Headlines News :
Home » » Pengaruh Pembelajaran Sistem Koloid Dengan Menggunakan Macromedia Flash Terhadap Hasil Belajar Dan Retensi Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPA SMA Neger

Pengaruh Pembelajaran Sistem Koloid Dengan Menggunakan Macromedia Flash Terhadap Hasil Belajar Dan Retensi Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPA SMA Neger

Written By Musrin Salila on Kamis, 08 April 2010 | 10.04

 BAB 1

PENDAHULUAN

 

1.1.    Latar Belakang Masalah

Upaya meningkatkan mutu pendidikan tidak hanya bergantung pada faktor guru saja, tetapi berbagai faktor lainnya juga berpengaruh untuk menghasilkan out put proses pembelajaran yang bermutu. Namun pada hakikatnya guru tetap merupakan unsur kunci utama yang paling menentukan, sebab guru adalah salah satu unsur utama dalam sistem pendidikan yang sangat mempengaruhi pendidikan. Pentingnya pendidikan dalam rangka peningkatan sumber daya manusia ini maka, jajaran Departemen Pendidikan Kebudayaan telah mengambil kebijakan ke arah penyempurnaan sistem pendidikan. Pendidikan  tidak lepas dari pelaku-pelaku pendidik itu sendiri yang dalam proses pembelajaran melakukan berbagai pendekatan, cara maupun strategi ke arah peningkatan mutu pendidikan. Pada pembelajaran kimia misalnya, guru menginginkan agar setiap materi ajar dapat dikuasai oleh siswa, begitu pula sebaliknya, siswa menginginkan agar setiap materi yang diajarkan bisa diserap dan dipahami oleh siswa itu sendiri, sehingga masalah yang terjadi memungkinkan untuk dipecahkan.

Secara garis besar, konsep-konsep dalam kimia dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu konsep konkrit dan konsep terdefenisi. Konsep konkrit digeneralisasi dari pengamatan langsung terhadap gejala alam atau hasil eksperimen, seperti misalnya konsep tentang wujud zat, dan konsep asam basa. Konsep terdefenisi adalah konsep yang ditetapkan dan digunakan untuk menjelaskan suatu obyek, misalnya peristiwa abstrak seperti ionisasi dan solvasi. Mampu di jelaskan dengan media pembelajaran macromedia flash.

Dalam pembelajaran kimia dituntut seorang guru harus mampu mengusai metode-metode pembelajaran yang menyenangkan yang dapat membuat siswa mampu menganalisis dan memahami materi dengan baik, sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif dan efisiensi, maka perlu adanya media pembelajaran berbasis flash yang di gunakan dengan tujuan agar konsep materi mudah difahami dalam peningkatan hasil belajar. Salah satu media alternatif yang digunakan untuk memberikan pemahaman konsep kepada siswa pada pelajaran  kimia  khususnya pada materi system koloid walaupun tidak lagi dengan melakukan eksperimen atau demonstrasi lewat laboratorium.

Selain strategi yang digunakan oleh guru sebagai pendidik, media juga merupakan komponen penting dalam pencapaian tujuan dalam suatu proses pembelajaran. Media yang tepat dan menarik perhatian tentunya akan lebih mudah untuk difahami peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Dengan adanya media, maka kegiatan pembelajaran juga tidak monoton sehingga menghindarkan timbulnya kebosanan pada peserta didik.

Dengan adanya kemajuan teknologi, maka media yang dapat digunakan pun kian beragam. Terutama sejak teknologi multimedia meningkat pesat akhir-akhir ini, maka pilihan media pun semakin beragam, terutama media yang berbasis software komputer. Salah satu media yang sangat menarik dan konkret adalah media berbasis Flash Macromedia Flash. Dengan media ini, maka proses pembelajaran pun menjadi menarik. Konsep-konsep abstrak pun dapat dijelaskan dengan konkret dan dengan tampilan animasi-animasi yang lebih berwarna. Bunurul (2008:) Pembelajaran dengan menggunakan software computer macromedia flash player lebih memotivasi siswa dalam pengembangan hasil belajarnya.  Software ini pun banyak digunakan untuk mendukung pembelajaran berbasis komputer (CAI). Namun, apakah dengan kecanggihan yang ditawarkan pembelajaran ini dapat menggantikan posisi guru masih merupakan tanda tanya besar.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam menanggulangi masalah tersebut adalah dengan menerapkan model pembelajaran dengan menggunakan media berbasis flash Macromedia Flash dengan tujuan mampu memberikan pemahaman konsepsi belajar siswa yang mandiri, epektif dan efisien serta menyenangkan.

Dari hasil observasi di kelas XI IPA SMA Negeri 1 Tapa, bahwa pembelajaran yang selama ini digunakan guru kimia masih kurang menumbuhkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Selama ini pembelajaran kimia disajikan dalam bentuk pembelajaran langsung seperti ceramah, tanya jawab, dan pemberian soal latihan tanpa menggunakan media pembelajaran.  Pada proses pembelajaran berlangsung, hanya beberapa siswa yang mampu mengemukakan pendapat atau ide serta kurangnya kerja sama antar siswa serta interaksi antara siswa dan guru. Pada observasi ini diperoleh data hasil belajar siswa pada konsep sistem koloid di tahun ajaran 2006/2007 jumlah persentase kelulusan dengan nilai ketuntasan 65 hanya 51 % (nilai asli), sedangkan di tahun ajaran 2007/2008 dengan nilai ketuntasan 65 mencapai 49% (nilai asli). Meskipun kita ketahui bahwa mata pelajaraan sistem koloid tergolong mudah untuk difahami dibandingkan dengan materi yang lain, namun penguasaan konsep tentang materi masih begitu rendah. Pada mata pelajaran sistem koloid yang pada dasarnya minimal harus diaplikasikan dengan melakukan demonstrasi atau eksperimen dilaboratorium sehingga siswa dikategorikan tidak hanya menghafal konsep tetapi mampu memahami konsep materi dengan baik. Ini tidak nampak dalam pembelajarannya, disebabkan karena laboratorium kimia di SMA Negeri 1 Tapa tidak dimanfaatkan dengan alasan alat-alat dan bahan laboratorium tidak memadai. Kaitannya dengan media pembelajaran dengan menggunakan makromedia flash, pola berpikir siswa dalam memahami konsep abstrak dari materi sistem koloid dapat diingat dan mudah  dipahami walaupun tanpa melakukan eksperimen di laboratorium. Sehingga, muncul inisiatif untuk melakukan penilitian dengan desain menggunakan makromedia flash.

Berdasarkan uraian diatas, maka mendorong penulis melakukan penelitian dengan judul : ” Pengaruh Pembelajaran Sistem Koloid  Dengan Menggunakan Macromedia Flash Terhadap Hasil Belajar Dan Retensi Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Tapa”.

 

1.2.    Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dirumuskan masalah dalam penelitian sebagai berikut :

1.      Apakah terdapat pengaruh pembelajaran sistem koloid yang menggunakan macromedia flash terhadap hasil belajar siswa dari pada pembelajaran tanpa menggunakan macromedia flash?

2.      Apakah terdapat pengaruh pembelajaran sistem koloid yang menggunakan macromedia flash terhadap retensi hasil belajar siswa dari pada pembelajaran tanpa menggunakan macromedia flash?

 

1.3.    Tujuan Penelitian

Sejalan dengan permasalahan yang di uraikan, adapun tujuan penelitian yaitu :

1.      Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran sistem koloid yang menggunakan macromedia flash terhadap hasil belajar siswa dari pada pembelajaran tanpa menggunakan macromedia flash.

2.      Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran sistem koloid yang menggunakan macromedia flash terhadap retensi hasil belajar siswa dari pada pembelajaran tanpa menggunakan macromedia flash.

 

 

1.4.    Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.      Memperoleh informasi tentang pengaruh penggunaan Macromedia Flash terhadap hasil belajar dan retensi hasil belajar siswa pada materi sistem koloid.

  1. Sebagai bahan pertimbanagan bagi para praktisi pendidikaan dalam meningkatkan pemahaman konsep sistem koloid oleh siswa melalui Macromedia Flash

 

1.5.    Batasan istilah

Untuk menghindari terjadinya perbedaan pengertian, maka perlu dijelaskan beberapa istilah yaitu:

1.      Macromedia flash adalah aplikasi pencipta objek animasi yang powerful. Ditambah dengan pembuatan objek grafis vektor yang terkandung di dalamnya, pemprograman Action Script. Animassi yang dimaksud yaitu dari gerak partikel-partikel atom dan molekul yang tidak nampak dengan panca indra, tidak bisa digeneralisasi dari pengamatan, harus dapat digeneralisasikan dengan teori.

2.      Hasil belajar  adalah kemampuan siswa dalam aspek pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi pada materi system koloid dimana kemampuan ini diperoleh melalui media pembelajaran macromedia flash. Kemampuan siswa dalam aspek tersebut dinyatakan dalam skor tes hasil belajar.

3.        Retensi hasil belajar adalah kemampuan siswa mengingat materi yang telah diajarkan oleh guru pada rentang waktu tertentu. Retensi hasil belajar siswa dalam hal ini dinyatakan dalam skor tes retensi  hasil belajar.

 

 

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

 

2.1. Keberhasilan Proses Belajar

Seorang guru yang profesional, dia tentu tidak sekedar bertugas mentransfer materi dan mengajarkan hafalan. Tetapi, dalam upaya membangun proses pencerdasan siswa, maka guru harus berani bertindak dan mengemukakan ide-ide yang inovatif untuk mampu mendorong tumbuhnya sikap kreatif siswa dan senantiasa kreatif untuk menampilkan pikiran-pikiran alternative. Di samping itu, guru juga dituntut tidak stagnan, melainkan terus secara dinamis mengembangkan diri melalui proses pembelajaran terbuka dan menyenangkan.

Dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien mengenai pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah harus menguasai tekhnik-tekhnik  atau metode mengajar (Soetardjo, 1998).

Tujuan mengajar adalah untuk mengadakan perubahan yang dikehendaki dalam tingkah laku seorang pelajar. Perubahan dilakukan seorang guru dengan menggunakan suatu strategi mengajar untuk mencapai tujuan dengan memilih metode yang tepat (Nur, 2000).

Upaya meningkatkan mutu pendidikan tidak hanya bergantung pada faktor guru saja, tetapi berbagai faktor lainnya juga berpengaruh untuk menghasilkan keluaran atau out put proses pengajaran yang bermutu. Namun pada hakekatnya guru tetap merupakan unsur kunci utama yang paling menentukan, sebab guru adalah salah satu unsur utama dalam sistem pendidikan yang sangat mempengaruhi pendidikan (Amiruddin, 1989).

Pengajaran adalah susunan informasi dan lingkungan yang memfasilitasi pembelajaran. Lingkungan tidak hanya tempat berlangsungnya pengajaran tetapi juga metode, media dan peralatan yang diperlukan untuk menyampaikan informasi dan membimbing siswa belajar. Penyusunan informasi, pilihan strategi pengajaran, menentukan lingkungan pengajaran menjadi tanggung jawab guru. Pembelajaran adalah pengembangan pengetahuan, keterampilan atau sikap baru pada saat individu berinteraksi dengan informasi dan lingkungan.

Proses pengajaran-pembelajaran mencakup pemilihan, penyusunan dan cara penyampaian informasi dalam suatu lingkungan yang sesuai dan cara siswa berinteraksi dengan informasi itu (Wartono, 2004).

 

2.2. Defenisi  Belajar dan Hasil Belajar Kimia

Belajar pada hakekatnya adalah proses perubahan tingkah laku. Hal ini memberikan informasi bahwa dalam belajar harus dilandasi oleh adanya perubahan. Proses perubahan terjadi selama jangka waktu tertentu. Winkel (1996 : 50) menyatakan bahwa adanya perubahan dalam pola perilaku inilah yang menandakan telah terjadi belajar. Makin banyak kemampuan yang diperoleh sampai menjadi milik pribadi, makin bayak pula perubahan yang telah dialami. Jadi banyaknya kemampuan yang dimiliki sebagai hasil dari belajar sebanding dengan banyaknya perubahan yang dialami.

Belajar menurut Cronbach dalam suryabrata (1994 : 247) adalah mengalami dan dalam mengalami itu si pelajar menggunakan panca indera. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan ioleh Winkel ( 1996 : 52 ) belajar terjadi dalam interaksi dengan lingkungan, dalam bergaul dengan orang-orang, dalam memegang benda, dan dalam menghadapi peristiwa. Selanjutnya Winkel ( 1996 : 53 ) mengemukakan bahwa belajar pada manusia dirumuskan sebagai berikut : ”suatu aktivitas mental / psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan, keterampilan, dan nilai serta sikap ”.

Dari berbagai definisi belajar diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan yang melibatkan aktivitas mental yang melairkan kecakapan baru melalui usaha keras dalam proses berkelanjutan.

Dalam proses belajar menghasilkan kemampuan–kemampuan belajar yang selanjutnya disebut hasil belajar. Secara sederhana, kemudian Winkel (1996: 51) menggolongkan kemampuan belajar dalam kemampuan kognitif yang meliputi keterampilan melakukan rangakaian gerak-gerik badan dalam urutan tertentu; kemampuan dinamik efektif yang meliputi sikap dan nilai yang meresapi perilaku dan tindakan.

Secara global, hasil belajar didefinisikan sebagai suatu bentuk perubahan tingkah laku yang dinyatakan dengan cara bertingkah laku yang baru sebagai hasil dari pengalaman dan latihan. Perubahan ini melingkupi kemampuan kognitif, sensorik, psikomotor, dan kemampuan dinamik. Pada umumnya dalam mengukur hasil belajar dapat dinyatakan dalam ukuran kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif hasil belajar dinyatakan dengan baik atau kurang baik, bagus atau kurang bagus. Sedangkan secara kuantitatif dinyatakan dengan angka.

Ilmu kimia sama halnya dengan ilmu pengetahuan yang lainnya dibangun oleh konsep, aturan-aturan, fakta-fakta, deskripsi, dan peristilahan. Sastrawijaya (dalam Kean dan Middlecaamp. 1984) menyatakan bahwa mempelajari kimia adalah mempelajari teori-teori, fakta-fakta, aturan-aturan, deskripsi, dan peristilahan kimia. Tetapi pembelajaran kimia tidak diartikan bahwa didalamnya hanya terdapat keharusan menyampaikan hukum, teori, fakta-fakta, aturan-aturan, deskripsi, model, dan peristilahan khusus. Dengan pelajaran kimia diharapkan tercapainya sikap positif pada siswa terhadap dunia spiritual ilmu pengetahuan kimia yang mendorong siswa untuk mampu berpikir kreatif, mengadakan analisis, dan memecahkan masalah. Sejalan dengan pandangan kontruktivistik yang dikemukakan Degeng (dalam Hariun 2003, Kean dan Middlecaamp. 1984), aktifitas belajar lebih banyak didasarkan pada data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis, analisis, membandingkan, generalisasi, memprediksi, dan menghipotesis.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat dikatakan bahwa kemampuan yang diperoleh dari mempelajari kimia atau hasl belajar kimia adalah pengetahuan yang diperoleh dari proses abstraksi atau idealisasi dari fakta atau fenomena alam yang kemudian darinya dibangun atau dirumuskan suatu model teori.

 

 

 

2.3. Pembelajaran

Menurut Tim Dikdatik Metodik Kurikulum Depdikbud (1995:1 dalam Santyasa), pembelajaran berarti perbuatan atau aktivitas yang menyebabkan timbulnya kegiatan atau kecakapan baru pada orang lain. Sedangkan Nana Sudjana (1989:7) memberikan batasan pembelajaran sebagai berikut:

Kegiatan pembelajaran adalah pelaksaaan proses belajar mengajar, yakni suatu proses penterjemahan dan mentransformasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum kepada para siswa melalui interaksi belajar mengajar di sekolah.

Definisi lain dari Roeestiyah N.K. (1986 :41 dalam Santyasa) Pembelajaran adalah (1) transfer pengetahuan kepada siswa, (2) mengajar siswa bagaimana caranya belajar, (3) hubungan interaksi antara guru dan siswa, (4) proses interaksi siswa dengan siswa dan konsultasi guru.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah serangkaian proses kegiatan belajar mengajar yang dilakukan guru di dalam kelas dalam menyampaikan program pembelajaran pada sejumlah siswa sehingga terjadi interaksi dua arah, yaitu guru-siswa, siswa-guru dan siswa-siswa untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

 

2.4. Hasil belajar

Tes ini diberikan kepada seluruh kelompok siswa yang secaara acak terpilih sebagai objek penelitiaan yang diberikan setelah seluruh pemblejaran selesai dilaksanakan. Pelaksanaan tes ini dilakukan pada waktu bersaamaan dengan alokasi waktu yang sama yaitu sebanyak dua jam pelajaran, tetapi masing-masing kelompok sampel ditempatkan dalam ruang yang berbeda. Raudaah Herleni (1999:47).

 

2.5. Retensi Belajar

Banyak penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli pendidikan yang berkaitan dengan retensi, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Guskey & Gates (1985), Hursh (1976), Kulik et, al., (1978 & 1990) (dalam Semb et, al., 1993: 305 dalam Kurtek, upiedu) diantaranya membuktikan bahwa kita menyimpan banyak ingatan terhadap apa yang telah dipelajari di sekolah. Retensi dan lupa merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan.

Retensi mengacu pada tingkat dimana materi yang telah dipelajari masih melekat dalam ingatan, sedangkan lupa mengacu pada porsi ingatan yang hilang. Ilmuwan yang pertamakali meneliti tentang retensi adalah  Ebbinghaus pada tahun 1885. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Ebinghaus adalah kurva retensi yang menunjukkan bahwa retensi dapat berkurang dengan cepat setelah interval waktu tertentu dan lupa atau berkurangnya retensi ini dapat terjadi beberapa jam pertama setelah proses belajar berlangsung (James Dese, 1959: 241, dalam Kurtek, upiedu). Retensi merupakan salah satu fase dalam tahapan belajar.

Dalam tahap ini retensi merupakan proses penyimpanan pemahaman dan perilaku baru yang diperoleh setelah mengalami proses acquisition (fase menerima informasi). Dalam tahap belajar terjadi proses internal dalam pikiran siswa. Winkel (1996: 305), menggambarkan tahapan proses tersebut terjadi dengan urutan sebagai berikut:

1.      Siswa menerima rangsang dari reseptor,

2.      Rangsang yang masuk ditampung dalam sensori register dan diseleksi, sehingga membentuk suatu kebulatan perseptual,

3.      Pola perseptual tersebut masuk ke dalam ingatan jangka pendek (Short Term Memory / STM) dan tinggal disana selama 20 detik, kecuali bila informasi tersebut ditahan lebih lama melalui proses penyimpanan,

4.      Penampungan hasil pengolahan informasi yang berada dalam STM dan menyimpannya dalam ingatan jangka panjang (Long Term Memory / LTM) sebagai informasi yang siap pakai sewaktu-waktu pada saat diperlukan,

5.      Pada saat diperlukan siswa menggali informasi yang telah dimasukkan dalam LTM untuk dimasukkan kembali ke dalam STM Dengan melihat proses internal yang terjadi dalam siswa, maka fase ke 3 dan 4 dimana ingatan dimasukkan dan ditahan dalam STM dan kemudian dimasukkan ke dalam LTM merupakan proses yang amat penting bagi retensi.

 

Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Winkel di atas informasi tersebut dapat ditahan lebih lama melalui proses penyimpanan. Tentu saja yang dimaksud dengan proses penyimpanan ini berkaitan dengan bagaimana informasi ini dapat diterima dan dikonstruksikan dan akhirnya disimpan dalam benak siswa. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila banyak ilmuwan dibidang pendidikan menyatakan bahwa proses pembelajaran memegang peranan pentin terhadap retensi siswa. Semb dan Elis (1992) (dalam Semb dan Elis, 1993: 305) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi LTM tehadap pengetahuan yang telah dipelajari dalam kelas adalah tingkat dari materi yang dipelajari, tugas yang harus dipelajari, metode pembelajaran, dan perbedaan individual.

Sedangkan dalam masalah lupa Winkel (1987: 297) menyatakan bahwa gejala lupa mudah terjadi pada pengetahuan kognitif bila individu tidak berhasil mengkonstruksi pengetahuannya sendiri atau tidak berhasil mengaitkan konsep-konsep yang dipelajarinya dengankonsep-konsep yang telah dimilikinya. Lupa akan terjadi apabila materi yang dipelajari tidak menarik, tidak diperlukan individu sehingga tidak dihiraukan. Dengan demikian dalam pembelajaran dipandang perlu untuk menitik beratkan pada aspek-aspek bernalar sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Pembelajaran yang menitik beratkan pada guru (teacher centered) dinilai telah gagal untuk mengembangkan pemahaman yang permanen. Penelitian yang dilakukan oleh Angelo (1991, dalam Susan Hanley, 1994: 3) terhadap siswanya di Berkeley membuktikan bahwa dengan menggunakan metode pembelajaran secara tradisional dimana guru bertindak sebagai penyampai informasi dan siswa penerima informasi didapatkan hasil bahwa kurang dari 20% dari siswanya dapat mengingat apa yang telah disampaikan oleh guru. Mereka terlalu sibuk mencatat dam memasukkan informasi tanpa melalui seleksi ke dalam ingatan mereka.

Dengan demikian perlu diupayakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang banyak melibatkan panca indra dalam proses berpikir dapat memungkinkan pembelajaran menjadi lebih bermakna, sehingga dengan demikian memungkinkan kuatnya retensi siswa terhadap konsep-konsep yang diajarkan. Untuk memenuhi hal tersebut guru sedapat mungkin melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, salah satunya adalah dengan memberikan pertanyaan untuk memacu keterlibatan berpikir siswa sehingga siswa dapat menggunakan dan mengaitkan konsep-konsep yang telah dimilikinya. Bila konsep-konsep tersebut terkait satu sama lain maka akan terbentuk pengetahuan yang bermakna yang tidak mudah untuk dilupakan

 

2.6. Retensi hasil belajar

Retensi hasil belajar adalah kemampuan siswa mengingat materi yang telah diajarkan oleh guru pada rentang waktu tertentu. Retensi hasil belajar siswa dalam hal ini dinyatakan dalam skor tes retensi  hasil belajar. Tes ini diberikan kepada semua siswa baik kelas eksperiment maupun kelas kontrol. Tes ini diberikan tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya, hal ini dilakukaan agar retensi belajar siswa yang diukur brnar-benar mencerminkan hasil belajar hasil belajar siswa pada saat perlakuan, bukan karena pengulangan belajarnya. Pelaksaanaan tes retensi hasil belajar ini diberikan setelah dua minggu pembelajaran telah selesai dilaksanakan.

Instrument yang digunakan adalah sama, dalam arti mengandung soal yang sama, tetapi memanipulasi nomor soal dan nomor pilihan alternatif jawaban untuk setiap soal. Hal ini dilakukan untuk mengurangi timbulnya “carry over effect” dan “practice effect”. Seperti halnya tes hasil belajar, tes retensi hasil belajar juga dilakukan dalam waktu yang bersamaan dan dengan alokasi waktu yang sama yaitu 2 jam pelajaran, tapi masing-masing kelompok sampel ditempatkan pada ruang yang berbeda. (Raudaah Herleni.; 1999:48)

 

2.7. Media Pembelajaran

Apabila media membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran (Azhar Arsyad, 2002: 4). Agar media pembelajaran tersebut berfungsi dengan baik dan mampu membantu siswa maupun guru dalam mencapai apa yang diharapkan. Maka dalam hal ini guru harus memahami teknik penyajian pelajaran.

Teknik penyajian pelajaran adalah sebagai teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik (Roetiyah N. K, 1991:1, dalam Kurtek, Upiedu). Klasifikasi media pembelajaran berdasarkan bentuknya yaitu:

§  Media berbasis manusia (Guru, instruktur, tutor, kegiatan kelompok)

Media berbasis manusia merupakan media tertua yang digunakan untuk mengirim dan mengkomunikasikan pesan atau informasi.

 

 

§   Media berbasis cetak (Buku penuntun, buku latihan)

Materi pembelajaran berbasis cetakan yang paling umum dikenal adalah buku teks, buku penuntun, jurnal, majalah, dan lembaran lepas.

§   Media berbasis visual (buku, alat batu kerja, grafik, peta, gambar, transparan, slide).

Media ini memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Media ini dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antar materi pelajaran dengan dunia nyata.

§  Media berbasis Audio Visual (Vidio, film, Tv)

Salah satu hal yang penting yang diperlukan dalam media audio visual adalah penulisan naskah dan storyboard yang memerlukan persiapan yang banyak rancangan, dan penelitian.

§  Media berbasis komputer

Komputer memiliki fungsi yang berbeda-beda dalam bidang pendidIkan dan latihan. Komputer sebagai manajer dalam proses pembelajaran. Ada pula peran komputer sebagai pembantu tambahan dalam belajar, pemanfaatnya meliputi penyajian informasi, isi materi pelajaran, latihan, atau kedua-duanya.

 

Adapun fungsi atau peranan media pembelajaran adalah sebagai berikut:

1.    Sebagai alat Bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.

2.  Merupakan bagian yang integral dari keseluruhan situasi.

3.    Alat peraga dalam pembelajaran, penggunaannya integral dengan tujuan dan isi pelajaran.

4.    Penggunaan alat peraga bukan semata alat hiburan.

5.    Untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan oleh guru.

6.    Untuk mempertinggi mutu belajar mengajar (Sudjana, 1987).

 

Demikian pula Nasution (1986), mengemukakan bahwa faedah yang terkandung dalam media pembelajaran adalah sebagai berikut:

1.     Menambah kegiatan belajar mengajar.

2.     Menghemat waktu belajar.

3.     Menambah keadaan permanen dari hasil belajar.

4.      Membantu anak-anak yang ketinggalan dalam pelajaran.

5.      Membangkitkan minat, perhatian, dan aktivitas pada murid.

6.      Memberi pengalaman yang lebih tepat dan jelas.

 

Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat disimpulan bahwa media pembelajaran adalah sebagai berikut:

1.     Dapat mengefektikan metode mengajar.

2.      Dapat membantu siswa dalam menyamakan persepsi terhadap konsep.

3.      Memperkecil verbalisme.

4.      Menigkatkan pemahaman terhadap materi.

5.     Membangkitkan minat dan aktivitas siswa.

6.     Menghamet waktu belajar.

7.     Menambah kegiatan belajar mengajar.

8.      Menambah keadaan permanen dari hasil belajar.

 

2.8. Urgensi Media dalam Pembelajaran

Mengapa perlu media dalam pembelajaran? Pertanyaan yang sering muncul mempertanyakan pentingnya media dalam sebuah pembelajaran.Kita harus mengetahui dahulu konsep abstrak dan konkrit dalam pembelajaran, karena proses belajar mengajar hakekatnya adalah proses komunikasi, penyampaian pesan dari pengantar ke penerima. Pesan berupa isi/ajaran yang dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi baik verbal (kata-kata & tulisan) maupun non-verbal, proses ini dinamakan encoding. Penafsiran simbol-simbol komunikasi tersebut oleh siswa dinamakan decoding. Ada kalanya penafsiran berhasil, adakalanya tidak. Kegagalan/ketidakberhasilan dalam memahami apa yang didengar, dibaca, dilihat atau diamati. Kegagalan/ketidakberhasilan atau penghambat dalam proses komunikasi dikenal dengan istilah barriers atau noise. Semakin banyak verbalisme semakin abstrak pemahaman yang diterima.

 

2.9. Animasi Macromedia Flash

Macromedia adalah sebuah perusahaan perangkat lunak yang bergerak di bidang grafis dan pengembangan web. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1992 dan telah berkembang pesat pada tahun 1990-an dan 2000-an. Pada Desember 2005 Macromedia diakui salah satu perusahaan saingannya yaitu Adobe Systems, tetapi Adobe sementara ini masih tetap menggunakan nama Macromedia pada sejumlah programnya.

Macromedia didirikan pada tahun 1992 melalui merger antara Authorware Inc. (perusahaan pembuat Authorware) dan MacroMind-Paracomp (perusahaan pembuat Macromind Director). Hingga pertengahan 1990-an, Macromedia Director yang digunakan untuk memproduksi CD-ROM dan kios-kios informasi masih merupakan produk unggulan Macromedia, namun seiring meningkatnya popularitas World Wide Web Macromedia menciptakan Shockwave, sebuah plugin Director bagi penjelajah web serta pada tahun 1996 mengakui sisi dua perusahaan berorientasi web, FutureWave Software (yang membuat FutureSplash Animator - yang kemudian berkembang menjadi Flash) dan iBand Software (pembuat perangkat lunak authoring HTML yang digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan Dreamweaver).

Kemampuan membuat objek seperti shockwave Flash maupun animasi gif, dapat dikatakan bahwa Macromedia Flash adalah aplikasi pencipta objek animasi yang powerful. Ditambah dengan pembuatan objek grafis vektor yang terkandung di dalamnya, pemprograman ActionScript dan transisi layernya yang dinamis membuat produk ini lebih produktif dibandingan produk penciptaan animasi sejenis.

Macromedia Flash merupakan standar profesional yang digunakan untuk membuat animasi di web. Sejak keberadaannya pertama kali dan digunakan oleh beberapa situs web untuk membuat animasi intro dan permainan, banyak orang dibuat kagum olehnya. Ini disebabkan karena ukurannya yang begitu kecil tetapi dapat menampilkan animasi di web yang luar biasa mengagumkan.

 

2.10.        Kelebihan Flash Sebagai Media Presentasi

Presentase adalah salah satu contoh komunikasi langsung dimana presenter (pembawah maateri presentase) berhadaapan dengan audiens (pendengar persentasi).  Pendenganr tentu tidak memuliki beban karena mereka tinggal menerima apa yang dikatakan persenter, persenterlaah yang memiliki beban karena harus membwakan materi  daan harus bertanggung jawab atas apa yang disampaaikaannya (Andi Pramono, 2006: 1)

Presentasi yang baik adalah presentasi yang komunikatif. Banayak faktor yang dapat menyebabkan orang tidak dapat memperhatikan apa yang disaampaikan oleh presenter. Salah satunya adalah karena media yang digunakan untuk presentasi (Andi Pramono, 2006: 2)

Ada bebrapa alasan mengapa kita memilih flash sebagai media presentasi, yaitu karena flash memiliki kelebihan-kelebihan sebaggai berikut :

1.      Hasil akhir file flash memiliki ukuraan yang lebih kecil (setelah di publish)

2.      Flash mampu mengimpor hampir semua file gambar dan file-file aaudio hingga presentassi dengan flash dapat lebih hidup.

3.      Animasi dapat dibentuk, dijalankan,  dan dikontrol.

4.      Flash mampu membuat file executable (*.exe) sehingga dapat dijalankan pada Pcmanapun tanpa harus menginstall terlebih dahulu prograam flash.

5.      Font presentase tidak akan berubah meskipun PC yang digunakan tidak memiliki font tersebut.

6.      Gambar flash merupakan gambar vektor sehinggaa tidak akan pernah pecah meskipun di-zoom beratus kali.

7.      Flash mampu dijalankan pada sistem operasi windows maupun macintosh.

8.      Hasil akhir dapat disimpan dalam berbagai macam bentuk, seperti *.avi, *.gif, *.mov, ataupun file dengan format yang lain.

(Andi Pramono, 2006: 2)

 

2.11.        Komponen dan Pengelompokkan Koloid.

System koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Untuk lebih memahami secara konnseptual maka dijelaskan komponen dan pengelompokan koloid.

 

2.11.1.  Komponen Sistem Koloid.

Bila suatu zat di campurkan dengan zat lain, maka akan terjadi penyebaran secara merata dari suatu zat kedalam zat lain yang disebut dengan system dispertsi. Berdasarkan ukuran partikelnya, system disperse dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu : larutan, koloid, dan suspensi. Secara sepintas perbedaan antara suspense (sering Disebut campurab kasar) dengan larutan (sering disebut larutan sejati) akan tampak jelas dari homogenitasnya, tetapi akan sulit dibedakan antara larutan dengan koloid atau antara koloid dengan suspense. Jika gula pasir dicampurkan ke dalam air, molekul gula segera larut dan terbentuklah suatu larutan yang jernih. Ukuran partikel gula dalam air lebih kecil dari 10-4 dan tidak dapat dipisahkan dari air dengan cara penyaringan. Jika pasir dicampurkan ke dalam air, pasir dan air akan memisah ketika campuran ini didiamkan. Campuran semacam ini disebut suspensi. Partikel pasir berukuran lebih besar dari 10-5 cm, dan dapat dipisahkan dari air dengan cara penyaringan.

Diantara kedua sistem campuran di atas (antara suspensi dan larutan), terdapat sistem koloid. Sebagai contoh, jika tanah liat dicampurkan ke dalam air yang mnegadung sedikit NaOH, tanah liat pecah menjadi sejumlah partikel kecil campuran yang terbentuk tidak jernih. Tetapi partikel tanah liat tidak mengendap jika didiamkan, dan juga tidak dapat dipisahkan dengan cara penyaringan. Partikel tanah liat cukup kecil untuk mampu menembus kertas saring.tetapi cukup besar untuk menyebabkan campuran menjadi keruh.

Istilah “Koloid” di usulkan oleh Thoms Graham (1805-1869) dari ingris pada tahun 1861. Sewaktu meneliti proses difusi sebagai zat dalam medium cairan. Graham mengamati bahwa zat seperti kanji, gelatiu, getah, dan albumin berdifusi sangat lambat dan tidak mampu menembus membran tertentu. Kelompok zat ini lalu di namainya koloid.yang berarti seperti lem “(bahasa yunani : kalta : lem,oidos : seperti).

Dewasa ini istilah koloid di pakai untuk menyatakan ukuran partikel serta sistem campuran. Partikel-partikel suatu zat di katakan berukuran kolid apabila berdiameter antara 10-5 cm sampai 10‑7 cm.Yang di sebut “Koloid” adalah suatu campuran zat di mana suatu zat tersebut merata dengan berukuran koloid dalam suatu zat lain.

Sebagaimana halnya larutan yang tersusun dari zat terlarut dan pelarut, maka sistem koloid juga tersusun dari dua komponen, yaitu fase terdispersi, yaitu zat tersebar merata serta fase pendispersi, yaitu zat medium tempat partikel-partikel koloid itu tersebar.

Perbedaan antara larutan, sistem koloid dan suspensi dapat dirangkum dalam Tabel 2.1

Tabel 2.1 perbandingan larutan, sistem koloid dan suspensi.

No.

Larutan

Sistem koloid

 

Suspensi

 

 

1.

 

Satu fase

Dua fase

Dua fase

2.

Jernih

Tidak jernih

Diameter partikel lebih besar dari 10-5 cm

3.

Diameter partikel lebih kecil dari 10-7 cm

Diameter partikel antara 10-7 sampai 10 -5 cm

Diameter partikel lebih besar dari 10-7 cm

4.

Tidak dapat disaring

Tidak dapat disarig

Dapat disaring

5.

Tidak memisah jika didamkan

Tidak memisah jika tidak didiamkan

Memisah jika dididihkan

6.

Homogen

Antara homogen, heteogen

Heterogen

 

2.11.2.  Pengelompokkan Sistem Koloid.

Baik fase terdispersi maupun pendispersi dalam suatu sistem koloid dapat berupa gas, cair atau padat. Namun perlu segera dikemukakan bahwa campuran gas dengan gas tidaklah membentuk sistem koloid, sebab semua gas akan tercampur homogen dalam segala perbandingan.

Dengan demikian kita mengenal delapan jenis sistem koloid, seperti yang tercantum dalam Tabel 2.2 berikut:

Table. 2.2. Pengelompokan system koloid

Fase terdispersi

Fase pendispersi

Sistem koloid

Contoh

Gas

Cair

Busa

Buih sabun, ombak, limun, krem kocok,

Gas

Padat

Busa padat

Batu apung, lava, karet, busa, biskuit

Cair

Gas

Aerosol cair

Kabut, awan, pengeras rambut (hairspray), obat semprot.

Cair

Cair

Emulsi

Susu, santan, minyak ikan, mayonnaise

Cair

Padat

Gel

Keju, mentega, nasi, selai, agar-agar, lateks,  mutiara, semir padat, lem padat.

Padat

Gas

Aerosol padat

Asap, debu, buangan knalpot

Padat

Cair

Sol

Kanji, cat, tinta, protoplasma, putih telur, air lumpur, semir cair, lem cair

Padat

Padat

Sol padat

Tanah, kaca, permata, perunggu, kuningan.

 

Dari tabel di atas tampak jelas bahwa proses di alam sekitar kita banyak berhubungan  dengan sistem koloid. Kegunaan dari cabang ilmu “kimia koloid” terdapat diberbagai bidang. Protoplasma dalam sel makhluk hidup merupakan sistem koloid, sehingga kimia koloid diperlukan untuk menerangkan reaksi dalam sel. Tanah juga merupakan sistem koloid, dan pemahaman tentang koloid sangat membantu dalam meningkatkan kesuburan lahan. Dalam bidang industri, kimia koloid banyak dimanfaatkan pada pembuatan berbagai produk antara lain biskuit, keju, mentega, hairspray, cat, tinta, keramik, sabun, semen, karet, obat-obatan, kosmetika, insektisida, plastik dan tekstil, seluruh fakta ini menunjukkan betapa luas peranan sistem koloid dalam kehidupan kita.

 

2.11.3.  Sifat-Siat Koloid.

Sistem koloid mempunyai sifat-sifat khas yang berbeda dari sifat larutan atau pun suspensi. Selanjutnya akan dibahas beberapa sifat-sifat khas dari system koloid

 

A.     Efek Tyndall.

Jika seberkas cahaya masuk ke dalam ruang gelap melalui celah, maka berkas cahaya itu akan terlihat jelas, sebab partikel debu dalam ruangan yang berukuran koloid akan menghamburkan cahaya tersebut. Demikian pula jika kita berada di tengah hutan yang lebat pada pagi hari, cahaya matahari yang masuk melalui sela-sela pepohonan akan tampak dengan nyata sebab cahaya itu dihamburkan oleh partikel kabut yang merupakan sistem koloid.

Peristiwa penghamburan cahaya oleh partikel loloid disebut efek tyndall, sebab hal ini mula-mula di terangkan oleh John Tyndall (1820-1893), ahli fisika bangsa Inggris.

Efek tyndall dapat digunakan untuk membedakan sistem koloid dan larutan sejati. Partikel dalam larutan yang berupa molekul atau ion terlalu kecil untuk menghamburkan cahaya, sehinga berkas cahaya dalam larutan tidak terlihat, sebaliknya, cahaya yang melewati sistem koloid akan terlihat nyata. Partikel-partikel koloid yang berukuran cukup besar  akan menghamburkan cahaya itu kesegala arah,meskipun partikel koloidnya tidak tampak.

Efek tyndall dapat menerangkan mengapa langit pada sing hari berwarna biru, sedangkan ketika matahari terbenam langit di ufuk barat berwarna jingga atau merah.  Ini di sebabkan oleh penghamburan cahaya matahari oleh partikel koloid di angkasa, dan tidak semua frekuensi sinar matahari di hamburkan dengan intensitas yang sama. Oleh karen intensitas cahaya yang di hamburkan berbanding lurus dengan frekuensi, maka ketika matahari melintas di atas kita frekuesi paling tingilah yang banyak sampai ke mata kita, sehinga kita melihat langit berwarna biru. Ketika matahari terbenam, hamburan frekuensi rendah lebih banyak, sehinga kita menyaksikan langiit berwarna jingga atau merah. Maha besar Allah yang telah menciptakan efek tyndall agar umatnya dapat menikmati langit.

 

B.     Gerak Brown

Mengapa partikel koloid tersebar merata dalam medium pendispersinya dan tidak memisah meskipun didiamkan? hal ini disebabkan oleh adanya gerak terus-menerus secara acak tetapi gesit dari partikel koloid tersebut. Gerakan acak dari partikel koloid dalm medium pendispersinya ini disebut gerak brown. Berdasarkan nama ahli botani bangsa Inggris yang menemukan gerakan ini pada tahun 1827, yaitu Robert Brown (1773-1858). Perlu juga diketahui bahwa pengamatan gerakan partikel koloid tersebut ternyata merintis jalan bagi Robert Brown untuk menemukan adanya inti sel pada tahun 1831.

Gerak Brown membuktikan teori kinetik molekul, sebab gerakan tersebut adalah akibat tabrakan antara partikel koloid dengan molekul pendispersinya dari segala arah. Oleh karena momentum partikel koloid jauh lebih besar dari molekul mediumnya, maka partikel koloid bergerak pada garis lurus sampai arah dan kecepatannya diubah oleh tabrakan berikutnya.

Gerak brown akan semakin cepat jika ukuran partikel koloid makin kecil. Sebaliknya, makin besar ukuran partikel gerakannya makin lambat. Itulah sebabnya pada partikel suspensi gerak brown tidak lagi di jumpai. 

 

C.     Adsorpsi Koloid

Peristiwa penyerapan suatu molekul atom ion pada permukaan suatu zat disebut adsosrpsi. Dengan dikelirukan dengan adsorpsi, yaitu penyerapan sampai kebagian dalam dibawahpermukaan.

Suatu sistem koloid mempunyai kemampuan mengadsorpsi, sebab partikel koloid memiliki permukaan yang sangat luas. Sipat adsorpsi dan koloid dapat kita reaksikan antara lain, pada proses berikut ini.

a.       Pada penyembuhan sakit perut oleh serbuk karbon (norit), campuran serbuk karbon  dengan cairan usus akan membentuk sistim koloid yang mampu mengadsorpsi kuman  yang berbahaya.

b.      Pada proses pemurnian gula pasir, gula yang masih kotor (berwarna coklat) di larutkan dalam air panas, lalu di alirkan melalui sistem koloid yang berupa tanah diatom atau karbon kotoran pada gula akan teradsorpsi sehingga di peroleh gula yang putih bersi.

c.       Deodoran dan anti pespiran (zat anti keringat) dapat menghilangkan bau badan anti pespiran umumnya mengandung senyawa aluminium, seperti aliminium klorohidrat, Al2(OH )5 Cl.2H2O, yang dapat memperkecil pori kelenjar keringat, sehinga hanya sedikit keringat yang keluar. Hal ini karena ion aluminium mengumpulkan sebagian cairan dalam kelenjar sehingga porinya menjadi kecil. Pada umumnya anti pespiran di tambahi parfum untuk menghilangkan bau badan sehingga berfungsi sebagai diodoran mengandung seng peroksida, minyak esensial parfum, serta zat anti septik untuk menghentikan kegiatan bakteri.seng peroksida dapat menghilangkan senyawa yang berbau dengan cara mengoksidasinya, sedangkan minyak esensialm dan parfum menyerap atau menghilangkan bau badan. Di permukaan tubuh manusia terdapat kurang lebih dua juta kelenjar kerigat.penguapan air dari cairan yang keluar dari kelenjar inilah yang mengatur suhu tubuh manusia. Bau badan terutama disebabkan terdapatnya senyawa nitrogen organik, lemak yang keluar dari tubuh, dan dari pertumbuhan bakteri dalam kelenjar keringat. Sebenarnya keringat sendiri tidak berbau, tetapi hasil penguraiyannya oleh bakteri yang berbau.

d.      Tawas pun dapat di gunakan sebagai zat antipespira. Dahulu tukang cukur mengoleskan tawas untuk dagu yang berdarah akibat pisau cukur.darah yang keluar akan mengalami koagulasi sehinga menutup pori dan pendarahan akan terhenti.

e.       Daya adsorpsi dari koloid dalam tanah mampu menahan bahan makanan yang di perlukan tumbuhan, sehingga tidak terbawa air hujan. Tanah juga mampu mengadsorsi kuman yang berbahaya, itulah sebabnya tangki kotora (septik tang) harus berjarak minimal delapan meter dari sumur, agar tanah dapat mengadsorpsi semua zat pencemar.

 

D.    Muatan Koloid dan Elekrofensis

Partikel-partikel koloid dapat bermuatan listrik sebagai akibat dari penyerapan ion pada permukaan partikel koloid tersebut. Sebagai contoh, koloid Fe(OH)3 dalam air akan menyerap kation sehingga bermuatan positif,  sedangkan koloid As2S3 bermuatan negatif karena mengadsorsi anion.

Disamping karena adanya gerak brown, kestabilan suatu sistem koloid juga disebabkan adanya muatan listrik pada permukaan partikel koloid. Gaya tolak-menolak di antara muatan sama akan mencegah pemisahan atau pengumpulan sehingga sistim koloid menjadi stabil.

Jika sepasang elektroda di celupkan ke dalam suatu sistem koloid, lalu kepadanya di alirkan arus listrik, maka partikel-partikel koloid yang bermuatan positif akan menuju katode dan yang bermuatan negatif akan menuju anode. Pergerakan partikel koloid di pengaruh medan listrik disebut elektroforosis. Pada peristiwa elektroforosis, partikel koloid akan di netralkan muatannya dan di gumpalkan pada elektrode.

 

 

 

 

Beberapa kegunaan dari proses  elektroforosis antara lain sebagai berikut:

1.      Untuk menentukan muatan sutu partikel koloid.

2.      Untuk memproduksi barang industri yang terbuat dari karet. Misalnya,  pada pembuatan boneka dan arung tangan, karetnya diendapkan pada cetakan bentuk boneka atau sarung tangan secara elektroforosis.

3.      Untuk mengurai zat pencemar udara yang dikeluarkan dari cerobong asap pabrik. Metode ini dikembangkan oleh Frederick Cottrell (1877-1948), dari Amerika serikat. Cerobong asap pabrik bagian dalam dilengkapi dengan pengendap elektrotatika berupa lempengan logam yang diberi muatan listrik, yang akan menarik dan mengumpulkan debu halus dalam asap buangan.

 

E.     Koagulasi Koloid

Partikel koloid dapat mengalami koagulasi (pengumpulan) dengan cara penambahan suatu elektrolit yang muatannya berlawanan. Sifat koagulasi partikel koloid, antara lain ; dapat diamati pada proses berikut ini:

a.       Pada pengolahan karet dari bahan mentahnya (lakets), partikel karet dalam lakets digumpalkan dengan menambahkan asam asetat, sehingga karet dapat dipisahkan dari laketsnya.

b.      Partikel lumpur dan tanah liat yang dikandung air sungai akan mengendap takkala berjumpa dengan air laut yang mengandung banyak elektrolit, sehingga terjadilah delta daerah muara.

c.       Jika bagia tubuh kita mengalami luka, maka ion Al3+ atau Fe3+ segera menetralkan partikel albuminoid yang dikandung darah, sehingga terjadi penggumpalan yang menutupi luka.

d.      Pada proses penjernihan air,di tambahkan tawas, Al2(SO4)3, yang menyediakan ion Al+3 untuk mengendapkan partikel lumpur,sehingga air menjadi jernih.

 

F.     Koloid Liofil dan Koloid Liofod.

Berdasarkan sifat adsorsi dari partikel koloid terhadap medium pendispersinya, kita mengenal dua macam koloid.

a.       Koloid liofil yaitu koloid yang “senang cairan” (bahasa Yunani:  Iyo = cairan; Philia = senang). Partikel koloid akan menjadi sorpsi molekul cairan, sehingga terbentuk selubung disekeliling partikel koloiud itu. Jika medium pendispersinya air, istilah yang dipergunakan adalah hidrofil (senang air). Contoh koloid liofil adalah kanji, protein dan agar-agar.

b.    Koloid liopob, yaitu koloid yang “benci cairan” (phobia = benci). Koloid tidak mengabsorbsi molekul cairan jika mediumnya air. Istilah yang dipakai adalah hidrofob (benci air). Contoh koloid hidrofob adalah sol sulfida dan sol logam.

Koloid liofil lebih stabil dari pada koloid liofob. Untuk menggumpalkan berkas liofil diperlukan eletrolit dalam jumlah banyak, sebab selubung yang berfungsi sebagai pelindung harus dipecah dahulu. Adapun koloid liofob mudah digumpalkan dengan diberi sedikit elektrolit saja.

Pada pembuatan sol hidrofob, cairan yang akan dipakai sebagai medium pendispersi harus dimurnikan dahulu dan elektrolit (ion) yang dapat mengganggu kestabilan koloid pemurnian medium pendispersi dari elektrolit ini disebut dialistis. Koloid dimasukkan ke dalam kantung yang terbuat dari selaput semi permiabel, yaitu selaput yang dapat melewatkan material atau ion tetapi tidak dapat dilewati partikel koloid jika kantung yang berisi koloid itu dimasukkan ke dalam air, maka ion pengganggu akan menembus selaput masuk ke dalam air sedangkan partikel koloid akan tetap tinggal tinggal di dalam kantung.

Beberapa koloid hidrofil, seperti gelatin dna gan Arab, bukan hanya stabil terhadap koagulasi, tetapi juga ditambahkan itu disebut koloid pelindung, sebab menutupi permukaan koloid hidrofob. Jadi, jika gelatin ditambahkan ke dalam sol emal atau sol As2S3, maka sol itu sukar digumpalkan oleh elektrolit. Penambahan koloid pelindung banyak dipakai dalam pembuatan berbagai produk industri, misalnya film fotografi yang merupakan koloid AgBr dalam gelatin.   

 

G.    Emulsi.

Emulsi adalah sistem koloid yang partikel terdispersi dan medium pendispersinya sama-sama cair. Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi merupakan cairan polar dan cairan non polar, mis: air dan minyak.

Jika minyak kelapa dicampurkan dengan air kemudian dikocok, terjadilah campuran yang akan memisah kembali, setelah didiamkan agak lama. Untuk menstabilkan emulsi ini perlu ditambahkan zat pengemulsi (emulgator), yaitu senyawa organik yang mengandung kombinasi gugus polar dan nonpolar sehingga mampu mengikat zat polar (air) dan zat nonpolar (minyak). Misalnya sabun yang merupakan garam karboksilat. Molekul sabun tersusun dari “ekor” alkil yang nonpolar (larut dalam minyak dan “kepala” ion karboksilat yang polar (larut dalam air).

Prinsip inilah yang menyebabkan sabun dan detergen memiliki daya pembersih. Ketika kita mandi atau mencuci pakaian, ekor nonpolar dari sabun menempel kotoran dan kepala polarnya menempel pada air. Akibatnya, tegangan permukaan air menjadi berkurang, sehingga air jauh lebih mudah menarik kotoran.

Salah satu emulsi yang kita kenal sehari-hari adalah susu, dimana lemak terdispersi dalam air. Dalam susu terkadung kasein suatu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi, jika susu menjadi masam, karena laktosa (gula susu) terodksidasi menjadi asam laktat, kasein akan terkoagulasi dan tidak dapat lagi menstabilkan emulsi. Akibatnya, lemak bersama kasein akan memisah susu. Proses pencernaan lemak dalam tubuh kita berlangsung melalui pembentukan emulsi. Dalam usus selalu terkandung larutan basa yang akan berreaksi dengan sebagian kecil lemak, membentuk semacam zat pengemulsi yang mengemulsikan lemak sisanya, sehingga memudahkan enzim lipase untuk mengkatalisis penguraian lemak tersebut.

Dalam bidang industri obat-obatan dan kosmetika, bentuk emulsi banyak digunakan dalam pembuatan berbagai produk, seperti salep, cream, lotion dan minyak ikan.

 

2.11.4.  Pembuatan Sistem Koloid

Ukuran partikel koloid terletak antara partikel larutan sejati dan partikel suspensi. Oleh karena itu, sistem koloid dapat dibuat dengan mengelompokan (agregasi) partikel larutan sejati atau menghaluskan bahan dalam bentuk kasar kemudian didispersikan kedalam medium disperse. Cara yang pertama disebut kondensasi sedangkan yang kedua  disebut cara dispersi.

 

A.     Cara Kondensasi.

Salah satu cara pembuatan sistem koloid adalah cara kondensasi, yaitu menggumpalkan partikel larutan yang terlalu kecil menjadi partikel yang berukuran koloid, partikel larutan yang berupa ion, atom, atau molekul dapat dikondensasi atau digumpalkan menjadi ukuran koloid melalui cara fisis (penurunan kelarutan) atau cara kimia (reaksi tertentu).

Cara fisis yang dapat dilakukan untuk mengkondesasikan partikel adalah sebagai berikut:

a.       Pendinginan.

Kelarutan suatu zat pada umumnya berbanding lurus dengan suhu, sehingga proses pendinginan akan menggumpalkan larutan menjadi suatu koloid.

 

b.      Penggantian pelarut.

Misalnya kita membuat sol belerang dari air;  belerang sukar larut dalam air, tetapi melarut baik dalam alkohol. Maka larutan jenuh belerang dalam alkohol diteteskan ke dalam air sambil diaduk. Belerang akan menggumpal menjadi partikel koloid, kemudian alkohol dipisahkan dengan metode dialisis.

c.       Pengembunan uap.

Misalnya; uap raksa dialirkan melalui air dingin, sehingga terbentuk sol raksa. Kemudian amonium sitrat ditambahkan sebagai penstabil (stabilizar).

Pembuantan sistem koloid cara kondensasi yang paling banyak dilakukan adalah melalui reaksi kimia. Adapun reaksi kimia tersebut antara lain sebagai berikut:

a.       Reaksi Penngendapan

Dua buah larutan encer yang masing-masing mengandung elektrolit dicampurkan, sehingga menghasilkan endapan yang berukuran koloid.

AgNO3 – NaCl                 AgCl(S)  + NaNO3

b.      Reaksi hidrolisis

Sol hidroksida seperti Fe(OH)3 dan Al(OH)3 diperoleh dengan menambahkan garam klorida ke dalam air mendidih dan garam itu terhidrolisis menjadi hidroksida yang berukuran koloid.

FeCl3  +  3 H2O                 Fe (OH)3 (S)  +  3 HCl

AlCl3  +  3 H2O                 Al (OH)3 (S)  +  3 HCl

 

c.       Reaksi redoks

Sol logam seperti sol emas dapat diperoleh dengan mereduksi larutan garamnya, menggunakan reduktor non elektrolit seperti formaldehida.

2 AuCl3  +  3 HCHO  +  3 H2O                2 Au  +  6 HCl  +  3 HCOOH

Sol belerang dan iodin dapat dibuat dengan mengoksidasi ion sulfida dan iodida.

2H2S + CO2                      3S(s)  +  2H2O

5HI  + HIO                       3I2   +  3H2O

 

B.     Cara Dispersi.

Selain cara kondensasi, suatu sistem koloid dapat dibuat melalui cara dispersi, yaitu menghaluskan partikel suspensi yang terlalu besar menjadi partikel yang berukuran koloid.

Beberapa cara dispersi yang sering dilakukan adalah sebagai berikut:

a.      Cara Mekanik.

Yang dimaksud dengan cara mekanik adalah melakukan penggensan (penggilingan) untuk zat padat. Setelah diperoleh kehalusan yang dikehendaki, barulah zat ini didispersikan kedalam medium pendispersi. Jika perlu ditambahkan zat pemantap (stabilizar) guna mencegah penggumpalan kembali sol  bedorong sering dibuat dengan metode seperti ini.

b.      Cara Peptisasi.

Partikel endapan dipecah dan dihaluskan menjadi partikel koloid dengan menambahkan suatu elektrolit yang mengandung ion sejenis: Misalnya, sol Fe (OH)3 dibuat dengan menambah FeCl3 dan sol NiS dibuat dengan menambahkan H2S.

 

 

c.       Cara Busur Bredig (Cara Elektrodispersi).

Cara ini khusus untuk membuat sol logam dengan cara dispersi. Dua kawat logam yang berfungsi. Sebagai elektrode dicelupkan ke dalam air, kemudian kedua ujung kawat diberi loncatan listrik, sebagian logam clear mendebu ke dalam air dalam bentuk partikel koloid.

 

2.12. Hipotesis penelitian

Dalam penelitiaan ini diajukan hipotesis sebagai berikut :

1.      Terdapat pengaruh pembelajaran sistem koloid yang menggunakan macromedia flash terhadap hasil belajar siswa dari pada  tanpa menggunakan macromedia flash.

2.      Terdapat pengaruh pembelajaran sistem koloid yang menggunakan macromedia flash terhadap retensi hasil belajar siswa dari pada  tanpa menggunakan macromedia flash.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

 

3.1.            Rancangan Penelitian

Penelitian ini membuktikan hasil belajar untuk materi sistem koloid yang diajarkan dengan menggunakan macromedia flash lebih tinggi dari pada yang diajarkan tanpa menggunakan macromedia flash dan untuk mengetahui retensi hasil belajar untuk materi sistem koloid yang diajarkan dengan menggunakan macromedia flash lebih tinggi dari pada yang diajarkan tanpa menggunakan macromedia flash.

Jenis penelitian merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan pelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah post test only controle group design. Dalam penelitian ini tidak dilakukan pretest karena dianggap kemampuan awal siswa sama berdasarkan rata-rata nilai rapor untuk mata pelajaran kimia semester ganjil tahun ajaran 2008/2009. Untuk kelompok yang diajar dengan menggunakan media pembelajaran macromedia flash merupakan kelas eksperimen dan kelompok yang diajar tanpa menggunakan media pembelajaran macromedia flash disebut kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 3.1 dibawah ini.

 

 

 

 

 

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian Post Test Only Controle Group Design

KE

X

O1

O3

KK

-

O2

O4

 

Keterangan:

KE         : Kelas Eksperimen

KK         : Kelas Kontrol

X            : Pengajaran dengan menggunakan macromedia flash

O1 & O3 : Tes hasil belajar  dan retensi hasil belajar kelas eksperimen

O2 & O4 : Tes hasil belajar dan retensi hasil belajar kelas kontrol

 

3.2.Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Tapa pada tahun ajaran 2008/2009. Pada tahun  ajaran tersebut terdapat 2 kelas dengan perincian pada Tabel 3.2

            Tabel 3.2  Distribusi Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Tapa

Kelas

Banyaknya Siswa

Nilai Rata-rata Kelas

Untuk Semester ganjil

XI  IPA1

21

71,98

XI  IPA2

21

72,2

 

X=72.09

 

 

 

 

 

 

3.2.2 Sampel Penelitian

Pada penelitian ini 2 kelas yang bisa digunakan sebagai sampel yaitu kelas XI IPA1 dan Kelas XI IPA2 yang merupakan kelas-kelas homogen karena nilai rata-rata kelas untuk mata pelajaran kimia smester 1 yang diperoleh hampir sama dengan rata-rata kelas keseluruhan. Untuk kelas XI IPA1  dikenai pengajaran dengan menggunakan media pembelajaran macromedia flash dan kelas XI IPA2 tanpa menggunakan media pembelajaran macromedia flash. Penelitian ini cukup representatife karena subyek penelitian keseluruhan dari jumlah populasi.

 

3.3. lnstrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan untuk evaluasi tes hasil belajar dan retensi hasil belajar  berupa soal tes bentuk pilihan ganda dengan 1 (satu) jawaban benar, 2 (dua) jawaban mengecoh dan 1 (satu) pilihan jawaban yang diberikan sendiri oleh siswa jika tiga pilihan jawaban yang diberikan dianggap tidak benar. Butir-butir soal yang telah disusun selanjutnya dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. 

 

3.4.Verifikasi Instrumen Penelitian

Verifikasi instrumen penelitian yang digunakan meliputi validitas, reliabilitas dan tingkat kesukaran item.

 

 

 

3.4.1.      Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui kesahihan suatu intstrumen. Sebuah tes yang dikatakan valid apabila dapat tepat mengukur apa yang diukur Arikunto (2002)  Pengujian validitas untuk penelitian ini adalah berdasarkan validitas isi (content validity) yang diperoleh melalui pertimbangan satu dosen dan dua guru kimia  SMA Negeri 1 Tapa. Dalam validitas isi ini yang menjadi perhatian utama adalah keterwakilan konsep dengan baik oleh setiap soal sesuai dengan apa yang diukur, serta pemakaian kalimat yang digunakan sudah komunikatif atau belum. Soal diberi skor 2 jika telah mewakili konsep dan kalimatnya sudah komunikatif. Soal diberi skor 1 jika telah mewakili konsep saja tetapi kalimatnya belum komunikatif, atau belum mewakili konsep dan kalimatnya sudah komunikatif. Sedangkan soal diberi skor 0 (nol) jika belum mewakili konsep dan kalimatnya belum  komunikatif. Selanjutnya skor-skor yang diberikan oleh tiap penilai dikonfirmasikan antara satu dengan lainnya dan dinyatakan dalam persentase yaitu;

 


                                                                                        …………(3.1)

Dimana Pn = Persentase skor penilaian n(n=0,1,2)

Dari hasil perhitungan uji validitas diperoleh persentase untuk setiap penilai sebesar 100%. Dengan kata lain koefesien validitas tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lembar lampiran.

3.4.2.      Reliabilitas

Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi apabila tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Dalam penelitian ini reliabilitas dari instrumen diukur dengan rumus Kuder dan Richardson-20 atau KR-20 yaitu:

……… (3.2)

                                                                        Arikunto  (2002)

Keterangan

r11    = reliabilitas tes

∑p.q = jumlah hasil perkalian antara p dan q

s    = standar deviasi

n   = banyaknya item tes

p   = proporsi subyek yang menjawab item dengan benar

q   = proporsi subyek yang menjawab item dengan salah

Kriteria yang digunakan dalam reliabilitas ini adalah semakin besar nilai dari r11 maka reliabilitas suatu tes makin tinggi (Arikunto, 2001: 75). Untuk mengintepretasikan reliabilitas suatu tes digunakan kriteria sebagai berikut:

  1. Bila r11 antara 0,8 - 1,0 berarti reliabilitas tersebut cukup tinggi
  2. Bila r11 antara 0,6 - 0,8 berarti reliabilitas tersebut tinggi
  3. Bila r11 antara 0,4 - 0,6 berarti reliabilitas tersebut cukup
  4. Bila r11 antara 0,2 - 0,4 berarti reliabilitas tersebut rendah
  5. Bila r11 antara 0,0 - 0,2 berarti reliabilitas tersebut agak rendah

Dari hasil perhitungan yang didapatkan pada uji relibilitas yaitu r11 = 0,69. Artinya nilai yang diperoleh maka nilai reabilitas soal yang di gunakan tersebut  tinggi.

 Pengujian relibilitas tes dilaksanakan di Sekolah SMA Negeri 4 Gorontalo kelas XI IPA 2 dengan jumlah siswa keseluruhan 27 orang dibantu dengan guru mitra.

 

3.4.3.      Tingkat Kesukaran Item

Tingkat kesukaran (P) suatu item tes ditentukan berdasarkan perbedaan antara siswa yang menjawab benar dengan jumlah peserta tes. Rumus yang digunakan adalah:

………….(3.3)             

   Arikunto (2002)

Keterangan:

P    = indeks kesukaran

B    = banyaknya siswa yang menjawab benar

JS   = jumlah seluruh peserta tes

Kriteria yang digunakan untuk mengukur mengintepretasikan tingkat kesukaran item tes dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Soal dengan P = 0,00 - 0,45 adalah soal sulit

b. Soal dengan P = 0,45 - 0,75 adalah soal sedang

c. Soal dengan P = 0,75 - 1,00 adalah soal mudah

dari hasil perhitungan dapat dilihat keseluruhan soal dengan kategori untuk soal yang mudah =5; soal sedang = 21 dan soal yang sulit =2 total soal keseluruhan sejumlah 28. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lembar lampiran 8.

3.5  Pengumpulan dan Analisis Data

3.5.1 Pengumpulan Data

Pada penelitian ini data diambil dengan jalan mengadakan perlakuan dan tes. Tes dan perlakuan diadakan pada awal bulan Mei 2009. Pengajaran dilakukan oleh peneliti sedangkan pengawasan ujian dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh guru kimia untuk menjamin kejujuran siswa dalam mengerjakan soal tersebut.

 

3.5.2 Analisis Data

Sesuai dengan tujuan penelitian ini maka dilakukan langkah-langkah analisis sebagai berikut:

Pengujian prasyarat, mencakup:

 

a. Uji Normalitas

Pengujian normalitas data digunakan dalam analisis ini guna untuk mengetahui apakah data yang terkumpul berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini digunakan uji lilefors (Sudjana, 1998:466) dengan prosedur sebagai berikut.

1. Pengamatan X1,X2,…..¸Xn dijadikan bilangan baku Z1 ,Z2,….,Zn dengan menggunakan rumus                                               ……………(3.4)

Dimana :

= rata-rata sampel yang diperoleh dengan rumus

                                                                                 …………..(3.5)

s = standar deviasi yang diperoleh dengan rumus

 


                                                                 …………(3.6)

2. Untuk bilangan baku menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang

Misalnya; untuk Z = 0,2 maka F(0,2) - P(Z  0,2) = P(- ~ < Z  0) + P (0 < Z < 0,2) - 0,5000 + 0,0793 = 0,5793 Selanjutnya dihitung profosi yang lebih kecil atau sama dengan  Jika proporsi ini dinyatakan oleh S( ), maka

                   ………(3.7)

3. Hitung selisih F(Zi) - S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya.

4. Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih tersebut.

 

Dari hasil perhitungan uji normalitas untuk skor hasil belajar kelas eksperimen diperoleh L0 = 0,121433 dan Ltabel = 0,225 dengan n = 21 pada taraf signifikan 0,01 disimpulkan bahwa L0 < dari Ltabel artinya skor hasil belajar untuk kelompok yang diajar dengan menggunakan macromedia flash terdistribusi normal. Begitu juga sebalikanya pada hasil perhitungan skor hasil belajar kelas kontrol didapatkan L0 = 0,132652 dan Ltabel = 0,225, pada skor retensi hasil belajar untuk kelas eksperimen diperoleh hasil L0 = 0,13791 dan Ltabel = 0,225 dan skor terensi hasil belajar untuk kelas kontrol diperoleh L0 = 0,128043 dan Ltabel = 0,225 dari hasil yang ada disimpulkan secara keseluruhan pada uji normalitas hasil belajar untuk kelompok yang diajarkan dengan menggunakan macromedia flash dan tanpa menggunakan macromedia flash terdistribusi normal artinya nilai L0 < dari Ltabel.  Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lembar lampiran.

 

b. Uji Homogenitas

Uji ini digunakan untuk menyelidiki kehomogenan sampel penelitian yang diambil dari populasi penelitian. Untuk pengujian kehomogenitasan varians digunakan uji F dengan rumusan sebagai berikut:

 


                                                                                                            ………. (3.8)

 Sudjana dalam Anik Setyowati (2002:41)

 

 

Dimana:

SA = Simpangan baku dari kelas yang diajar dengan media pembelajaran macromedia flash

sb = Simpangan baku dari kelas yang diajar tanpa menggunakan media pembelajaran macromedia flash.

 Kriteria pengujian:

Ho diterima jika Fhitung  <  Ftabel untuk taraf signifikan 0,01

Ho ditolak  jika Fhitung     Ftabel untuk taraf signifikan 0,01

Hasil uji homogenitas tidak lepas dari data yang diperoleh pada uji normalitas untuk kelas eksperimen diperoleh nilai F0 = 1,04 sedangkan pada kelas kontrol diperoleh nilai F0 = 1,65 sementara pada Ftabel = 2,94

 

c. Pengujian Hipotesis

Analisis data penelitian adalah didasarkan atas perbedaan skor rata-rata antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan menggunakan uji-t. Rumus yang digunakan adalah:


                                                                    

                                                                                                                …….. (3.9)

                                                                 

 Sudjana dalam Anik Setyowati (2002:42)

 

 

dengan:

XA =  Rata-rata skor tes siswa yang diajar dengan menggunakan macromedia flash.

XB =  Rata-rata skor tes siswa yang diajar tanpa menggunakan macromedia flash.

NA= jumlah siswa kelas yang diajar dengan menggunakan macromedia flash.

 NB = jumlah siswa kelas yang diajar tanpa menggunakan macromedia flash.

SA = simpangan baku kelas yang diajar dengan menggunakan menggunakan macromedia flash.

SB = Simpangan baku kelas yang diajar tanpa menggunakan menggunakan macromedia flash.

Kriteria pengujian adalah:

Ho dapat diterima jika thitung ≤ ttabel untuk taraf signifikan 0,01

Ho dapat ditolak jika thitung > ttabel untuk taraf signifikan 0,01

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Aktor Sadewa, Wiwin. dkk. 2006. Mahir Dalam 7 Hari Macromedia

 Flash Pro 8. Yogyakarta. Andi offsat

 

Arikunto, Suharsimi. 2002.  Prosedur Penelitian. Jakarta : Bhineka Cipta

 

Arikunto, Suharsimi. 1989. Menajemen Penelitian. Jakarta : Proyek pengembangan lembaga pendidikantenaga kependidikan

 

Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta; Rajawali Pers.

 

Bunurul. 2008. Evaluasi-Pembelajaran-Kimia-Berbasis-Software-Flashtm. http://bunurul.wordpress.com

 

Educare. 2009. Jurnal Pendidikan dan Budaya. http://educare.e-fkipunla.net/Generated: 24 March, 2009, 14:13

 

 

Hamalik, Oemar. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

 

Herleny Raudah. 1999. Keefektifan Model Perolehan Konsep Untuk Meningkatkan Hasil Belajar  Dan Retensi Hasil Belajar  Siswa SMU Negeri Kabupaten Kotabaru. Malang : Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Malang Program Studi Pendidikan Kimia. Tesis.

 

H. M Rohani, Ahmad. 2004. Pengolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta

 

Imron, Ali. 1996. Belajar dan Pembelajaran. Malang: Pustaka Jaya.

 

Kean dan Middlecaamp. 1984. Karakteristik-ilmu-kimia.

                        http://chemi-is-try.com/index2.php?page=produk&id=1

 

Kurtek, upiedu. ____. Pengertian+Retensi+Hasil+Belajar&cd=11&hl=id&ct

=clnk&gl=idhttp://209.85.173.132/search?q=cache:Op6EtWJggjgJ: /media/sources/BAB%25201.doc+*.

 

Nasir, Mohammad. 1983. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

 

Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Malang : Universitas Negeri Malang.

 

Purwanto, M. Ngalim. 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

 

Pramono Andi. 2006. Presentase Multimedia dengan  Makromedia Flash.Yogyakarta. Andi offsat

 

Purba, Michael. 2006. Kimia Untuk SMA Kelas XI. Jakarta ; Erlangga

 

Rahmat, Abdul. 2009. Super Teacher. Bandung: MQS Publising

 

Santyasa.____.Model_Model_Pembelajaran.pdf+*. pengertian+retensi+hasil+belajar&cd=8&hl=id&ct=clnk&gl=id http://209.85.173.132/search?q=cache:orA9nxHWjhoJ:www.freewebs.com/

 

Setyowati Anik. 2002. Pengaruh Pengajaran Ionisasi Larutan Elektrolit Dengan Menggunakan Gambaran Mikroskopik Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas II SMU PGRI 1 Jombang. Malang :Universitas Negeri Malang FMIPA Prodi. Kimia. Skripsi.

 

Sudarmo, unggul. 2007. Kimia Untuk SMA Kelas XI.2. Jakarta. PHißETA

 

Sunardi. 2008. Kimia Bilingual untuk SMA/MA Kelas XI semester 1 dan 2. Bandung : Yrama widya

 

Uno, Hamza & Kuadrat, Masri. 2009. Pengelolaan Kecerdasan Dalam Pembelajaran (Sebuah Konsep Pembelajaran Berbasis Kecerdasan). Jakarta: Bumi Aksara

 

Winkel, W. S. 1995. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Grasindo.

 

Yuyun. VBS. 2009. PC Media (Percantik Windows). Jakarta: PT.Ginantika Pratama Prima (GPP).

 

___________. 2009. CHIP (Teknologi Superkomputer). Jakarta: PT. Galva Teknologies

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Data skor rata-rata hasil belajar dan retensi hasil belajar siswa untuk materi sistem koloid kelompok yang diajar dengan menggunakan macromedia flash (Kelas Eksperimen) dan tanpa menggunakan macromedia flash (Kelas kontrol) diberikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 skor tes hasil belajar dan retensi hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas control.

 

Kelas Ekperimen

Kelas Kontrol

No

Tes Hasil

(X1)

Retensi

(X2)

Tes Hasil

Y1

Retensi

Y2

1

82.14

46.42

67.86

42.86

2

82.14

50

64.29

35.71

3

82.14

50

75

42.86

4

75

53.57

75

42.86

5

82.14

53.57

60.71

32.14

6

78.57

60.71

60.71

35.71

7

71.43

67.86

64.29

35.71

8

67.86

42.86

82.14

28.57

9

71.43

46.42

67.86

32.14

10

64.29

28.57

57.14

42.86

11

64.29

32.14

57.14

35.71

12

82.14

42.86

67.86

32.14

13

78.57

53.57

64.29

39.29

14

85.71

67.86

67.86

32.14

 

 

Sambungan Tabel diatas.

15

85.71

42.86

67.86

39.29

16

85.71

42.86

67.86

32.14

17

78.57

28.57

75

35.71

18

71.43

46.42

71.43

42.86

19

71.43

50

82.14

46.42

20

78.57

42.86

71.43

53.57

21

75

42.86

71.43

46.42

1614.27

992.84

1439.3

807.11

X

76.87

47.28

68.54

38.43

 

 

Dari rata-rata skor hasil belajar untuk kelompok eksperimen sebesar 76,87 dan untuk kelompok kontrol sebesar 68,54 sedangkan rata-rata skor tes setelah berselang 3 minggu  (retensi) hasil belajar untuk kelompok eksperimen sebesar 47,28 dan untuk kelompok kontrol sebesar 38,43. Jadi dibandingkan dengan skor hasil belajar, maka retensi untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol masing-masing menunjukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan macromedia flash memberikan hasil yang lebih besar dalam mempertahankan retensi hasil belajar siswa dibandingkan dengan pembelajaran tanpa menggunakan macromedia flash.

 

4.2.Pengujian Hipotesis Penelitian

Sebelum dilakukan penelitian terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis. Uji persyaratan analisis tersebut meliputi uji normalitas dan uji homoginitas. Adapun pengujian hipotesis diperoleh informasi dari tabel 4.2 skor tes hasil belajar dan retensi hasil belajar pada kelas eksperimen dengan menggunakan macromedia flash (X) dan kelas kontrol tanpa menggunakan macromedia flash (Y).

 

4.3.Prasyarat

a.      Uji Normalitas

Pengujian normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data hasil penelitian yang terkumpul berdistribusi normal atau memiliki sebaran yang normal, sehingga pengujian hipotesis dengan menggunakan statistic parametric dapat dilanjutkan. Seperti telah dikatakan pada bagian sebelumnya, pengujian normalitas data ini menggunakan uji liliefors dengan α = 0,01 dan dengan kriterianya adalah tolak  bahwa populasi berdistribusi normal jika L0 < Ltabel dalam hal lainnya diterima.

Data yang akan diuji terdiri dari dua kelompok data yaitu data skor hasil belajar siswa dan skor retensi hasil belajar siswa pada materi system koloid dengan menggunakan macromedia flash dan data skor hasil belajar dan retensi hasil belajar siswa pada materi system koloid yang diajarkan secara konvensional.

 

 

 

 

 

 

Tabel 4.2 Ikhtisar uji normalitas Untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol  

 

 

Kriteria

 

                  Kelas Ekperimen

                     Kelas Kontrol

 

 

Kesimpulan

 

 

L0

 

Ltabel

keputuasan

pengujian

 

L0

 

Ltabel

keputusan

pengujian

 

Hasil Belajar

 

0,121433

 

0,225

 

H0 diterima

 

0,132652

 

0,225

 

H0 diterima

 

Terdistribusi Normal

 

Retensi belajar

 

0,13791

 

0,225

 

H0 diterima

 

0,128043

 

0,225

 

H0 diterima

 

Terdistribusi Normal

 

Keterangan :

H0 diterima, L0(hitung)  <  Ltabel

H0 ditolak, L0(hitung)   >   Ltabel

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lembar lampiran13.

 

b.      Uji Homogenitas

Uji homoginitas digunakan untuk mengetahui apakah data skor varians kelas eksperimen dan kelas control homogen. Harga F perlu dikonsultasikan dengan harga pada Ftabel  pada taraf kesalahan tertentu dengan dk pembilang dan penyebut. Untuk itu digunakan taraf kesalahan 0,01 dengan dk pembilang maupun penyebut. Jadi harga F dicari pada tabel F di peroleh F(0,99)(20,20) = 2,94. Ikhtisar hasil homoginitas diberikan pada Tabel 4.4 dan hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13.

 

Tabel 4.3 Ikhtisar Hasil Belajar dan Retensi hasil Belajar siswa untuk  uji homoginitas kelas eksperimen dan kelas kontrol

Hasil Belajar

Retensi Hasil Belajar

Kesimpulan

Kelas Eksperimen & Kontrol

Kelas Eksperimen & Kontrol

 

F0

 

Ftabel

keputuasan

pengujian

 

F0

 

Ftabel

keputusan

pengujian

 

1,04

 

2,94

 

H0 diterima

 

1,65

 

2,94

 

H0 diterima

 

Homogen

 

Dengan demikian dari tabel diatas dapat disimpulkan  bahwa data hasil belajar dan retensi hasil Belajar  adalah homogen  dimana nilai  F0(hitung)  <  Ftabel  dengan kriteria H0 diterima

 

Keterangan :

H0 diterima, F0(hitung)  <  Ftabel

H0 ditolak, F0(hitung)   >   Ftabel

 

4.4. Pengujian Hipotesis

a.      Hipotesis 1 (Skor Hasil Belajar)

Hipotesis 1 yang berbunyi : “Terdapat pengaruh pembelajaran sistem koloid yang menggunakan macromedia flash terhadap hasil belajar siswa dari pada  tanpa menggunakan macromedia flash.

Hasil analisis dengan menggunakan Microsoft Office Excel terdapat pada lampiran 13 ringkasan hasil analisis seperti dalam Table 4.4 iktisar skor tes hasil belajar berikut.

 

Tabel 4.4 Ikhtisar Skor Tes hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol  Pada Hipotesis 1

Kriteria

thitung

ttabel

Keputusan Pengujian

Kesimpulan

H0 diterima,

t ≤ t(1-α/2)(Nx/Ny-1)

H0 ditolak,

t > t(1-α/2)(Nx/Ny-1)

 

 

3,93

 

 

2,84

 

 

H0 ditolak

Secara ril dan bukan faktor kebetulan hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol.

 

*) ttabel = t (1-α/2)(Nx/Ny -1)

    ttabel = t (1-0.01/2)(20-1) 

      ttabel  = t (0,995)(20)  = 2,84

Dari daftar distribusi pada taraf signifikan 0,01 diperolen nilai thitung = 3,93 > dari ttabel (0,995)(20)  = 2,84 dan H0 di tolak sehingga dapat dinyatakan bahwa hasil belajar siswa yang mengalami pembelajaran dengan menggunakan macromedia flash secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengalami pembelajaran tanpa menggunakan macromedia flash (metode konvensional) berdasarkan perhitungan nilai rata-rata hasil belajar untuk kelompok eksperimen sebesar 76,87 dan nilai rata-rata untuk kelas kontrol sebesar 68,54. Hal ini menunjukan bahwa pada pembelajaran dengan menggunakan macromedia flash hasil belajar lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran tanpa menggunakan macromedia flash.

 

Hal ini dapat kita lihat pada Grafk 4.1 hasil belajar sebagai berikut.

Grafik 4.1 skor hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol

Keterangan:

= Kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan macromedia flash

=  Kelas Kontrol yang pembelajarannya tanpa menggunakan macromedia flash

 

b.      Hipotesis 2 (Skor Retemsi Hasil Belajar Berselang 2 Minggu 6 Hari

Hipotesis 2 yang berbunyi : “Terdapat pengaruh pembelajaran sistem koloid yang menggunakan macromedia flash terhadap retensi hasil belajar siswa dari pada  tanpa menggunakan macromedia flash”.

.

 

 

 

 

 

Tabel 4.5 Ikhtisar Skor Tes Retensi Hasil Belajar Kelas Eksperimen Dan

                 Kelas Kontrol Pada Hipotesis 2

Kriteria

thitung

ttabel

Keputusan Pengujian

Kesimpulan

H0 diterima,

t ≤ t(1-α)(Nx/Ny-1)

H0 ditolak,

t > t(1-α)(Nx/Ny-1)

3,29

2.84

H0 ditolak

Secara ril dan bukan faktor kebetulan hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol.

 

Dari daftar distribusi pada taraf signifikan 0,001 diperolen nilai thitung = 3,29 > dari ttabel (0,995)(20)  = 2,84 dan kriteria H0 ditolak sehingga dapat dinyatakan bahwa ada hubungan antara hasil belajar siswa dengan pembelajaran menggunakan macromedia flash. Namun, secara riil dan bukan faktor kebetulan pada skor retensi hasil belajar yang mengalami pembelajaran dengan menggunakan macromedia flash secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengalami pembelajaran tanpa menggunakan macromedia flash (metode konvensional) berdasarkan perhitungan skor perolehan nilai rata-rata hasil belajar untuk kelompok eksperimen sebesar 47,28  dan nilai rata-rata untuk kelas kontrol sebesar 38,43  hal ini menunjukan bahwa pada pembelajaran dengan menggunakan macromedia flash hasil belajar lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran tanpa menggunakan macromedia flash.

 

 

Hal ini dapat kita lihat pada Grafik 4.2 retensi  hasil belajar sebagai berikut.

Grafik 4.2 skor retensi hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol

Keterangan:

 


= Kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan macromedia flash

=  Kelas Kontrol yang pembelajarannya tanpa menggunakan

       macromedia flash

Ini kemudian diuji melalui hipotesis nol yang berbunyi tidak terdapat pengaruh pembelajaran sistem koloid yang menggunakan macromedia flash terhadap hasil belajar dan retensi hasil belajar siswa dari pada  tanpa menggunakan macromedia flash. Ikhtisar hasil pengujian diberikan pada tabel 4.8 dan table 4.9. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13.

 

 

 

 

4.5. Pembahasan

Dalam penjelasan bahwa pembelajaran dengan menggunakan macromedia flash beda dengan pembelajaran secara konvensional, dimana lebih menekankan berfikir dedukatif. Pada hakekatnya guru hanya menyampaikan isi mata pelajaran tanpa pernah melakukan analisis karakteristik konsep untuk mengetahui apakah siswa telah benar-benar mengetahui konsep secara lebih spesifik. Pembelajaran dengan menggunakan macromedia flash dimana siswa diminta lebih banayak berfikir dalam memahami konsep melalui beberapa tampilan animasi dari macromedia flash.

Penggunaan macromedia flash dalam pengajaran materi system koloid menyebabkan materi tersebut mudah untuk dipahami oleh siswa. Hal ini menyebabkan imajinasi siswa dalam memahami konsep materi tersebut  yang pembelajarannya melalui macromedia flash  dengan logika yang benar akan terlihat. Disamping itu macromedia flash siswa akan terbantu dalam memahami konsep materi dengan baik sehingga hasil belajar dan retensi hasil belajar cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan  hasil belajar dan retensi hasil belajar  siswa yang diajar tanpa menggunakan macromedia flash. Dapat dilihat berdasarkan hasil perhitungan yang dapat dilihat pada lampiran 13, uji-t diperoleh bahwa perlakuan pembelajaran dengan menggunakan macromedia flash dinyatakan secara umum berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar dan retensi hasil belajar yang dibuktikan dengan skor hasil belajar dan retensi hasil belajar. Pengaruh yang dimaksud adalah dapat meningkatkan hasil belajar dan retensi hasil belajar siswa.

Kajian terhadap retensi, terkait dengan fungsi memori dalam mengingat dan melupakan (Herleni, raudah,1999). Mengingat adalah proses memanggil kembali informasi yang telahb tersimpan dalam memori, dan lupa adalah  ketidak mampuan untuk memanggil informasi yang tersimpan dalam memori. Artinya, bahwa informasi yang tersimpan dalam memori setelah selang waktu tertentu akan mengalami penurunan. Sebagian masih tersimpan dalam memori dan sebagian telah dilupakan. Hal ini akan mudah dipahami apabila konsepsi retensi tersebut dikaitkan dengan proses retrieval didalam memori ingatan si pelajar. Berkaitan dengan retensi tersebut, maka pengunaan macromedia flash akan dapat mempermudah proses retrieval yang terjadi dalam ingatan si pelajar.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

PENUTUP

 

5.1. Kesimpulan

Dari uraian pada bab pembahasan maka dapat disimpulkan :

1.      Terdapat pengaruh pembelajaran sistem koloid yang menggunakan macromedia flash terhadap hasil belajar siswa dari pada  tanpa menggunakan macromedia flash dengan nilai thitung = 3,93 > ttabel = 2,84 kriteria H0 di tolak.

2.       Terdapat pengaruh pembelajaran sistem koloid yang menggunakan macromedia flash terhadap retensi hasil belajar siswa dari pada  tanpa menggunakan macromedia flash dengan nilai thitung = 3,29 > ttabel = 2,84 kriteria H0 di tolak.

5.1. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1.      Dalam membelajarkan konsep sistem koloid diharapkan guru menjelaskan konsep tersebut menggunakan macromedia flash sehingga siswa dapat memahami konsep tanpa harus menghafal konsep, sehingganya hasil belajar yang diperoleh siswa bisa lebih baik.

2.      Pemanfaatan  sofwere macromedia flash sebagai media pembelajaran  dikalangan guru atau tenaga pendidik harus benar-benar relefan dengan materi yang diajarkan, sehingga memudahkan siswa dalam memahami konsep materi pelajaran kimia lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

 

Aktor Sadewa, Wiwin. dkk. 2006. Mahir Dalam 7 Hari Macromedia

 Flash Pro 8. Yogyakarta. Andi offsat

 

Arikunto, Suharsimi. 2002.  Prosedur Penelitian. Jakarta : Bhineka Cipta

 

Arikunto, Suharsimi. 1989. Menajemen Penelitian. Jakarta : Proyek pengembangan lembaga pendidikantenaga kependidikan

 

Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta; Rajawali Pers.

 

Bunurul. 2008. Evaluasi-Pembelajaran-Kimia-Berbasis-Software-Flashtm. http://bunurul.wordpress.com

 

Educare. 2009. Jurnal Pendidikan dan Budaya. http://educare.e-fkipunla.net/Generated: 24 March, 2009, 14:13

 

 

Hamalik, Oemar. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

 

Herleny Raudah. 1999. Keefektifan Model Perolehan Konsep Untuk Meningkatkan Hasil Belajar  Dan Retensi Hasil Belajar  Siswa SMU Negeri Kabupaten Kotabaru. Malang : Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Malang Program Studi Pendidikan Kimia. Tesis.

 

H. M Rohani, Ahmad. 2004. Pengolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta

 

Imron, Ali. 1996. Belajar dan Pembelajaran. Malang: Pustaka Jaya.

 

Kean dan Middlecaamp. 1984. Karakteristik-ilmu-kimia.

                        http://chemi-is-try.com/index2.php?page=produk&id=1

 

Kurtek, upiedu. ____. Pengertian+Retensi+Hasil+Belajar&cd=11&hl=id&ct

=clnk&gl=idhttp://209.85.173.132/search?q=cache:Op6EtWJggjgJ: /media/sources/BAB%25201.doc+*.

 

Nasir, Mohammad. 1983. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

 

Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Malang : Universitas Negeri Malang.

 

Purwanto, M. Ngalim. 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

 

Pramono Andi. 2006. Presentase Multimedia dengan  Makromedia Flash.Yogyakarta. Andi offsat

 

Purba, Michael. 2006. Kimia Untuk SMA Kelas XI. Jakarta ; Erlangga

 

Rahmat, Abdul. 2009. Super Teacher. Bandung: MQS Publising

 

Santyasa.____.Model_Model_Pembelajaran.pdf+*. pengertian+retensi+hasil+belajar&cd=8&hl=id&ct=clnk&gl=id http://209.85.173.132/search?q=cache:orA9nxHWjhoJ:www.freewebs.com/

 

Setyowati Anik. 2002. Pengaruh Pengajaran Ionisasi Larutan Elektrolit Dengan Menggunakan Gambaran Mikroskopik Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas II SMU PGRI 1 Jombang. Malang :Universitas Negeri Malang FMIPA Prodi. Kimia. Skripsi.

 

Sudarmo, unggul. 2007. Kimia Untuk SMA Kelas XI.2. Jakarta. PHißETA

 

Sunardi. 2008. Kimia Bilingual untuk SMA/MA Kelas XI semester 1 dan 2. Bandung : Yrama widya

 

Uno, Hamza & Kuadrat, Masri. 2009. Pengelolaan Kecerdasan Dalam Pembelajaran (Sebuah Konsep Pembelajaran Berbasis Kecerdasan). Jakarta: Bumi Aksara

 

Winkel, W. S. 1995. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Grasindo.

 

Yuyun. VBS. 2009. PC Media (Percantik Windows). Jakarta: PT.Ginantika Pratama Prima (GPP).

 

___________. 2009. CHIP (Teknologi Superkomputer). Jakarta: PT. Galva Teknologies


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | MusrinSalila Template | Galeri Tinangkung
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2012. Galeri Tinangkung - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by MusrinSalila Template