswa merenungkan kembali pengalaman-pengalaman siswa yang berkaitan dengan penggunaan asam basa sehari-hari. Untuk memperoleh pemahaman yang utuh dan komprehensif digunakan pula pendekatan mikroskopis, yakni dengan cara melatih siswa mempelajari struktur molekul asam basa. Melalui penggambaran mikroskopis ini, konsep-konsep seperti konsep asam basa kuat/lemah, konsep ionisasi, serta reaksi asam basa dapat dijelaskan dengan lebih nyata, sehingga siswa akan lebih mudah memahami.

Fenomena yang terjadi sekarang ini bahwa pengajaran tentang konsep asam basa di SMU tampaknya lebih menekankan pada salah satu aspek saja yaitu aspek makroskopis. Pengajaran tersebut biasanya dimulai dengan pembahasan tentang sifat-sifat asam basa, dilanjutkan dengan teori, perhitungan pH serta stoikiometri reaksi asam basa. Keadaan mikroskopis dari larutan asam basa sedikit sekali disinggung. Pengajaran yang demikian akan memberikan hasil yang tidak optimal, sebab gambaran utuh konsep asam basa belum dicapai.

Dari uraian di atas, peneliti bermaksud mengkaji penerapan kombinasi pendekatan makroskopis-mikroskopis pada pengajaran kimia di SMU. Pendekatan makroskopis diterapkan dengan cara membimbing siswa mengkaji aspek makroskopis suatu konsep, baik melalui kegiatan ceramah multi arah dan diskusi di kelas maupun praktikum, sedangkan pendekatan mikroskopis diterapkan dengan membimbing siswa mengkaji aspek mikroskopis suatu konsep. Diduga dengan kombinasi kedua pendekatan ini akan dapat diperoleh hasil belajar yang optimal. Dugaan ini antara lain didasarkan pada temuan Smith (1996) dan Lawrence (dalam Herron, 1975). Smith menemukan bahwa siswa yang diwajibkan untuk menggunakan model fisik dalam mempelajari konsep-konsep kimia yang abstrak memiliki prestasi belajar dan kemampuan menggunakan logika lebih tinggi daripada siswa yang tidak menggunakannya. Sedangkan Lawrence menemukan fakta bahwa siswa yang menggunakan model mikroskopis memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak menggunakan model ini.

Penelitian ini direncanakan akan mengambil siswa kelas I SMA sebagai subyek penelitian dan pokok bahasan Asam Basa sebagai bahan kajian. Pemilihan topik tersebut didasarkan atas beberapa alasan, yaitu: (1) pemahaman siswa terhadap materi asam basa tersebut jarang dikaji dalam suatu penelitian, padahal materi-materi tersebut sangat esensial yakni berkaitan langsung dengan kehidupan manusia. (2) pemahaman makroskopis dan mikroskopis siswa dalam materi tersebut diduga akan meningkatkan prestasi belajarnya. (3) pengajaran dengan pendekatan makroskopis untuk materi ini dilakukan dengan cara mengajak siswa mengkaji fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang pernah dialami, dilihat atau dirasakan, sedangkan pendekatan mikroskopis dilakukan dengan cara mengkaji sifat-sifat kimia asam basa berdasarkan aspek strukturnya. (4) buku-buku kimia SMU hanya sedikit sekali memaparkan materi tersebut dari segi mikroskopisnya dibandingkan dengan tuntutan kurikulum. (5) materi asam basa sangat cocok menggunakan pendekatan makroskopis-mikroskopis namun, dari hasil survei pada SMU yang ada di Gorontalo, penggunaan pendekatan makroskopis-mikroskopis belum pernah diterapkan.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang “Efektifitas Pengajaran Kimia dengan Pendekatan Makroskopis-Mikroskopis dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA Negeri Di Gorontalo”

 

      1.2  Rumusan Masalah

      Konsep-konsep dalam kimia pada umumnya memiliki dua sisi, yaitu makroskopis dan mikroskopis. Oleh karena itu pengajaran kimia yang ideal adalah pengajaran yang mengkaji kedua aspek tersebut sekaligus, yakni dengan menerapkan dua pendekatan (makroskopis-mikroskopis) secara simultan sehingga diperoleh pemahaman konsep yang utuh. Pengajaran kimia di SMA selama ini cenderung hanya menekankan pada salah satu pendekatan saja yaitu pendekatan makroskopis, sedangkan pendekatan mikroskopis jarang diberikan. Peneliti menduga apabila pengajaran kimia di SMA menerapkan kedua pendekatan tersebut sekaligus, yaitu pendekatan makroskopis melalui kegiatan belajar di kelas dan atau praktikum yang mengajak siswa mengkaji fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang pernah dialami atau dilihatnya, serta pendekatan mikroskopis melalui kegiatan belajar di kelas yang mengarahkan siswa mengkaji secara lebih rinci sebab dan akibat fenomena tersebut serta hal-hal penting lainnya yang berkaitan dengan fenomena tersebut, maka hasil belajar siswa akan lebih optimal. Secara lebih tegas rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:

a.       Bagaimanakah tingkat pemahaman siswa kelas II SMA Negeri di Gorontalo dalam memahami konsep asam-basa ditinjau dari aspek makroskopis-mikroskopis?”

b.      Bagaimanakah pola-pola kesalahan siswa kelas II SMA Negeri di Gorontalo dalam memahami konsep asam-basa ditinjau dari aspek makroskopis-mikroskopis?”

c.       Bagaimanakah keefektifan pendekatan makroskopis-mikroskopis dalam meningkatkan hasil belajar siswa?


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

 

2.1  Pengertian dan Pentingnya Pemahaman Konsep Kimia dengan Benar

            Berbagai macam definisi konsep dikemukakan oleh para ilmuan, hal itu merupakan indikator bahwa konsep memiliki arti yang tidak sederhana. Winkel (1987:87) mendefinisikan konsep sebagai suatu arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Richart (dalam Suparno, 1997) mengemukakan bahwa konsep adalah sesuatu yang umum atau representasi intelektual yang abstrak dari suatu situasi, suatu objek atau peristiwa, suatu akal pikiran, suatu ide atau gambaran mental. Selanjutnya Berg (1991:8) mengartikan konsep sebagai abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antar manusia dan memungkinkan manusia untuk berpikir. Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep adalah gagasan-gagasan yang menggambarkan ciri-ciri umum suatu sekumpulan objek atau peristiwa dengan ciri-ciri tertentu yang dapat mempermudah komunikasi antar manusia serta memungkinkan manusia untuk berpikir. 

            Berdasarkan keberadaan konsep, para ahli seperti Vygotsky (dalam Wertsch, 1985:102) membedakan konsep kedalam dua kategori yaitu konsep spontan, yakni konsep yang diperoleh siswa dari kehidupan sehari-hari (di luar sekolah), dan konsep ilmiah, yakni konsep yang diperoleh siswa dari pelajaran di sekolah. Gagne (1977:96) mengkategorikan konsep kedalam dua jenis yaitu konsep konkrit dan konsep terdefinisi. Konsep konkrit adalah abstraksi atau gagasan yang ditemukan dari obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa konkrit, sedangkan konsep terdefinisi merupakan gagasan yang diturunkan dari obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa abstrak. Konsep konkrit contohnya adalah konsep tentang pemuaian, misalnya logam bila dipanaskan akan memuai. Konsep terdefinisi yang diturunkan dari obyek abstrak contohnya adalah konsep tentang atom, ion, molekul, elektron, atau peristiwa-peristiwa abstrak lainnya seperti keasaman, kesetimbangan, potensial kimia, pembentukan ikatan antara dua atom atau lebih menjadi suatu senyawa, dan pemutusan ikatan dalam senyawa melalui reaksi kimia.

            Dalam mempelajari ilmu kimia, siswa banyak dikenalkan dengan konsep-konsep yang abstrak (Wiseman, 1981). Namun, oleh karena obyek yang abstrak tersebut tidak dapat ditampakkan, maka pengungkapan konsep-konsep abstrak tersebut diberikan melalui definisi. Atau dengan cara lain guru memberikan gambaran yang mewakili konsep abstrak tersebut. Misalnya konsep tentang atom yang digambarkan dengan bola. Berkaitan dengan hal ini Ibnu (1989) mengemukakan bahwa siswa kadangkala mengidentikkan antara konsep sebenarnya dengan obyek yang dijadikan sebagai penggambaran konsep tersebut. Hal ini akan menyulitkan siswa dalam memahami konsep atom bahkan berimplikasi pada salah konsep.

            Disamping abstrak, seringkali nama/simbol dari konsep memiliki lebih dari satu arti. Sebagai contoh konsep “asam” dalam ilmu kimia dapat diartikan sebagai: 1) suatu zat yang dapat memerahkan lakmus biru; 2) suatu zat yang dalam air dapat memberikan ion H+; 3) suatu zat kimia yang memiliki pH < 7; 4) suatu zat yang dalam larutannya dapat meningkatkan kation karakteristik dari pelarut. Disamping itu, asam dapat pula diartikan sebagai rasa masam sebagaimana arti asam dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena-fenomena tersebut di atas, menunjukkan begitu pentingnya pemahaman konsep siswa yang benar dalam mempelajari konsep-konsep dalam ilmu kimia.

             Bahan kajian dalam ilmu kimia mencakup antara lain hukum, prinsip, dan teori. Hukum, seperti hukum kekekalan massa yaitu pada reaksi kimia, massa zat pereaksi sama dengan massa zat hasil reaksi, mencakup konsep tentang reaksi kimia, massa zat, pereaksi, dan hasil reaksi. Prinsip, misalnya prinsip Le Chatelier yaitu apabila pada sistem setimbang diberikan gangguan maka akan terjadi pergeseran kesetimbangan yang arahnya adalah untuk memperkecil pengaruh gangguan tersebut, mencakup konsep tentang kesetimbangan, gangguan, dan arah pergeseran kesetimbangan. Teori, misalnya teori ikatan valensi yaitu teori yang menyatakan bahwa ikatan kovalen terbentuk akibat pemasangan elektron antara dua atom setelah terjadi tumpang tindih orbitalnya, mencakup konsep tentang ikatan kovalen, elektron, tumpang tindih, dan orbital.

            Uraian di atas menunjukkan bahwa setiap konsep tidak berdiri sendiri melainkan berhubungan dengan konsep yang lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsep-konsep merupakan batu-batu pembangun (building blocks) berpikir bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip, hukum-hukum dan teori-teori. Untuk memecahkan masalah, seseorang harus mengetahui aturan-aturan yang relevan, dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya (Dahar, 1989:79).

            Menyadari peranan konsep-konsep sebagai batu pembangun berpikir, maka pemahaman konsep secara benar menjadi sangat penting untuk dimiliki mahasiswa. Pemahaman konsep-konsep secara benar merupakan landasan untuk dapatnya seseorang memahami fakta-fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip dan teori-teori di dalam ilmu kimia secara benar. Selain hal tersebut, pemahaman konsep secara benar akan menghasilkan penerapan konsep yang benar yaitu sebagai landasan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan Iptek. Itulah sebabnya bebarapa peneliti pendidikan seperti Ausubel, Piaget, Gagne, Driver, Osborne dan Wittrock berpendapat bahwa hal yang terpenting untuk dibawa oleh setiap siswa ke dalam ruang kelasnya adalah konsep-konsep yang telah mereka miliki dan kuasai (Griffith & Preston, 1992). Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman yang benar atas suatu konsep merupakan hal yang sangat penting, karena pemahaman yang salah memungkinkan terjadinya pemahaman yang tidak tepat terhadap konsep-konsep lain yang berkaitan.

 

2.2   Pandangan Para Ahli tentang Teori Pemerolehan Konsep

            Pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri yang sedang menekuninya (Glasersfeld dalam Suparno, 2001). Bila yang sedang menekuni adalah siswa, maka pengetahuan itu adalah bentukan siswa sendiri. Maka pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah jadi, yang ada di luar kita, tetapi sesuatu yang harus kita bentuk sendiri dalam pikiran kita. Proses pembentukan ini berjalan terus menerus dengan setiap kali terjadi reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru.

Berdasarkan teori perkembangan intelek Piaget, pemerolehan konsep berkaitan dengan proses pembentukan skema atau skemata. Skema merupakan struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Wadsworth dalam Suparno, 1997). Proses pembentukan skema melibatkan dua aktivitas, yaitu asimilasi dan akomodasi.

            Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep, atau pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya (Suparno, 1997:31). Asimilasi terjadi bila ciri-ciri perangsang atau informasi baru bersesuaian dengan ciri-ciri skema yang telah dimilikinya.

            Apabila ciri-ciri perangsang tersebut tidak cocok dengan ciri-ciri skema yang telah ada maka perangsang tersebut tidak diasimilasikan. Dalam hal ini seseorang dapat melakukan dua hal, yaitu: (1) menciptakan skema baru yang dapat cocok dengan rangsangan yang baru, atau (2) memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1997:32). Dua alternatif ini merupakan bentuk-bentuk dari akomodasi.

            Dalam perkembangan intelek seseorang diperlukan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Hal ini disebut dengan ekuilibrasi (equilibration atau self regulation), yaitu pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Seseorang yang selalu mengadakan asimilasi akan tetapi jarang melakukan akomodasi cenderung memiliki skema yang luas. Sebaliknya, seseorang yang hanya melakukan akomodasi dan tidak pernah melakukan asimilasi cenderung memiliki skema yang banyak jumlahnya akan tetapi skemata itu cenderung memiliki tingkat keumuman yang kecil (Sund & Trowbridge, 1973:42).

            Berkaitan dengan perolehan konsep, asimilasi terjadi bila ciri-ciri konsep baru dapat cocok dengan ciri-ciri skema yang telah ada. Misalnya, seorang siswa yang baru belajar konsep tentang ion, yaitu atom atau molekul yang bermuatan, di dalam pikirannya akan dimiliki skema tentang ion. Kalau dalam proses belajar selanjutnya ia bertemu dengan konsep tentang ion positif (kation) dan ion negatif (anion) maka ia akan memiliki skema yang sama tentang ion. Bedanya adalah skemanya tentang ion diperluas dan diperinci lebih lengkap. Akomodasi terjadi bila ciri-ciri konsep baru tidak cocok dengan ciri-ciri skema yang telah ada. Misalnya, seorang siswa yang belajar konsep asam-basa berdasarkan teori Lewis di dalam pikirannya akan memiliki skema tentang asam-basa Lewis. Apabila pada proses belajar selanjutnya dia mempelajari konsep asam-basa Bronsted-Lowry, maka dia akan menemukan adanya perbedaan antara konsep asam-basa Bronsted-Lowry dengan konsep asam-basa Lewis yang telah ada dalam skemanya. Untuk itu dia harus mengakomodasi skemanya yaitu dengan memodifikasi skema asam-basa yang dimilikinya. Namun, apabila pada proses belajar selanjutnya dia mendapatkan konsep tentang polarisasi, maka ciri-ciri dari konsep baru ini tidak akan cocok dengan ciri-ciri skema asam-basa yang telah dimilikinya. Untuk itu dia harus melakukan akomodasi, yaitu menciptakan skema baru, skema tentang polarisasi.

            Jika Piaget memandang pemerolehan konsep terjadi bila konsep baru tersebut dapat dikaitkan dengan skemata yang telah ada, maka pandangan Ausubel menekankan pada bagaimana anak dapat belajar secara bermakna. Proses belajar bermakna menurut Ausubel merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif. Konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif tersebut menurut Ausubel (1963:85) dapat berfungsi sebagai pengatur awal (advance organizer) untuk menghubungkan dan membantu memahami konsep baru yang diterimanya.

Struktur kognitif yang dimiliki siswa dapat berupa bangunan konsep yang saling berkaitan satu sama lainnya dan dapat pula berupa sekumpulan konsep yang saling berdiri sendiri. Jenis struktur kognitif ini berhubungan dengan ciri ilmu yang dipelajari serta sumber proses belajar yang diterapkan dalam mempelajari suatu ilmu. Proses pembentukan struktur kognitif yang diharapkan adalah menghasilkan prinsip belajar bermakna.

            Suatu proses belajar dapat dikatakan bermakna apabila: (1) siswa telah memiliki dan memahami dengan benar konsep-konsep dasar yang berhubungan dengan materi yang akan disajikan, (2) dapat mengaitkan (menggunakan) konsep-konsep dasar tersebut dengan informasi atau konsep baru yang diterimanya dengan cara mengorganisasi ke dalam bagian-bagian tertentu.

            Berkaitan dengan pemerolehan konsep ini, Bruner berpandangan bahwa pemerolehan konsep merupakan suatu proses interaktif yang berarti bahwa konstruksi pengetahuan terjadi karena adanya interaksi dengan lingkungan sehingga terjadi perubahan dalam diri anak. Kontruksi pengetahuan tersebut menurut Bruner harus dikaitkan dengan informasi yang telah diperoleh sebelumnya (Dahar, 1989:120). Penekanan Bruner yakni pada bagaimana anak dapat belajar sesuatu dengan cara penemuan empiris. Belajar penemuan ini merupakan suatu proses pencarian pengetahuan secara aktif oleh anak.

            Osborne dan Witrock memandang bahwa anak sebelum diajar telah mengembangkan pemahaman tentang peristiwa-peristiwa, istilah-istilah, dan strategi-strategi tertentu untuk memahami fenomena alam yang ada. Dengan demikian anak sewaktu memasuki kelas bukan dengan kepala kosong yang siap diisi dengan pengetahuan-pengetahuan atas asumsi guru. Menurut Osborne dan Witrock (1985:64) bahwa pemerolehan konsep merupakan hasil belajar generatif yang ciri utamanya adalah orang cenderung membentuk persepsi dan arti yang konsisten dengan hasil belajar awalnya.

Proses belajar menurut model Osborne dan Witrock diawali dengan kegiatan pikiran yang menyeleksi input atau stimulus yang ada untuk menentukan bagian-bagian yang perlu mendapatkan prioritas perhatian. Input yang mungkin tidak mempunyai arti inheren, akan mendapatkan arti sesuai pengalaman masa lampau sipebelajar. Pembentukan arti ini diawali dengan percobaan menghubungkan input dengan ingatan. Langkah berikutnya adalah memvalidasi pemahaman yang baru terbentuk melalui pengujian dengan aspek-aspek ingatan yang lain. Apabila semua langkah ini positif, maka pemahaman yang baru terbentuk akan disimpan dalam ingatan, sehingga struktur kognitif siswa semakin kaya dan kompleks (Ibnu, 1987:24). Jadi pada dasarnya model belajar generatif ini berhubungan dengan pengaruh ide-ide yang sudah ada, pemilihan derajat perhatian pada sensory input, perkembangan garis hubungan antara stimulus dengan aspek-aspek memory, proses validasi serta subsumsi arti dalam otak. Secara skematis belajar generatif atau pengolahan sensori input dalam otak siswa dapat dilihat dalam Bagan 2.1.

 

Otak menentukan apa dalam masukan yang perlu diperhatikan (2)

 
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


                        Bagan 2.1 Model Belajar Generatif  (Berg, 1991:14)

            Battencourt (dalam Suparno, 2001:5) menyebutkan bebarapa hal yang dapat membatasi proses konstruksi pengetahuan manusia, antara lain: (1) konstruksi kita yang lama, (2) domain dari pengalaman kita, dan (3) jaringan struktur kognitif kita. Hasil dan proses konstruksi pengetahuan kita yang lampau dapat menjadi pembatas konstruksi pengetahuan kita yang mendatang. Konsepsi kita yang lampau dapat membatasi konseptualisasi kita berikutnya. Unsur-unsur yang kita abstraksikan dari pengalaman yang lampau, cara kita mengabstraksi dan mengorganisir konsep-konsep, aturan main yang kita gunakan untuk mengerti sesuatu, semuanya memberikan pengaruh pada pembentukan pengetahuan berikutnya. Kaum konstruktivis menerangkan bahwa siswa mempunyai konsepsi yang berbeda-beda walaupun mereka berada dalam lingkungan dan situasi yang sama, serta mengikuti pelajaran yang sama.

            Dalam proses pembelajaran, apabila guru tidak menyadari pengetahuan awal siswa dan hanya terus menerus mengajarkan konsep atas asumsi sendiri, akan berakibat konsepsi siswa terhadap suatu topik tetap tidak dipengaruhi oleh apa yang diajarkan guru. Atau kemungkinan lain yang dapat terjadi adalah siswa akan memadukan konsepnya dengan konsep yang diajarkan, sehingga cenderung tidak sesuai dengan harapan. Berkaitan dengan pernyataan ini Ibnu (1989:27) mengemukakan bahwa kemungkinan yang terjadi dalam pikiran siswa sebagai akibat adanya konflik adalah sebagai berikut: (1) tetap berpegang pada konsep lama dan menolak sepenuhnya konsep yang baru diperkenalkan, (2) memahami konsep baru secara tidak utuh, dikombinasikan dengan aspek-aspek konsep yang lama atau digunakan secara bergantian dalam situasi yang dianggap cocok, (3) mengadopsi secara utuh konsep yang baru dan meninggalkan konsep yang lama.

            Uraian di atas memberikan makna bahwa pengetahuan awal siswa mempunyai peran sentral dalam proses belajar. Jika guru tidak memperhatikan konsepsi siswa sebelum  mengajarkan  konsep-konsep  baru,  maka  bekas-bekas  pengetahuan     yang  salah   atau   miskonsepsinya   dapat   menimbulkan   efek   yang   sangat  destruktif  dan selanjutnya hal ini akan berdampak negatif terhadap prestasi belajar anak (Berg:1991).

 

2.3  Perlunya Visualisasi dalam Pembelajaran Kimia

Dalam pembelajaran yang dilaksanakan dengan metode ceramah, informasi-informasi disampaikan secara verbal. Lambang-lambang verbal tersebut kemudian disampaikan kepada siswa melalui saluran gelombang-gelombang suara dan diterima siswa melalui indra pendengaran. Setelah itu, lambang-lambang tersebut diubah menjadi ide-ide kembali. Dalam proses ini seringkali terjadi kesalahan. Apa yang dimaksudkan oleh guru belum tentu sama dengan apa yang dipikirkan siswa. Sebagai akibatnya konsep-konsep yang diterima bisa berbeda dengan konsep-konsep yang dimaksud guru. Hal ini dapat dimengerti sebab lambang-lambang verbal hanya pengganti benda atau kejadian saja, dan bukan benda atau kejadian sendiri. Sifat gelombang verval sangat berbeda dengan kenyataan yang diwakilinya. Hal itu berbeda dengan lambang-lambang yang berupa gambar-gambar atau disebut lambang visual. Lambang visual ini tampak lebih nyata terjadinya kesalahan penerjemahan boleh dikatakan lebih kecil.

            Dalam pengajaran kimia visualisasi dapat diberikan melalui bermacam-macam bahan seperti model, gambar, bagan, atau diagram. Gagne mengemukakan alasan utama penyajian bahan visual ini adalah untuk membantu siswa memperoleh dan menyimpan kesan-kesan visual. Kesan-kesan ini penting dalam penyampaian keterampilan intelektual, membantu mengingat informasi verbal, dan yang lebih penting meningkatkan pemahaman konseptual. Pemberian visualisasi yang tepat akan mengurangi terjadinya kesalahan pengertian pada siswa terhadap konsep-konsep yang disampaiakan guru. Dengan visualisasi ini siswa selain menerima informasi secara verbal melalui penginderaan, siswa juga mendapatkan gambaran informasi tersebut dengan indera penglihatannya.

            Meskipun penggunaan gambar visual dapat memberikan beberapa keuntungan dalam proses pembelajaran, namun sisi lain dapat juga menimbulkan kesalahan konsep. Hal ini terjadi jika dalam memvisualisasikan suatu konsep dilakukan penyederhanaan yang berlebihan, akibatnya gambar visual tidak lagi mampu mengakomodasikan semua aspek yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari. Untuk menghindari kelemahan ini, seyogyanya penggunaan gambar-gambar visual diikuti dengan penjelasan konsep secara verbal.

 

2.4   Mengenal Penggambaran Mikroskopik

            Schams (2000) menjelaskan bahwa prestasi besar dari para ahli kimia adalah mereka mampu menguasai kehidupan melalui keberhasilannya dalam menemukan dan menjelaskan objek-objek yang sifatnya abstrak dan berukuran mikro, meskipun belum ada seorang pun dari mereka yang pernah melihat wujud sebenarnya dari objek-objek yang mereka jelaskan. Sebagai contoh penemuan tentang atom yang telah ada sejak berabad-abad lalu, tetapi hingga kini belum ada seorangpun mampu melihat wujud sebenarnya dari atom itu walaupun dengan alat tercanggih yang telah ada.

            Keadaan ini mengisyaratkan  adanya keterbatasan ilmu kimia dalam menjelaskan konsep-knsep yang nampaknya telah begitu dikenal dan dikuasai dengan baik, akan tetapi sebelumnya belum pernah dilihat secara nyata keberadaannya. Kehadiran konsep-konsep ini biasanya diketahui melalui pengamatan tentang gejala-gejala fisik yang ditimbulkan. Sebagai contoh adalah konsep asam basa. Menurut Arrhenius, asam adalah senyawa yang akan terurai menjadi ion H+ apabila dilarutkan dalam air dan basa adalah senyawa yang terurai menjadi ion OH- apabila dilarutkan dalam air.

            Larutan asam basa hanya dapat dilihat berdasarkan gejala fisik yang ditimbulkannya oleh perubahan warna pada suatu indikator, misalnya kertas lakmus yang berwarna biru akan berubah menjadi warna merah apabila dicelupkan kedalam larutan HCl, artinya larutan tersebut adalah bersifat asam atau sebaliknya kertas lakmus yang berwarna merah akan berubah menjadi warna biru apabila dicelupkan kedalam larutan NaOH, artinya larutan tersebut adalah bersifat basa, akan tetapi ditinjau dari segi mikroskopik, bahwa di dalam suatu larutan asam basa terdapat ion-ion yang terbentuk dari proses ionisasi.

Konsep tentang asam basa kuat dan asam basa lemah bersifat formal dan untuk membayangkannya diperlukan kemampuan berfikir pada tingkat mikroskopik. Penjelasan verbal saja tidak cukup untuk menjelaskan konsep-konsep tersebut diperlukan suatu model yang mengambarkan keadaan mikroskopik larutan asam basa. Suatu modal dapat mengembangkan keberadaan larutan asam basa tersebut di tinjau dari interaksi antara kation dan anion, serta sebagian senyawa yang tidak terionisasi dengan molekul-molekul pelarut disebut sebagai model penggambaran mikriskopik larutan asam basa.

            Model penggambaran mikroskopik merupakan suatu model gambar yang di desain sedemikian rupa. Untuk membayangkannya diperlukan kemampuan berfikir formal. Kemampuan berfikir formal merupakan kemampuan untuk membayangkan sesuatu yang abstrak, tetapi sesungguhnya ada meskipun tidak dapat di lihat. Keberadaannya dapat digambarkan dengan mengandalkan keterampilan logika. Dengan membiasakan pengunaan model penggambaran mikroskopik dalam mengajarkan suatu konsep kimia umumnya siswa akan memiliki pemahaman logika dan intelektual yang tinggi.    

   

2.5 Pentingnya Penggunaan Model Penggambaran Mikroskopik Dalam Memahami Konsep Kimia

 

Kegiatan proses belajar kimia, pada hakekatnya adalah proses komunikasi. Proses komunikasi yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan. Komunikasi dalam proses belajar mengajar terjadi antara siswa dan guru. Guru adalah sumber informasi dan siswa sebagai penerima informasi. Guru sebagai sumber informasi sebelum menyampaikan  ide-ide atau gagasan-gagasan kepada siswa, terlebih dahulu diubah menjadi kode-kode atau lambang-lambang tertentu dalam bentuk kata, gambar ataupun syarat. Kode atau lambang tersebut dikirimkan kepada siswa melalui saluran tertentu, kemudian siswa menerimanya melalui panca inderanya. Kode atau lambang yang diterima  oleh siswa itu kemudian diubah kembali menjadi ide atau gagasan dan dimiliki oleh siswa. Dalam menterjemahkan kembali kode atau lambang menjadi ide-ide atau gagasan-gagasan, seringkali terjadi kesalahan antara apa yang dimaksudkan oleh guru tentang makna yang tersirat dalam suatu kata tidak sama dengan apa yang diartikan oleh siswa dalam menterjemahkan kembali kode atau lambang menjadi ide-ide atau gagasan. Akibatnya konsep yang diterima oleh siswa tidak sama dengan apa yang dimaksudkan oleh guru. Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam komunikasi perlu ada visualisasi  dengan menggunakan lambang-lambang visual atau lambang yang berupa gambar. Dengan adanya lambang visual ini kesalahan penerjemahan terhadap lambang-lambang akan lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan lambang verbal karena lambang visual tampak lebih nyata.

Dalam kaitannya dengan pembelajaran kimia, penggunaan lambang-lambang visual adalah penting berkenaan dengan karakteristik kimia yang sarat dengan konsep abstrak. Dengan menggunakan lambang visual akan memudahkan siswa untuk memahami konsep-konsep kimia yang bersifat abstrak. Dimana melalui gambaran dapat diberikan pemahaman yang lebih berarti dan membantu kemampuannya untuk memahami suatu konsep Kleimen (Dalam Sihaloho, 2001 ;   24). Bentuk visualisasi yang dapat digunakan dalam pembelajaran kimia adalah model penggambaran mikroskopik.

Model penggambaran mikroskopik merupakan suatu benda karya manusia yang dibuat sedemikian rupa sehingga ciri-ciri diusahakan semirip mungkin dengan objek yang dijadikan dengan model. Model merupakan perantara yang dapat dilihat antara dunia imaginer mengenai suatu teori dengan dunia yang secara nyata.

Keuntungan penggunaan penggambaran mikroskopik dalam pembelajaran kimia berdasarkan hasil penelitian adalah : (1) dapat meningkatkan kemampuan pemahaman mengenai gejala apa yang terjadi pada tingkat mikroskopik (Dasna, 2000; 296). (2) meningkatkan ingatan pemahaman siswa, (3) dapat digunakan sebagai alat evaluasi untuk mengetahui pemahaman konsep siswa pada tingkat mikroskopik (Smith, 2001).

 

 

 

2.6   Konsep Asam Basa

 

Asam dan basa merupakan zat kimia yang banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Contoh asam adalah asam asetat dalam cuka, asam sulfat dalam air aki. Contoh basa adalah kalsium hidroksida dalam air kapur. Istilah asam berasal dari bahasa latin asetum yang berarti cuka, sedangkan istilah basa berasal dari bahasa Arab alkali yang artinya abu. Asam dan basa mempunyai sifat-sifat tertentu yang dapat membantu kita mengenali zat tersebut. Sifat asarn dan basa dapat diidentifikasi dengan menggunakan indikator. Indikator adalah bahan kimia yang warnanya tergantung pada keasaman dan kebasaan larutannya. Salah satu contoh indikator tersebut adalah lakmus (litmus). Lakmus adalah indikator vang memerah ketika dikenai asam dan membiru ketika dikenai basa. Pengertian asam dan basa pada awalnya dikaitkan dengan sifat-sifat larutannya. Asam adalah suatu larutan yang rasanya masam, memerahkan lakmus biru, bereaksi dengan logam aktif untuk membetuk hidrogen dan menetralkan basa. Sedangkan basa adalah suatu larutan yang berasa pahit, terasa licin seperti sabun, membirukan laksmus merah dan menetralkan asam. Definisi tentang asam dan basa tersebut sangatlah terbatas. Oleh karena itu, teori-teori tentang asam dan basa terus berkembang. Salah satu teori tersebut adalah teori asam-basa Arrhenius.

 

Teori Asam dan Basa Arrhenius

Menurut Arrhenius, asam adalah suatu spesies yang dalam air terdisosiasi menghasilkan ion hidrogen (H+).

Contoh:   HCl(aq)                  H+ (aq)   +  Cl-(aq)

                       HNO3 (aq)                     H+(aq)  +  NO3-(aq)

Dalam pelarut air, ion H+ tidak dapat berdiri sendiri, sehingga ion H+ dari asam diikat oleh air menjadi ion hidronium (H3O+). Dengan demikian dapat dianggap bahwa asam adalah zat yang dapat menghasilkan ion H+ atau ion H3O+ bila dilarutkan dalam air. Dari rumusnya terlihat bahwa setiap asam Arrhenius mengandung unsur hidrogen. Ciri khas asam adalah dalam pelarut air zat tersebut mengion menjadi ion positif (H+) dan ion lain yang bermuatan negatif disebut sisa asam. Dengan demikian, sifat asam disebabkan adanya ion H+.

Menurut Arrhenius, basa adalah suatu spesies yang dalam air terdisosiasi  menghasilkan ion hidroksil (OH-).

Contoh: NaOH(aq)                       Na+(aq) + OH-(aq)

Secara umum, basa Arrhenius adalah hidroksil-hidroksil logam yang dapat dirumuskan sebagai M(OH)x, yang dalam air mengion menurut persamaan berikut:

M(OH)x                     Mx+          (aq) +  xOH-(aq)

Dari rumusnva terlihat bahwa setiap basa Arrhenius mengandung ion hidroksil (OH-) dan ion lain yang bermuatan positif disebut sisa basa. Dengan demikian, sifat basa disebabkan adanya ion OH-.

 

Kekuatan Asam-Basa

Senyawa asam dan basa, berdasarkan kekuatannya dapat digolongkan menjadi asam kuat, asam lemah, basa kuat dan basa Lemah. Kekuatan asam ditentukan oleh kemampuan menghasilkan ion H+. Semakin hanyak ion H+  yang  dihasilkan maka  sifat asam semakin kuat. Begitu juga kekuatan basa, sangat ditentukan oleh kemampuan menghasilkan ion OH-. Semakin banyak ion OH- yang dihasilkan maka sifat basa semakin kuat. Jumlah ion H+ atau ion OH- yang dihasilkan ditentukan oleh nilai derajat ionisasi (α), yang dirumuskan sebagai berikut:

Derajat ionisasi =    jumlah mol terionisasi

                                                       jumlah mol mula-mula

 

Asam kuat

Asam kuat merupakan senyawa elektrolit kuat. Di dalam air, asam ini akan terionisasi secara sempurna menghasilkan ion H+, yaitu seluruh molekul asam membentuk ion. Jumlah mol zat yang terionisasi sama dengan jumlah mol zat mula-­mula sehingga harga derajat ionisasi sama dengan satu (α = 1). Dalam penulisan reaksi ionisasi asam kuat, digunakan dengan satu anak panah yang menyatakan bahwa seluruh asam terionisasi. Contoh larutan HBr, HI, dan HNO3.

 

Basa kuat

Basa kuat merupakan elektrolit kuat, di datam air akan terionisasi sempurna menghasilkan ion OH-  yaitu seluruh molekul basa membentuk ion. Oleh karena itu, harga derajat ionisasi basa kuat sama dengan satu (α=1). Dalam penulisan reaksi ionisasi basa kuat, digunakan dengan satu anak panah yang menyatakan bahwa seluruh basa terionisasi.

Contoh: NaOH(aq)                  Na+(aq)  +   OH- (aq)

 

 

Asam Lemah

Asam lemah merupakan elektrolit lemah, didalam air tidak dapat terionisasi sempurna, tetapi terionisasi sebagian menghasilkan ion H+. Harga derajat ionisasi asam lemah berkisar antara nol dan satu (0 < α < 1). Karena senyawa ini terionisasi tidak sempurna, maka masih ada molekul sisa (yang tidak terionisasi), sehingga terjadi reaksi kesetimbangan. Oleh karena itu, penulisan reaksi ionisasi asam lemah digunakan dua anak panah yang artinya kesetimbangan ionisasi memberat ke arah kiri. Contoh larutan CH3COOH, H2S, dan HF

 

Basa Lemah

Basa lemah merupakan elektrolit lemah, sehingga didalam air tidak dapat terionisasi sempurna melainkan terionisasi sebagian. Harga derajat ionisasi basa lemah berkisar antara nol dan satu (0 < α < 1). Karena senyawa ini terionisasi tidak sempurna, maka masih ada molekul sisa (yang tidak terionisasi), sehingga terjadi reaksi kesetimbangan. Oleh karena itu, penulisan reaksi ionisasi asam lernah digunakan dua anak panah yang artinya kesetimbangan ionisasi memberat ke arah kiri. Contoh: larutan NH4OH, Mg(OH)2.

Kesimpulan kekuatan asam-basa.

a.       Asam dan basa kuat terionisasi sempurna, sedangkan asam-basa lemah terionisasi sebagian.

b.      Makin besar harga Ka atau Kb makin kuat sifat asam atau basanya. Sebaliknya makin kecil harga Ka atau Kb makin lemah sifat asam atau basanya.

c.       Makin besar derajat ionisasi makin kuat sifat asam atau basanya.

pH larutan Asam-Basa

Untuk menyatakan banyaknya ion H+ yang dihasilkan dari ionisasi asam dalam larutan dengan pelarut air digunakan standar eksponen hidrogen atau pH yaitu pH = - log [H+]. Untuk menyatakan banyaknya ion OH- yang dihasilkan dari ionisasi basa digunakan besaran pOH yaitu:

pOH = -log [OH-]       dimana pH + pOH = 14.

pH suatu larutan menyatakan tingkat keasaman larutan tersebut. Derajat keasaman atau pH mempunyai harga dari 0 (nol) sampai dengan 14 (empat belas). Oleh karena itu, pH suatu larutan dapat diperkirakan sebagai berikut:

Larutan asam: pH < 7 atau H+ > 10-7

Larutan basa: pH > 7 atau H+ < 10-7

Larutan netral: pH = 7 atau H+ = 10-7

pH larutan dapat diperkirakan secara langsung dengan menggunakan pH meter. Perkiraan pH larutan yang sederhana dapat menggunakan kertas indikator universal dan larutan indikator asam-basa.

 

Indikator universal

Indikator adalah suatu alat untuk menunjukkan suatu zat bersifat asam atau basa. Indikator universal adalah gabungan dari beberapa indikator. Ada yang berupa larutan dan ada yang berupa kertas serap yang dikemas dalam kotak yang dilengkapi dengan peta warna. Perkiraan pH dengan menggunakan kertas indikator universal dilakukan dengan cara meneteskan kertas dengan larutan yang diuji kemudian membandingkannya dengan peta warna. Warna kertas indikator universal ditunjukkan pada Tabel 2.1 dibawah ini.

 

Tabel 2.1 Warna indikator universal pada berbagai pH

 

 

pH

Warna kertas indikator Universal

pH

Warna kertas indikator Universal

1

Merah

8

Biru

2

Merah lebih muda

9

Biru muda

3

Merah muda

10

Ungu sangat muda

4

Merah jingga

11

Ungu muda

5

Jingga

12

Ungu tua

6

Kuning

13

Ungu tua

7

Hijau

14

Ungu tua

 

 

2.7   Gambaran mikroskopis Asam-Basa

Gambaran mikroskopis asam-basa dibagi atas dua kategori yaitu gambaran mikroskopis asam-basa kuat dan asam-basa lemah.

a). Gambaran mikroskopis larutan asam kuat

Asam kuat berlaku sebagai elektrolit kuat. Jika HA merupakan asam kuat dalam air akan akan terionisasi sempurna membentuk ion H+ dan ion sisa asam (A-). Ion-ion tersebut akan disolvasi oleh molekul-molekul air (terhidrasi). Bila ion H+ digambarkan sebagai  o, dan ion A- sebagai O,  serta molekul air sebagai         Maka gambaran mikroskopis asam kuat HA, adalah seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Gambaran mikroskopis larutan asam kuat

Jika di dalam air asam kuat (HA) akan bereaksi dengan air membentuk ion hidronium (H30) dan ion sisa asam (A-). Ion-ion tersebut akan disolvasi oleh molekul air. Bila ion hidronium digambarkan sebagai       , maka gambaran mikroskopis larutan HA adalah seperti pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Gambaran Mikroskopis asam kuat

 

b). Gambaran mikroskopis larutan basa kuat

Basa kuat berlaku sebagai elektrolit kuat. Jika (MOH) merupakan basa kuat dalam air ia terionisasi sempurna membentuk ion logam (M+), dan ion hidroksil (OH-), dimana ion-ion tersebut akan disolvasi oleh molekul-molekul air. Bila ion M+ digambarkan sebagai        dan  ion  OH- sebagai         , serta  molekul air  sebagai

 , maka gambaran mikroskopis larutan basa kuat (MOH) adalah seperti pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Gambaran Mikroskopis basa kuat

c). Gambaran Mikroskopis Larutan garam hasil Reaksi Asam Kuat dan Basa   Kuat

 

Garam dari hasil reaksi antara asam kuat dan basa kuat berlaku sebagai elektrolit kuat yang terionisasi daliam air, membentuk ion-ion logam (M+) dan ion sisa asam (A-), dimana dalam larutan ion-ion tersebut akan disolvasi oleh molekul-molekul air. Bila ion M+ digambarkan sebagai       , dan ion A­- digambarkan sebagai      , serta molekul air sebagai        , maka gambaran mikroskopis larutan hasil reaksi asam kuat dan basa kuat adalah seperti pada Gambar 2.4

Gambar 2.4  Gambaran mikroskopis Garam

Garam-garam dari asam kuat dan asam lemah atau dari asam lemah dan basa lemah juga berlaku sebagai elektrolit kuat.

d). Gambaran mikroskopis larutan asam lemah

Asam lemah berlaku sebagai elektrolit lemah. Di dalam air sebagian kecil dari asam lemah (HA) terionisasi membentuk ion hidrogen H+, ion sisa asam (A-). Ion-ion tersebut akan disolvasi oleh molekul air sedangkan molekul asam lemah yang tidak terionisasi akan mengadakan interaksi dipol-dipol dengan molekul air. Bila ion  H+ digambarkan sebagai       , ion A- sebagai          ,molekul HA sebagai                         , dan molekul air sebagai            , maka gambaran mikroskopis larutan asam lemah adalah seperti pada Gambar 2.5

Gambar 2.5 Gambaran Mikroskopis asam lemah

 

e). Gambaran mikroskopis larutan basa lemah

Basa lemah berlaku sebagai elektrolit lemah. Di dalam air basa lemah M(OH) akan terionisasi sebagian membentuk ion logam M+ dan hidroksil (OH-). Ion logam M+ dan OH-  akan disolvasi oleh molekul-molekul air, sedangkan antara basa lemah yang tidak terion dan molekul air akan terjadi interaksi dipol-dipol. Bila ion M+ digambarkan sebagai       , ion OH- sebagai        , dan ion M(OH) sebagai            , serta molekul air sebagai          , maka gambaran mikroskopis larutan asam lemah seperti pada Gambar 2.6

Gambar 2.6 Gambaran Mikroskopis basa lemah

2.8. Hipotesis Penelitian

            Untuk menjawab permasalahan kedua, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: “Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan makroskopis-mikroskopis lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan dengan pendekatan makroskopis.


BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

 

 

3.1  Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a.        Mengetahui tingkat pemahaman siswa kelas II SMA Negeri di Gorontalo dalam memahami konsep asam-basa ditinjau dari aspek makroskopis-mikroskopis?”

b.        Mengetahui pola-pola kesalahan siswa kelas II SMA Negeri di Gorontalo dalam memahami konsep asam-basa ditinjau dari aspek makroskopis-mikroskopis?”

c.        Mengetahui keefektifan pendekatan makroskopis-mikroskopis dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

 

3.2  Manfaat Penelitian

Apabila penelitian ini memberikan hasil yang positif maka:

a.        Dalam jangka pendek, hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi nyata bagi upaya-upaya peningkatan hasil belajar siswa SMU untuk bidang studi kimia melalui penerapan pendekatan pembelajaran yang sesuai sehingga tercapai hasil belajar yang optimal.

b.        Dalam jangka panjang, penelitian ini memiliki kontribusi cukup signifikan untuk menghasilkan suplemen materi pembelajaran kimia di SMA untuk pokok bahasan asam basa baik ditinjau dari aspek makroskopis maupun mikroskopisnya. Suplemen ini akan menjadi salah satu referensi guru kimia dalam melaksanakan proses pembelajaran.


BAB IV

METODE PENELITIAN

 

4.1   Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan rancangan ganda yakni deskriptif dan eksperimen. Rancangan penelitian deskriptif digunakan berkaitan dengan tujuan penelitian (1) sedangkan rancangan eksperimen berkaitan dengan tujuan penelitian (2). Rancangan penelitian eksperimental yang digunakan adalah rancangan eksperimental semu (quasi–eksperimental design) seperti terlihat pada Tabel 3.1 berikut:

 

                               Tabel 4.1  Rancangan Penelitian Eksperimental Semu

 

Kelompok                       Pre-tes                    Perlakuan              Pasca-tes

Eksperimen                       O1                              X                          O2

Kontrol                              O3                              -                           O4

           

            Keterangan:  X = Pembelajaran dengan Makroskopis-Mikroskopis

                                O1 dan O3 =  Tes awal        

                              O2 dan O4 =  Tes akhir

 

 

4.2   Populasi dan Sampel Penelitian

                Populasi  penelitian ini adalah siswa kelas II SMA Negeri di Gorontalo  tahun pelajaran 2005/2006. Sampel penelitian adalah SMA Negeri 3 Gorontalo, SMA Negeri 1 Kabila, dan SMA Negeri 2 Gorontalo. Dari masing-masing sekolah diambil 2 kelas paralel yang memiliki kemampuan relatif sama, satu sebagai kelas eksperimen dan satu sebagai kelas kontrol.

4.3   Pengembangan Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tes awal dan tes akhir untuk materi asam basa. Tes ini dikembangkan oleh peneliti dengan mengacu kepada sebaran materi asam basa dalam kurikulum SMA.

 

4.4 Langkah-Langkah Pembelajaran untuk Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

 

Kelompok Eksperimen

Kelompok Kontrol

·         menjelaskan tujuan pembelajaran

·         penyajian materi dengan pendekatan makroskopis

·         memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya hal-hal yang belum dipahami, kemudian sebelum guru menjawab terlebih dahulu diberikan kesempatan kepada siswa lain untuk menjawabnya.

·         Memberikan LKS yang berisi konsep makroskopis dan mikroskopis kepada siswa.

·         Mengumpulkan LKS yang dikerjakan oleh siswa.

·         Mengajarkan materi dengan pendekatan mikroskopis.

·         Memberikan tes ulang dengan menggunakan LKS yang sama  dengan maksud siswa dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan konsep yang mereka lakukan sebelumnya.

·         Mendiskusikan hasil-hasil pekerjaan siswa

·         Membagikan LKS yang berisi konsep makroskopis dan mikroskopis untuk dikerjakan di rumah

·         Memberikan informasi kepada siswa tentang rencana pelaksanaan tes pada pertemuan berikutnya.

 

·         menjelaskan tujuan pembelajaran

·         penyajian materi dengan pendekatan makroskopis

·         memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya hal-hal yang belum dipahami, kemudian sebelum guru menjawab terlebih dahulu diberikan kesempatan kepada siswa lain untuk menjawabnya.

·         memberikan LKS yang berisi konsep makroskopis kepada siswa.

·         mengumpulkan LKS yang dikerjakan oleh siswa.

·         mendiskusikan hasil-hasil pekerjaan siswa

·         membagikan LKS yang berisi konsep makroskopis untuk dikerjakan di rumah.

·         memberikan informasi kepada siswa tentang rencana pelaksanaan tes pada pertemuan berikutnya.

 

 

 

 

4.5   Teknik Analisa Data

Analisis data yang dilakukan bertujuan untuk memberikan makna terhadap data yang telah dikumpulkan dari sampel penelitian dengan menggunakan pre-tes dan pasca tes untuk penarikan kesimpulan. Data penelitian ini akan dianalisa secara deskriptif dan secara inferensial.

 

a.   Analisis Deskriptif

                Teknik analisis data dilakukan untuk mencari tingkat pemahaman mahasiswa terhadap materi ikatan kimia pada masing-masing aspek yang dihitung dengan cara membandingkan antara jumlah skor seluruh mahasiswa dengan skor maksimum mahasiswa dikalikan 100%. Rumusnya adalah sebagai berikut:

 

Jika: P = 80 – 100%: tingkat pemahaman siswa pada soal tersebut sangat tinggi  

        P = 66 – 79%: tingkat pemahaman siswa pada soal tersebut tinggi

P = 56 – 65%: tingkat pemahaman siswa pada soal tersebut cukup

P = 31 – 55%: tingkat pemahaman siswa pada soal tersebut rendah

P = 0 – 30%: tingkat pemahaman siswa pada soal tersebut sangat rendah                                                                                                       (Arikunto, 1997:242)

b.   Analisis Inferensial.

Untuk menguji keefektifan pembelajaran dengan pendekatan mikroskopis-makroskopis yang diterapkan, maka data dari hasil eksperimen dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kovarians (ANACOVA), dimana skor tes awal (pre-tes) dijadikan sebagai kovarian. Penggunaan analisis kovarian ini didasarkan pada rancangan penelitian yang digunakan. Dengan teknik analisis ini akan dapat menjamin bahwa perbedaan hasil belajar siswa kedua kelompok tersebut jika ada semata-mata disebabkan oleh hasil dari perlakuan dan bukan karena perbedaan awal dari kelompok tersebut. Dengan demikian internal validity karena faktor perbedaan kemampuan awal dapat dibuat sekecil mungkin.


BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

                                                                                                                                                                                            

5.1  Hasil Penelitian  

            Dari hasil penelitian diperoleh persentase siswa yang memberikan jawaban benar item-item tes diberikan dalam Tabel 5.1.

 

                Tabel 5.1 Persentase Mahasiswa yang Memberikan Jawaban Benar

                                 Item Tes tentang Konsep Pembentukan Ikatan

 

Nomor Konsep

Aspek yang diteliti

Nomor

Item

Persentase Siswa

Persen-tase

SMA 2 Gto

SMA 3 Gto

SMA Kabila

Total

1

Identifikasi sifat asam-basa

1

2

3

4

 

98,41

85,48

90,45

88,88

90,81

94,59

94,50

90,45

86,40

91,48

83,87

79,03

83,87

83,87

82,66

92,29

86,34

88,26

86,38

88,32

2

Gambaran mikroskopis asam kuat dalam air

5

6

 

26,98

42,86

34,92

49,95

60,75

55,35

35,48

20,96

28,23

37,47

41,52

39,49

3

Gambaran mikroskopis asam lemah dalam air

7

8

 

28,57

26,98

27,77

52,65

17,55

35,1

40,38

12,90

26,64

40,53

19,14

29,83

4

Gambaran mikroskopis basa kuat dalam air

9

10

 

41,27

20,63

30,95

32,24

22,95

27,59

24,19

8,06

16,13

32,57

17,21

24,89

5

Gambaran mikroskopis basa lemah dalam air

11

12

 

26,98

44,44

35,71

33,75

36,85

35,30

3,22

8,06

5,64

21,32

29,78

25,55

6

Gambaran mikroskopis produk reaksi asam kuat ditambah basa kuat.

13

14

 

39,68

42,86

41,27

27,0

36,45

31,72

32,25

55,47

43,86

32,98

44,93

38,95

7

Kekuatan asam-basa

15

16

 

9,52

38,09

23,81

12,15

45,90

29,02

70,98

46,77

58,87

30,88

43,59

37,23

8

Hubungan antara konsentrasi dengan pH larutan asam-Basa

17

18

19

20

 

42,86

28,57

38,16

31,75

35,33

41,85

24,30

59,40

58,05

45,90

19,35

25,80

24,19

19,35

22,17

34,69

26,22

40,58

36,38

34,47

Rata-rata total

40,07

43,93

35,53

39,84

 

Keterangan:

*  Jumlah siswa SMA 2 Gto =  62 orang; SMA 3 Gto = 71 orang; SMA Kabila = 61 orang

*  Angka yang bercetak tebal merupakan harga rata-rata.

 

Hasil rata-rata pre-tes dan standar deviasi untuk siswa SMA Negeri 2 Gorontalo, SMA Negeri 3 Gorontalo, dan SMA Negeri 1 Kabila diberikan dalam Tabel 5.2

 

Tabel 5.2  Skor Rata-Rata Pre-tes dan Standar Deviasi siswa

          SMA Negeri 2 Gorontalo, SMA Negeri 3 Gorontalo,

                              dan SMA Negeri 1 Kabila

 

 

Siswa

Total

SMA 2

SMA 3

SMA Kabila

N

X

SD

62

7,5

5,9

71

10,9

5,4

61

7,7

3,1

194

8,7

4,8

           

Skor rata-rata pre-tes, post-tes dan standar deviasi siswa pada pembelajaran dengan pendekatan makroskopis (kelas kontrol) dan pembelajaran dengan pendekatan makroskopis-mikroskopis (kelas eksperimen) diberikan dalam Tabel 5.3 berikut ini.

Tabel 5.3 Hasil Rata-Rata Pre-tes, Post-tes dan Standar Deviasi siswa Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen

 

 

Pembelajaran dengan pendekatan makroskopis

Pembelajaran dengan pendekatan makroskopis-mikroskopis

Pre-tes

Post-tes

Pre-tes

Post-tes

N

X

SD

97

9,7

2,7

97

10,3

3,4

97

8,1

3,3

97

13,8

4,6

           

 

Data pada Tabel 5.3 menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan makroskopis-mikroskopis cenderung lebih efektif daripada pembelajaran dengan pendekatan makroskopis. Untuk mengetahui pembelajaran yang lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep asam basa, dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan teknik analisis kovarians atau ANACOVA. Hipotesis yang akan diuji adalah H0: “Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan makroskopis dengan kelompok yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan makroskopis-mikroskopis untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep asam-basa” Ikhtisar hasil pengujian ini secara ringkas disajikan dalam Tabel 5.4.

 

Tabel 5.4  Ikhtisar Hasil Pengujian Hipotesis

Hipotesis

Metode Statistik

Kriteria Pengujian

Data Hasil Pengujian

Data Tabel Statistik

Kesimpulan

 

H0

 

Uji F

 

Tolak H0  apabila

Fhitung > Ftabel

 

Fhitung =  42,88

 

F0,99 (1,191)  = 6,85

 

H0 dapat ditolak

 

 

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa perbedaan yang terjadi antara kelompok kontrol dan kelompok ekperimen adalah bukan disebabkan oleh nilai pre-tes siswa atau karena faktor kebetulan.

 

B.  Pembahasan Hasil Penelitian

1. Tingkat Pemahaman Materi Asam-Basa siswa SMA Negeri di Gorontalo

            Untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa tentang konsep asam-basa ada delapan aspek yang diteliti yaitu identifikasi sifat asam-basa, gambaran mikroskopis asam kuat dalam air, asam lemah dalam air, basa kuat dalam air, basa lemah dalam air, produk reaksi asam kuat ditambah basa kuat, dan kekuatan asam-basa, serta hubungan antara konsentrasi dengan pH larutan asam-basa.

 

1.1   Pemahaman tentang identifikasi sifat asam-basa

Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa siswa yang menjawab benar identifikasi sifat asam-basa 88,32%. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman siswa tentang identifikasi sifat asam-basa termasuk dalam kategori sangat tinggi.

 

1.2  Pemahaman tentang gambaran mikroskopis asam kuat dalam air

Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa siswa yang menjawab benar gambaran mikroskopis asam kuat (HCl dan H2SO4) dalam air adalah 39,49%  sedangkan yang memberikan jawaban salah sebanyak 60,51%. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman siswa tentang gambaran mikroskopis asam kuat dalam air termasuk kategori rendah.

1.3  Pemahaman tentang gambaran mikroskopis asam lemah dalam air

Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa siswa yang menjawab benar gambaran mikroskopis asam lemah (CH3COOH dan HCN) dalam air adalah 29,83%  sedangkan yang memberikan jawaban salah sebanyak 70,17%. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman siswa tentang gambaran mikroskopis asam lemah dalam air termasuk kategori rendah.

 

1.4  Pemahaman tentang gambaran mikroskopis basa kuat dalam air

Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa siswa yang menjawab benar gambaran mikroskopis basa kuat (KOH dan Ba(OH)2) dalam air adalah 24,89%  sedangkan yang memberikan jawaban salah sebanyak 75,11%. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman siswa tentang gambaran mikroskopis basa kuat dalam air termasuk kategori rendah.

 

1.5  Pemahaman tentang gambaran mikroskopis basa lemah dalam air

Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa siswa yang menjawab benar gambaran mikroskopis asam lemah (NH3 dan Al(OH)3) dalam air adalah 25,55%  sedangkan yang memberikan jawaban salah sebanyak 74,45%. Fakta ini menunjukkan bahwa

 

1.6  Pemahaman tentang gambaran mikroskopis produk reaksi asam kuat ditambah basa kuat

 

Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa siswa yang menjawab benar gambaran mikroskopis produk reaksi asam kuat ditambah basa kuat (KCl dan NaCl) dalam air adalah 38,95% sedangkan yang memberikan jawaban salah sebanyak 61,05%. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman siswa tentang gambaran mikroskopis produk reaksi asam kuat ditambah basa kuat termasuk kategori rendah.

  

1.7  Pemahaman tentang kekuatan asam-basa

Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa siswa yang menjawab benar kekuatan asam basa adalah 37,23% sedangkan yang memberikan jawaban salah sebanyak 62,77%. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman siswa tentang kekuatan asam-basa termasuk kategori rendah.

 

1.8  Pemahaman tentang hubungan antara konsentrasi dengan pH  larutan asam-basa

Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa siswa yang menjawab benar hubungan antara konsentrasi dengan pH larutan asam-basa adalah 34,47% sedangkan yang memberikan jawaban salah sebanyak 65,53%. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman siswa tentang hubungan antara konsentrasi dengan pH asam-basa termasuk kategori rendah.

 

2. Pola-Pola Kesalahan yang Dimiliki Siswa dalam Memahami Konsep Asam-Basa

 

            Pola-pola kesalahan siswa yang akan dibahas dalam bab ini adalah kesalahan yang pada umumnya dimiliki oleh siswa. Untuk memberikan gambaran lebih mendalam mengenai pola-pola kesalahan siswa dalam memahami konsep asam basa, berikut ini disajikan pembahasan untuk setiap aspek yang diteliti.

 

 

a. Kesalahan siswa dalam memberikan gambaran mikroskopis asam kuat dalam air

Siswa yang tidak dapat memberikan gambaran mikroskopis HCl dan H2SO4 dalam air diperoleh sebanyak 47,46% menjawab bahwa asam kuat tidak terionisasi dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena siswa tidak memahami bahwa di dalam air HCl dan H2SO4 terionisasi sempurna membentuk ion H+ dan Cl- untuk HCl dan 2H+ dan SO42- untuk H2SO4. Kesalahan lainnya yakni HCl dalam air terurai menjadi unsur-unsurnya (H dan Cl) sedangkan H2SO4 terurai menjadi H dan SO4. Kesalahan ini terjadi pada siswa sebanyak 4,78%. Siswa yang memberikan jawaban tersebut dianggap tidak memahami bahwa setelah atom terpisah dari senyawanya maka akan membentuk ion (kation dan anion).

b. Kesalahan siswa dalam memberikan gambaran mikroskopis asam lemah dalam air

Siswa yang tidak dapat memberikan gambaran mikroskopis HCN dan CH3COOH dalam air diperoleh sebanyak 36,68% menjawab bahwa asam lemah terionisasi sempurna dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena siswa tidak dapat memahami bahwa asam lemah dalam air hanya sebagian kecil terurai menjadi ion-ion, sehingga masih ada sebagian besar zat terlarut dalam bentuk tidak terionisasi (senyawa). Kesalahan lainnya yang terjadi pada 27,89% siswa yakni HCN dan CH3COOH dalam air tidak terionisasi menjadi ion-ionnya. Siswa yang memberikan jawab ini dianggap tidak dapat membedakan konsep tentang ionisasi sebagian dan ionisasi sempurna.

c. Kesalahan siswa dalam memberikan gambaran mikroskopis basa kuat dalam air

Siswa yang tidak dapat memberikan gambaran mikroskopis KOH dan Ba(OH)2 dalam air diperoleh sebanyak 55,27% menjawab bahwa basa kuat tidak terionisasi dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena siswa tidak memahami bahwa di dalam air KOH dan Ba(OH)2 terionisasi sempurna membentuk ion K+ dan OH- untuk KOH dan Ba2+ dan OH- untuk Ba(OH)2. Kesalahan lainnya yakni KOH dalam air terurai menjadi K dan OH sedangkan Ba(OH)2 terurai menjadi Ba dan OH. Kesalahan ini terjadi pada siswa sebanyak 10,03%. Siswa yang memberikan jawaban tersebut dianggap tidak memahami bahwa setelah atom terpisah dari senyawanya maka akan membentuk ion (kation dan anion).

d.  Kesalahan siswa dalam memberikan gambaran mikroskopis basa lemah dalam air

Siswa yang tidak dapat memberikan gambaran mikroskopis NH3 dan Al(OH)3 dalam air diperoleh sebanyak 40,95% menjawab bahwa basa lemah terionisasi sempurna dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena siswa tidak dapat memahami bahwa basa lemah dalam air hanya sebagian kecil terurai menjadi ion-ion, sehingga masih ada sebagian besar zat terlarut dalam bentuk tidak terionisasi (senyawa). Kesalahan lainnya yang terjadi pada 19,35% siswa yakni NH3 dan Al(OH)3 dalam air tidak terionisasi menjadi ion-ionnya. Siswa yang memberikan jawab ini dianggap tidak dapat membedakan konsep tentang ionisasi sebagian dan ionisasi sempurna.

e.  Kesalahan siswa dalam memberikan gambaran mikroskopis Produk reaksi asam kuat ditambah basa kuat

 

Siswa yang tidak dapat memberikan gambaran mikroskopis KCl dan NaCl dalam air diperoleh sebanyak 33,14% menjawab bahwa KCl dan NaCl tidak terionisasi dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena siswa tidak memahami bahwa di dalam air KCl dan NaCl terionisasi sempurna membentuk ion K+ dan Cl- untuk KCl dan Na+ dan Cl- untuk NaCl. Kesalahan lainnya yakni KCl dan NaCl dalam air terurai menjadi unsur-unsurnya (K dan Cl serta Na dan Cl). Kesalahan ini terjadi pada siswa sebanyak 17,59%. Siswa yang memberikan jawaban tersebut menganggap bahwa hasil produk reaksi asam basa (KCl dan NaCl) dalam air tetap dalam bentuk senyawanya/tidak terionisasi.

f. Kesalahan siswa dalam memahami hubungan antara konsentrasi dengan pH larutan asam-basa

 

Kesalahan siswa dalam memahami hubungan antara konsentrasi dengan pH larutan asam-basa adalah sebagai berikut:

1.      Asam kuat yang memiliki konsentrasi sama namun volumenya berbeda maka pH dari asam tersebut akan berbeda. Dalam hal ini larutan dengan volume yang lebih kecil dianggap memiliki pH yang lebih kecil pula. Hal ini terjadi pada 41,71%.

2.      Basa kuat yang memiliki konsentrasi sama namun volumenya berbeda maka pH dari basa tersebut akan berbeda. Dalam hal ini larutan dengan volume yang lebih kecil dianggap memiliki pH yang lebih kecil pula. Hal ini terjadi pada 48,74%.

3.      Penambahan air pada larutan asam lemah akan memperkecil pH larutan tersebut. Hal ini terjadi pada 41,71% siswa.

4.      Penambahan air pada larutan basa lemah akan memperbesar pH larutan tersebut. Hal ini terjadi pada 26,13% siswa.

 

3. Pengujian Keefektifan Pembelajaran dengan Pendekatan Makroskopis- Mikroskopis untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Asam-Basa

 

Untuk keperluan ini digunakan kelompok kontrol (n = 97 orang) dan kelompok eksperimen (n = 97 orang).

Terhadap kedua kelompok ini diberikan perlakuan yang sama, baik dari segi materi yang diberikan maupun dosen yang mengajar, yang berbeda hanya pada pembelajarannya.

            Dari hasil pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kelompok yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan makroskopis-mikroskopis dengan kelompok yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan makroskopis dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan nilai rata-rata tes akhir antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen masing-masing diperoleh: untuk kelompok kontrol = 10,3 sedangkan untuk kelompok eksperimen = 13,8. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan makroskopis-mikroskopis lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep asam-basa.

Keefektifan yang ditunjukkan oleh hasil penelitian ini menandakan bahwa proses pembelajaran konsep asam-basa dengan pendekatan makroskopis-mikroskopis ditentukan oleh beberapa hal, diantaranya kesanggupan untuk memahami pengajaran, buku pelajaran, dan buku kerja (Nasution, 2000:42). Kesanggupan untuk memahami pengajaran berarti kemampuan siswa untuk menguasai bidang studi yang banyak tergantung pada kemampuan guru menyampaikan materinya.

Hofaker (1975) yang membahas tentang teori belajar Ausubel mengemukakan tentang suatu teori kognitif tentang belajar yang bermakna dan pentingnya advance organizers. Dalam teori kognitif tentang belajar yang bermakna suatu konsep akan mempunyai makna bila konsep tersebut sejajar dengan ide yang ada dalam pikiran seseorang yang disebut struktur kognitif. Jadi diperlukan suatu jembatan untuk menghubungkan suatu konsep baru dengan struktur kognitif dan fungsi ini dilakukan oleh advance organizers. Ausubel memerikan organizers dalam dua kategori yaitu expository organizers dan comparative organizers. Expository organizers digunakan bila materi pelajaran yang disampikan merupakan sesuatu yang baru sama sekali sehingga pelaksanaannya memerlukan suatu deskripsi mengenai konsep yang relevan dengan pengetahuan baru. Dalam hal ini pendekatan yang sesuai adalah pendekatan makroskopis-mikroskopis. Konsep yang betul-betul baru dideskripsikan lebih nyata dengan penggambaran makroskopis untuk membentuk struktur kognitif yang kuat, baru diikuti dengan pendekatan mikroskopis lebih detail yang seiring dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Model ini sesungguhnya sudah diadopsi di lingkungan pendidikan kita dengan nama pendekatan keterampilan proses yang merujuk pada proses inquiri (Soejitpto dan Soejitno, 1998:6). Rincian keterampilan proses menurut Commisionon Science Education of America Association for Advancement of Science (dalam Soejitpto dan Soejitno, 1998:4) meliputi: pengamatan, penggunaan hubungan ruang waktu, pengklasifikasian, penggunaan bilangan, pengukuran, pengkomunikasian, peramalan, dan identifikasi. Dalam tataran yang lebih tinggi keterampilan proses dimulai dari pengentrolan variabel, interpretasi data, perumusan hipotesis dan pendefinisian variabel. Dengan demikian perlu adanya expository organizers dalam tiap langkah keterampilan proses tersebut yang akan memperkuat pendekatan makroskopis-mikroskopis. Sedangkan comparative organizers digunakan bila bahan pelajaran relatif baru dikenalnya. Dikatakan relatif baru karena secara tidak langsung ide semacam itu sudah ada sehingga selain memberikan ide-ide baru juga meningkatkan discriminability, yaitu persamaan dan perbedaan, struktur kognitif yang baru dengan yang sudah ada, lebih tepat disebut klarifikasi. Dalam hal ini pendekatan yang sesuai adalah pendekatan mikroskopis-makroskopis. Konsep-konsep baru disajikan detail dan dicari persamaan dan perbedaannya sekaligus peristiwa nyatanya dengan penggambaran makroskopis. Hal ini merupakan klarifikasi teori yang sudah ada di dalam struktur kognitifnya yang berupa gambaran mikriskopis dan diklarifikasikan dengan gambaran makroskopis. Pada penelitian Russel (1997) dengan jelas ditunjukkan suatu model pembelajaran yang memadukan gambaran makroskopis dan gambaran mikroskopis, diagram dan persamaan reaksinya. Dengan jelas pula dikatakan bahwa ada hubungan langsung antara gambaran mikroskopis dengan fenomena nyata yang teramati sehingga dapat memfasilitasi pemahaman siswa terhadap suatu konsep kimia. Dengan kata lain, beragam simbol-simol mikroskopis dapat digunakan sebagai penerjemah informasi untuk memahami informasi lain yang lebih nyata. Karena visualisasi ini, gambaran mikroskopis dapat dibawa menunju pemahaman yang lebih nyata (gambaran makroskopis). 

           

 


BAB VI

PENUTUP

 

6.1.  Kesimpulan

            Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diberikan pada Bab V, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

a. Tingkat pemahaman siswa tentang:

a). Identifikasi sifat asam-basa termasuk dalam kategori sangat tinggi.

b). Gambaran mikroskopis asam kuat dalam air termasuk kategori rendah.

c). Gambaran mikroskopis asam lemah dalam air termasuk kategori rendah.

d). Gambaran mikroskopis basa kuat dalam air termasuk kategori rendah.

e). Gambaran mikroskopis basa lemah dalam air termasuk kategori rendah.

b. Pola-pola kesalahan siswa dalam memberikan gambaran mikroskopik adalah:

a)      Siswa tidak memahami bahwa di dalam air HCl dan H2SO4 terionisasi sempurna membentuk ion H+ dan Cl- untuk HCl dan 2H+ dan SO42- untuk H2SO4.

b)      Siswa tidak memahami bahwa asam lemah dalam air hanya sebagian kecil terurai menjadi ion-ion, sehingga masih ada sebagian besar zat terlarut dalam bentuk tidak terionisasi

c)      Siswa tidak memahami bahwa di dalam air KOH dan Ba(OH)2 terionisasi sempurna membentuk ion K+ dan OH- untuk KOH dan Ba2+ dan OH- untuk Ba(OH)2.

d)     Siswa tidak dapat membedakan konsep tentang ionisasi sebagian dan ionisasi sempurna.

e)      Siswa menganggap bahwa KCl dan NaCl tidak terionisasi dalam air. Hal ini kemungkinan disebabkan karena siswa tidak memahami bahwa di dalam air KCl dan NaCl terionisasi sempurna membentuk ion K+ dan Cl- untuk KCl dan Na+ dan Cl- untuk NaCl.

f)       Asam kuat yang memiliki konsentrasi sama namun volumenya berbeda maka pH dari asam tersebut akan berbeda. Dalam hal ini larutan dengan volume yang lebih kecil dianggap memiliki pH yang lebih kecil pula.

g)      Basa kuat yang memiliki konsentrasi sama namun volumenya berbeda maka pH dari basa tersebut akan berbeda. Dalam hal ini larutan dengan volume yang lebih kecil dianggap memiliki pH yang lebih kecil pula.

h)      Penambahan air pada larutan asam lemah akan memperkecil pH larutan tersebut.

i)        Penambahan air pada larutan basa lemah akan memperbesar pH larutan tersebut.

c.        Pembelajaran kimia dengan pendekatan makroskopis-mikroskopis lebih efektif dibandingkan pembelajaran dengan pendekatan makroaskopis dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.

 

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

a.          Dalam membelajarkan konsep asam-basa diharapkan guru menjelaskan konsep tersebut dari dua sisi, yaitu sisi mikroskopis dan sisi makroskopis sehingga siswa dapat memahami konsep tersebut dengan lebih baik.

b.         Mengingat masih banyak siswa yang mengalami kesalahan secara konsisten dalam memahami gambaran mikroskopis asam-basa maka perlu dilakukan suatu pembelajan remidial untuk meluruskan kesalahan-kesalahan konsep yang terjadi pada siswa.


DAFTAR RUJUKAN

 

Berg, E.V. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Sebuah pengantar berdasarkan lokakarya di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, 7-10 Agustus 1990. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

 

Erman. 1997. Kajian Kesalahan Konsep dalam Materi Ikatan Kovalen Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia FKIP UNHALU. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS UM.

 

Fajaroh, F. 1996. Studi Tentang Kesalahan-Kesalahan Konsep dalam Reaksi Redoks dan Elektrokimia pada Siswa SMA Kelas III dan Mahasiswa IKIP Jurusan Pendidikan Kimia I, II, III, dan IV. Malang. Lembaga Penelitian IKIP Malang.

 

Griffith, A.K. and Preston, K.R. 1992. “Grade 12- Students’ Misconception Relating to Fundamental Characteristics of Atom and Molecules”.  Journal of Research in Science Teaching. 29 (6): 611-628.

 

Good, R, Kromhout, R.A, & Mellon, E.K. 1979. Piaget’s Work and Cmemical Education. Journal of Chemical Education. 57 (7): 428-435.

 

Huddle, P.A. 1996. “An In-Depth of Misconceptions in Stoichiometry and Chemical Equilibrium at a South African University”.  Journal of Research in Science Teaching. 33 (1): 65-77.

 

Huddle, P.A. and White, M.D. 2000. “Using a Teaching Model to Correct Known Misconceptions in Electrochemistry”.  Jornal of Chemical Education. 77 (1) :   104-110.

 

Ibnu, S. 1989. Kesalahan Konsep dan Konsekuensinya dalam Pengajaran IPA. Kumpulan Karangan Ilmiah. Malang: IKA IKIP Malang.

 

Kean, E. dan Midlecamp, C. 1985. Panduan Belajar Kimia Dasar. Jakarta: Gramedia.

 

Keenan, C.W., Kleinfelter, D.C., dan Wood, J.H. 1989. Kimia Untuk Universitas, Jilid I. Terjemahan oleh Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta: Erlangga

 

Maskil, R & Helena, P.J. 1997. Asking Model Questions. Education in Chemistry, 132-143

 

Nicoll, G. 2001. “A Report of Undergraduates’ Bonding Misconception”. International Journal of Science Education. 23 (7): 707-730.

 

Peterson, R.F., Treagust, D.F., & Garnet, P.J. 1986. “Identification of Secondary Students’ Misconception of Covalent Bonding and Structure Concepts Using A Diagnostic Instrumen”. Jornal of Research in Science Education. 16: 40-48.

 

Smith, K.J & Metz, P.A. 1996. Evaluating Student Understanding of Solution Chemistry Trough Microscopic Representation. Journal of Chemical Education. 73(3): 233-235.

 

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

 

Taber, K.S. 1994. “Misunderstanding The Ionic Bond”. Journal of Chemical Education. 31 (6): 100-103.

 

Winarti, A. 1998. Analisis Pemahaman Konsep Asam Basa Melalui Gambaran Mikroskopik dan Hubungannya dengan Kemampuan Berpikir Formal Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia FKIP UNLAM Banjarmasin. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP Malang.

 

Wiseman, F.L. 1981. “The Teaching of  College Chemistry, Role of Student Development”. Journal of Chemical Education. 58 (6): 484-488.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | MusrinSalila Template | Galeri Tinangkung
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2012. Galeri Tinangkung - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by MusrinSalila Template