Headlines News :
Home » » BANK DUNIA DAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

BANK DUNIA DAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Written By Musrin Salila on Jumat, 09 April 2010 | 02.10

I. Pendahuluan

Lebih dari satu dasawarsa yang lalu, benih-benih gerakan reformasi Bank dunia mulai ditebarkan ketika sekelompok pembela lingkungan di Amerika Serikat melakukan protes terhadap perusakan ekologis yang diakibatkan oleh proyek yang didukung Bank Dunia di Indonesia dan Brasil. Karena kritik-kritik eksternal inilah, yang disampaikan melalui tekanan Kongres Amerika Serikat dan didukung oleh kritik dari dalam institusi, maka Bank Dunia pada akhir tahun 80-an mengakui pentingnya untuk mengantisipasi dan mengurangi dampak buruk ekologis dari pinjamannya. Sejak saat itu, Bank Dunia mengambil beberapa langkah kecil untuk memperbaiki kinerja lingkungan, akan tetapi agar terjadi perubahan orientasi dari penekanan pada pertumbuhan ekonomi ke pendekatan yang konsisten dengan keberlanjutan lingkungan, maka perlu ada lompatan jauh ke muka.

Sejak Konperensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan tahun 1992, Bank Dunia mengadopsi retorika "pembangunan berwawasan lingkungan berkelanjutan", dan Laporan Pembangunan Dunia Bank Dunia 1992 tentang "Pembangunan dan Lingkungan" merancang pendekatan yang ditujukan pada masalah lingkungan. Laporan tersebut memfokuskan pada kebutuhan pengusahaan yang saling menguntungkan, di mana kebijakan yang hendak memajukan pertumbuhan ekonomi yang efisien-sebagaimana pemindahan subsidi sumber daya alam-juga ingin mempromosikan tujuan-tujuan lingkungan. Tekanan diberikan pada kebutuhan untuk penilaian yang teliti terhadap "penjualan" antara pemasukan dan kualitas lingkungan. Laporan tersebut membuat suatu pernyataan yang jelas bahwa negara-negara maju harus memikul tanggung jawab utama dalam masalah lingkungan global seperti perubahan iklim dan penipisan lapisan ozon.

Beberapa tahun terakhir ini, Bank Dunia telah merinci seperangkat kebijakan dan prosedur lingkungan, dan menambah jumlah pinjaman yang dikucurkan untuk proyek-proyek yang berinisiatif terhadap "lingkungan"-terutama pada pengendalian polusi-di samping pada proyek-proyek lain. Saat Bank Dunia melaksanakan perbaikan lingkungan, implementasi prosedur lingkungan pada proyek demi proyek dilaksanakan tidak merata, dan sering gagal dalam mencapai sasaran positif yang telah ditentukan dalam kebijakan-kebijakan Bank Dunia. Ada kesepakatan bahwa "Pendekatan mengurangi " Bank Dunia terhadap dampak pembangunan yang merugikan lingkungan adalah tidak mencukupi untuk memastikan keberlanjutan lingkungan tercapai, baik pada tingkat lokal, regional, maupun pada tingkat global.

Bank Dunia sebagai lembaga belum mempertanyakan kecocokan antara keberlanjutan lingkungan dengan paradigma pembangunan yang ada, yang menundukkan sasaran pembangunan lain pada pertumbuhan ekonomi dan efisiensi. Memang benar, Bank Dunia bisa dikritik karena gagal menggalakkan perubahan pro lingkungan, yang memang konsisten dengan paradigmanya yang ada saat ini, seperti pencabutan subsidi yang mendorong eksploitasi berlebihan atas sumber alam. Adalah cukup adil untuk mengatakan bahwa kemajuan-kemajuan yang dicapai selama ini sekadar perbaikan tambal sulam dengan cara "bisnis as usual", sama sekali belum merupakan perubahan-perubahan paradigma ke arah pendekatan "keberlanjutan" yang diperlukan.

Tesis pada makalah ini adalah bahwa Bank Dunia harus bergerak dari pendekatan yang dipakai sekarang ini ke pendekatan yang menjadikan keberlanjutan sebagai tujuan utama operasi seluruh Bank Dunia dan kebijakannya. Tantangan bukan hanya bagaimana "menjadikannya sebagai arus utama" tetapi juga memasukkanya ke hulu dan menjadikan keberlanjutan lingkungan sebagai sebuah sasaran sektor dan strategi bantuan tingkat negara. Kerja analisis yang sedang berlangsung menjadi pemula untuk mengatasi soal-soal metodologi akan dibawa oleh "pendekatan berkelanjutan." Dan meskipun ada batasan-batasan politik dikenakan oleh pemegang saham dan negara-negara peminjam adalah cukup berat, namun Bank Dunia bisa memainkan peranan yang unik untuk menjadi pimpinan dalam membantu negara-negara dan masyarakat dunia untuk memacu perubahan-perubahan ke arah jalan pembangunan secara lingkungan berkelanjutan.

Makalah ini dimulai dengan ringkasan kritik dari luar terhadap kinerja lingkungan. Lalu, makalah ini memaparkan dan menilai tanggapan Bank Dunia terhadap kritik tersebut melalui rincian kebijakan, proyek-proyek, struktur, instrumen perencanaan dan hasil-hasil analisis Bank Dunia. Makalah ini diakhiri dengan sebuah diskusi mengenai tantangan perubahan pendekatan Bank Dunia : dari sebuah "pendekatan meringankan" kepada suatu "pendekatan keberlanjutan" dalam issue-issue lingkungan : mengatasi soal-soal manajemen yang menghalangi Bank Dunia mewujudkan komitmennya, merubah paradigma pembangunan Bank Dunia keluar dari penekanan pada pertumbuhan ekonomi semata, pengembangan kemitraan yang cocok serta dukungan kepada pemerintah dan pelaku non pemerintah yang yang menjadi anggotanya.

II. Kritik Lingkungan terhadap Bank Dunia

Kecaman terhadap kinerja lingkungan Bank Dunia telah menjadi ujung tombak usaha mereformasi Bank Dunia sejak awal tahun 80-an. Advokasi atas pembaharuan pada Bank Dunia diperluas lagi dengan penekanan pada keadilan sosial dan pemerintahan, namun terus menerus dikaitkan dengan gerakan lingkungan. Dan memang, dampak sosial dari pinjaman-pinjaman Bank Dunia dalam hal pemindahan penduduk secara paksa dan dampaknya terhadap masyarakat adat telah dsatukan di bawah judul kebijakan lingkungan.

Selama beberapa tahun, LSM lingkungan di Utara dan Selatan menyampaikan keprihatinannya secara langsung pada Bank Duni, juga pada anggota pemerintahan yang lainnya, dan meningkatkan koordinasi usaha advokasi mereka. Di Amerika Serikat, gema kritik atas sepak terjang Bank Dunia dalam soal lingkungan dipernyaring melalui Kongres Amerika Serikat dan pemerintah AS melalui proses dan instruksi pada Direktur Eksekutif Amerika Serikat. Usaha advokasi yang sama yang dilakukan di Eropa dan Jepang mendapat dukungan yang lebih luas dari badan legislatif dan badan eksekutif pada para negara pemegang saham lain. Bank Dunia akhirnya menjadi tanggap terhadap kritikan ini, dan telah menyusun perbaikan internal yang sungguh-sungguh dan usaha penerangan ke masyarakat yang ber semangat.

Ringkasan persoalan tentang kinerja lingkungan Bank Dunia dipaparkan dalam bab ini dan akan merupakan ikhtisar dari soal-soal yang diangkat selama dekade upaya mereformasi Bank Dunia. Bab berikutnya akan memaparkan dan menilai kecukupan dari langkah-langkah mendasar yang diambil oleh Bank Dunia untuk menanggapi kritikan ini dan terhadap tantangan lingkungan baru. 

Boks 18: BANK DUNIA DAN ENERGI

Sektor pembangkit listrik dan sektor transportasi secara bersama-sama menempati porsi lebih dari seperempat pinjaman yang dikucurkan oleh Bank Dunia, dan telah dijadikan sasaran kecaman sebagai bukti tidak adanya komitmen Bank Dunia terhadap keberkelanjutan lingkungan. Dalam bidang pembangkit energi, fokus Bank Dunia semata-mata pada investasi sisi pasokan (supply side), membantu pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTU), dan proyek pembangkit listrik berbahan dasar fosil skala besar.

Pada tahun 1992, Dewan Direktur Bank Dunia menyetujui sebuah kebijakan baru tentang energi yang meliputi peranan Bank Dunia dalam penghematan energi dan sektor tenaga listrik. Beberapa ciri utama kebijakan itu antara lain:

  • Memajukan Perencanaan Sumber Daya Alam Terpadu, suatu metodologi yang mencakup analisa sisi-permintaan untuk mengidentifikasi pilihan investasi yang yang paling murah.
  • Investasi dalam penguatan kelembagaan dan kerangka regulasi untuk memacu efisiensi energi.

Pada tahun 1994, LSM lingkungan, EDF dan NRDC mengkaji semua proyek Bank Dunia yang sedang menunggu keputusan, Dari 46 sektor pinjaman, mereka menemukan hanya 2 yang memenuhi semua aspek kebijakan baru itu.

Implikasi dari kegagalan Bank Dunia dalam merubah diri pendekatannya ke arah pendekatan yang lebih seimbang dalam pengembangan sektor energi akan memiliki dampak sangat besar. Diperkirakan pertumbuhan permintaan dunia terhadap listrik akan naik dua kali lipat dalam kurun waktu 15 tahun yang akan datang, dengan peningkatan yang sangat pesat di negara-negara seperti Cina dan India di mana Bank Dunia memiliki peranan penting, bahkan ketika investasi swasta sedang melimpah. Di negara-negara transisi Eropa Tengah dan bekas Uni Soviet, Bank Dunia kehilangan kesempatan yang sangat besar untuk menggunakan proses swastanisasi, untuk merubah sektor energi yang paling tidak efisien se dunia dengan menerapkan Perencanaan Sumber Daya Alam Terpadu. Kegagalan dalam mengubah jenis investasi pada sisi pasokan energi konvensional, akan mengakibatkan kenaikan biaya ekonomi dan biaya lingkungan baik di tingkat lokal maupun di tingkat global.

Sebagai jawaban atas kritik ini, Bank Dunia menunjukkan segi-segi efisiensi dari liberalisasi harga energi yang dijadikan komponen standar dalam proyek-proyek penyesuaian struktural yang didukung oleh Bank Dunia. Disamping itu, Bank Dunia telah menunjukkan investasi dalam pembangkit listrik berbahan bakar dasar yang dapat diperbaharui dan efisisen, yang didanai para donatur bilateral atau Fasilitasi Lingkungan Global (GEF). Pada tahun 1991, dana bilateral membantu terbentuknya unit energi alternatif pada Departemen Teknis Asia (ASTAE-Asia Technical Departemen) untuk menggalakkan proyek-proyek energi alternatif skala kecil beserta komponen-komponen proyeknya. Pengalaman yang didapat oleh unit-unit tersebut menunjukkan kesulitan yang dihadapi Bank Dunia dalam pembiayaan proyek-proyek berskala kecil. Unit-unit tersebut itu kini sedang disatukan ke dalam "Solar Initiative" (prakarsa penggunaan energi Matahari) yang memiliki kemungkinan untuk menaikkan pengaruhnya pada pinjaman utang Bank Dunia. Kebijakan operasional yang baru di bidang energi sedikit memperkuat kebijakan yang ditetapkan tahun 1992.

Kritik-kritik menyebutkan beberapa kendala dalam rangka memperbaiki kinerja Bank Dunia dan saran-saran untuk menanggulanginya, antara lain :

  • Skala. Tingginya biaya kerja Bank Dunia rata-rata ukuran proyek yang besar tidak sebanding dengan persyaratan terhadap investasi-investasi energi alternatif skala kecil dengan tingginya bantuan tehnis -technical assistance-- yang dibutuhkan. Bank Dunia dapat mengerjakan lebih banyak lagi dengan cara membendel dan menyediakan jaminan terhadap investasi skala kecil. Dapat ditambahkan, bahwa dukungan untuk pembentukan mediator dalam pencairan pinjaman-pinjaman Bank Dunia dan penyediaan informasi dan bantuan lain, hal ini dapat mendekatkan atau bahkan menutup celah antara kesempatan penanaman modal yang bagus dengan sumber modal.
  • Menyamakan level persaingan. Methodologi analisa ekonomi Bank Dunia memiliki bias ke investasi daripada ke efisiensi dan energi alternatif yang dapat diperbaharui. Sebagai contohnya, measukkan perhitungan biaya umur-penuh (full lifecycle) ke dalam keputusan pembelanjaan, yang pada gilirannya akan menyamakan ruang persaingan supaya teknologi-teknologi energi lebih efisien dengan cara membuat biaya dimuka lebih tinggi, tetapi dengan baiaya yang rendah untuk operasi selanjutnya.
  • Kerangka kerja institusi dan kebijakan. Dalam kaitan mengarus-utamakan jenis investasi yang dilakukan oleh ASTAE, Bank Dunia harus bergerak "ke hulu" -- tidak sekadar berhenti pada perangkat reformasi harga -- dan berinvestasi dalam mengembangkan kerangka kerja regulasi dan kapasitas kelembagaan di negara-negara peminjam untuk lebih memacu penghematan energi sampai ke tingkat pemakai terakhir.

Di bidang transportasi, bagian terbesar dari pinjaman Bank Dunia telah difokuskan pada pembangunan jalan raya dan perubahan desain kendaraan pribadi. Terutama sekali di negara-negara yang sedang dalam masa transisi ekonomi, Bank Dunia telah mempromosikan swastanisasi sistem transportasi --yang cenderung memilih sistem jalan raya dengan mengorbankan pembuatan sistem rel kereta api--, dengan demikian hilanglah suatu peluang untuk membentuk atau mengelola suatu sistem transportasi yang lebih berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Kritik-kritik yang diajukan menyatakan bahwa jika Bank Dunia memberikan perhatian lebih banyak dalam pengadaan jalur sepeda dan bus dalam investasi jalan raya, dan secara keseluruhan untuk lebih menekankan pemilihan penggunaan alternatif angkutan massal.

Sumber-sumber: "Power Failure: A Review of the World Bank’s Implementation of its New Energy Policy," EDF dan NRDC, 1994; "Rethinking Development Assistance for Renewable Energy,’ Keith Kozloff dan Olato Kumbo Shobo Wale, World Resources Institute, 1994; "Promoting Energy Assistance to the Post-Planned Economies," William U. Chandler, Pasific Northwest Laboratories, 1994; Lara Helfer, International Institute for Energy Efficiency, komunikasi personal, Januari 1996.

PROYEK-PROYEK YANG MERUSAK LINGKUNGAN

Kritik lingkungan atas Bank Dunia pada awalnya berpusat pada dampak merugikan dari suatu proyek atau program. Sebagai contoh, para aktivis lingkungan yang menuduh bahwa pinjaman Bank Dunia pada program transmigrasi yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dan pembangunan jalan menembus hutan tropis Amazon Brasil, telah mempercepat laju penggundulan hutan tropis di negara-negara tersebut. Lalu, serangkaian proyek pembangunan bendungan besar dengan dampak sosial dan lingkungan lebih-lebih mendorong lebih jauh gerakan untuk mereformasi Bank Dunia (lihat Boks 5: "Kontroversi Sekitar Bendungan Besar" di bagian Tinjauan Umum).

Proyek-proyek swasta yang didukung oleh Group Bank Dunia terus mennjadi pintu masuk bagi kritik lingkungan. Baru-baru ini, fokus tersebut telah bergeser ke proyek yang didukung oleh bagian pinjaman sektor swasta dan asuransi dari Group Bank Dunia, yaitu IFC dan MIGA. Sebagai contoh: bantuan MIGA untuk operasi penambangan Freeport-Mc.MoRan’s di Irian Jaya, Indonesia, yang pada saat ini berada dalam pengawasan : MIGA baru-baru ini melaporkan kepada Dewan Direktur bahwa MIGA telah gagal dan mempehitungkan dampak lingkungan dari peningkatan tiga kali lipat ekspansi dan kegiatan penambangan, yang sekarang membuang 100,000 ton limbah pertambangan, ke dalam sungai-sungai lokal setiap harinya.

STRATEGI SEKTOR LINGKUNGAN YANG TIDAK BERKELANJUTAN

Bergerak ke hulu, dari dampak proyek individu, para aktivis lingkungan juga mengkritik Bank Dunia yang telah gagal untuk memajukan strategi-strategi pembangunan sektoral yang lingkungan berkelanjutan. Sebagai contoh, kebijakan kehutanan tahun 1991, pinjaman Bank Dunia pada sektor kehutanan cenderung ditekankan pada produksi kayu lebih daripada biaya konservasi dan target pembangunan pedesaan. Di sektor pertanian, Bank Dunia menopang "Revolusi Hijau" , suatu teknologi yang telah dikritik tajam karena memerosotkan keanekaragaman hayati dari sistem agronomi, disamping meningkatkan polusi dan mengancam kesehatan manusia yang diakibatkan oleh penggunaan pestisida.

Pada sektor tenaga listrik, pinjaman Bank Dunia bias ke pembangkit listrik berbahan dasar fosil dengan mengesampingkan investasi pada energi alternatif skala kecil hemat energi dan dapat diperbaharui. Yang terakhir, Bank Dunia dikecam habis lantaranmenggalakkan pengembangan transportasi jalan raya dengan mengorbankan sistem transportasi kereta api di negara-negara ekonomi transisi Eropa Timur. Boks 18, 19 dan 20 secara berturut-turut menyajikan informasi tambahan tentang tantangan yang dihadapi oleh Bank Dunia dalam bidang energi, kehutanan, dan bidang pertanian.

KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO DAN PROGRAM PENYESUAIAN STRUKTURAL YANG BUTA LINGKUNGAN

Bank Dunia juga telah dikritik akibat kegagalannya mempertimbangkan implikasi lingkungan dari program penyesuaian struktural dan nasehat kebijakan ekonomi makronya. Sebagai contoh, penghapusan pajak ekspor pada komoditi pertanian pembabatan hutan telah mengabaikan ketetapan tentang hak milik, dengan menyediakan insentif bagi para kontraktor untuk semakin meluaskan area pembabatan dan pembukaan lahan kehutanan mereka.

Sementara banyak aspek perbaikan ekonomi makro yang dapat bermanfaat terhadap lingkungan, contohnya dengan dihapuskannya subsidi yang menganjurkan penggunaan pestisida atau energi secara berlebihan, maka manfaat-manfaat yang telah dicapai itu berkembang menjadi semacam artefak-bukti sejarah dari sasaran kebijakan efisiensi ekonomi Bank Dunia dibanding desainnya. Dapat juga ditambahkan, bahwa realisasi dari manfaat-manfaat tersebut sering melenceng dari kapasitas institusional dan kerangka kerja regulasi yang sudah ditetapkan, yang dipincangkan sendiri oleh penghematan fiskal yang ditentukan oleh penyesuaian.

KEGAGALAN DALAM SOAL LINGKUNGAN GLOBAL.

Bank Dunia telah disalahkan akibat kegagalannya untuk mengambil peran pelopor pada issue-issue lingkungan global, bahkan tidak memasukkan biaya dan manfaat lingkungan global ke dalam analisa dan programnya tingkat negara peminjam.Yang paling kontroversial adalah sejauh mana investasi Bank Dunia dalam sektor energi memperthitungkan sumbangan mereka dalam masalah perubahan iklim global. Ketika Bank Dunia membiayai pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar fosil, hal demikian jelas ini memberikan dampak yang tidak netral atas peningkatan emisi gas rumah kaca..

Ada juga yang menganggap bahwa Bank Dunia tidak cukup berusaha dalam mengatasi soal-soal keamanan pangan global, yang tergantung sekali kepada pemeliharaan ekosistem laut dan udara di seluruh dunia. Kritik yang diajukan oleh Lester Brown mengatakan bahwa Bank Dunia terlalu optimis dalam proyeksi penyediaan makanan, gagal dalam memperhitungkan faktor degradasi lingkungan dan kelangkaan sumber daya. Bank Dunia adalah pemeran utama dalam perekonomian dan di bidang pertanian pada dua negara yang paling berpengaruh dalam pasar biji-bijian dunia : Rusia dan Cina, dan sehingga dia memikul tanggung jawab besar untuk melakukan analisis integral terhadap kecenderungan tingkat nasional maupun global.

BOKS 19: BANK DUNIA DAN KEHUTANAN

Meskipun pinjaman untuk sektor kehutanan berjumlah kurang dari 3 persen dari total pinjaman yang dikucurkan oleh Bank Dunia, issue-issue tentang kehutanan bisa dinyatakan sebagai telah membesar bersamaan dengan maraknya kontroversi tentang lingkungan yang bergolak di Bank Dunia. Kritik dan tuduhan itu antara lain:

  • Pinjaman Bank Dunia untuk produksi kayu dan pembangunan jalan dan rencana kolonisasi areal hutan telah menjadi penyebab utama penggundulan hutan dan mengakibatkan dampak yang merugikan bagi masyarakat yang menetap di dalamnya; dan
  • Program penyesuaian struktural dan kebijakan ekonomi makro yang didukung sepenuhnya oleh Bank Dunia telah memberikan akibat langsung pada pelonjakan ekspor kayu gelondongan dan melemahnya kapasitas regulasi pemerintah.

Manakala Bank Dunia mencoba menggunakan pengaruh positifnya pada manajemen hutan di negara-negara peminjam, hal ini tidak membawa sukses karena kepentingan sempit pihak pemerintah dan sektor swasta. Pengalaman Bank Dunia di Indonesia telah memberikan pelajaran yang sangat berharga; setelah 2 proyek kehutanan disetujui oleh Bank Dunia, Menteri Kehutanan menolak untuk pinjaman lagi, dan dengan menggunakan dana Fasilitasi Lingkungan Global (GEF), Bank Dunia berupaya mencabut HPH-HPH di hutan Sumatra -yang justru sangat penting karena kekayaan keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya--, dan ternyata tidak berhasil. Analisa oleh Departemen Evaluasi Operasi Bank Dunia pada tahun 1994 atas pengalaman persyaratan pinjaman di sektor kehutanan, menemukan bukti-bukti yang cukup atas ketidakpatuhan negara peminjam pada syarat-syarat pinjaman yang telah disepakati.

Pada tahun 1991, Dewan Pengurus Bank Dunia menyetujui sebuah kebijakan baru di sektor kehutanan. Beberapa kunci kebijakan tersebut adalah:

  • Larangan bagi Bank Dunia untuk memberikan pinjaman pada proyek-proyek penebangan kayu, terutama sekali di hutan tropis;
  • Mensyaratkan pemberian pinjaman kepada hutan komersial pada komitmen para peminjam untuk melaksanakan proyek kehutanan "yang berkelanjutan dan berorientasi konservasi"; serta
  • Mengadopsi suatu pendekatan lintas sektoral dalam penyusunan kebijakan Bank Dunia yang baru, yang nanti akan diterapkan pada seluruh pinjaman Bank Dunia yang berdampak pada kondisi hutan, dan kebijakan baru tersebut diterapkan tidak cuma di sektor kehutanan saja.

Pada tahun 1994, Bank Dunia melaksanakan evaluasi atas implementasi dari kebijakan baru Bank Dunia . Evaluasi ini itu sangat terbatas, karena hanya melalui suatu kajian teoretis dan konsultasi dengan organisasi-organisasi non-pemerintah (Ornop). Evaluasi itu menyatakan bahwa komposisi pinjaman sektor kehutanan Bank Dunia telah berubah, dari kegiatan yang berorientasi pada produksi dan ke proyek yang mendukung konservasi dan kegiatan pengelolaan sumber-sumber air. Organisasi non-pemerintah mengkritik evaluasi itu karena dianggap telah gagal untuk melihat secara langsung di lapangan, dampak-dampak proyek yang didukung oleh Bank Dunia, dan untuk melihat secara sistematis cara Bank Dunia mengimplementasikan kebijakannya melalui program pemberian hutangnya. Organisasi non-pemerintah menuntut suatu evaluasi ulang, suatu evaluasi lapangan secara langsung, untuk melihat dampak kebijakan di lapangan.

Terkejut oleh kritik dari organisasi non-pemerintah, beberapa staf Bank Dunia menyimpulkan bahwa Bank Dunia "mustahil bisa berhasil" di sektor kehutanan, dan mulai mengurangi keterlibatannya. Pembubaran Team Kehutanan Pusat di bawah ESDVP merupakan indikasi langkah munduri. Sementara yang lain dalam tubuh Bank Dunia tetap ingin memperkuat record positif dalam bidang kehutanan, seperti adanya persyaratan pemberian pinjaman Bank Dunia yang makin ketat untuk sektor kehutanan dari program penyesuaian struktural yang sekarang ini sedang berlangsung di Papua New Guinea. Kelompok ini kecewa karena kebijakan Bank Dunia di sektor kehutanan telah mencegah Bank Dunia terlibat secara baik industri kayu, yang akan menentukan nasib sebagian besar sisa hutan-hutan di dunia dan telah mendesak agar kebijakan itu ditinjau lagi.

Bagaimanapun, pengalaman mengajarkan bahwa keterlibatan Bank Dunia dalam sektor kehutanan harus selektif -dilakukan bila tercapai kemauan dan kebijakan politik diantara Bank Dunia dan pemerintah negara-negara peminjam untuk mempertanyakanm sesaat-- dan dalam suatu pola kemitraan dengan masyarakat dan organisasai yang mewakili kepentingan rakyat.

Sumber: "The Forest Sector: A World Bank Policy Paper," 1991; "Conditional Lending Experiences in World Bank-Financed Forestry Projects," OED, 1994; "Review of Implementation of the Forest Sector Policy," 1994.

KAITAN ANTARA LINGKUNGAN DENGAN KEMISKINAN

Banyak pihak berpendapat bahwa Bank Dunia harus bertanggungjawab atas dosa-dosa membuat dan atau mengabaikan degradasi lingkungan, karena negara-negara termiskin, dan rakayt miskin di pelosok negara, mengalami penderitaan yang luar biasa dari efek hancurnya sumber daya alam dan kontaminasi ekosistem. Pandangan awam bahwa masyarakat harus membuat "pilihan mana yang lebih dahulu" antara lingkungan dan pengurangan kemiskinan, telah dibantah oleh analisa dan pengalaman, dan ada bukti di mana Bank Dunia tidak mengambil langkah yang memadai untuk "sama-sama menang" atas kedua sasaran tersebut

Sebagian besar rakyat termiskin di dunia tinggal di pedesaan, menggantungkan hidupnya pada barang dan jasa alam, dan menjadikan hal tersebut sebagai mata pencaharian utama mereka. Penurunan pinjaman Bank Dunia di sektor pertanian dan pembangunan pedesaan lainnya tiada lain berarti menurunnya investasi untuk si rakyat miskin. Pemusnahan aset-aset alam seperti hutan untuk keuntungan-keuntungan sesaat-yang sering dipromosikan oleh Bank Dunia dibanyak kesempatan-tidak hanya menimbulkan akibat yang merugikan pada para penduduk hutan, tapi dalam jangka panjang juga memiskinkan masyarakat secara keseluruhan. Guna mencapai sasaran pokok mengurangi kemiskinan, Bank Dunia juga harus mengejar sasaran lingkungan.

HUBUNGAN LINGKUNGAN DENGAN PEMERINTAHAN

Laporan Pembangunan Dunia Bank Dunia tahun 1992 mengakui perlunya kebijakan dan institusi pemerintahan yang kuat-yang didukung oleh masyarakat umum-untuk menjawab permasalahan lingkungan. Kritik-kritik kepada Bank Dunia menuduh bahwa melalui bantuan untuk penyesuaian struktural dan swastanisasi, Bank Dunia baik langsung atau tidak langsung melemahkan kapasitas pemerintah untuk menjaga lingkungan. Pada saat yang sama, kerja Bank Dunia dianggap belum cukup untuk membantu perkembangan munculnya lembaga-lembaga masyarakat yang dapat memainkan peranan sebagai pengawas, menagih akuntablitas pihak pemerintah dan perusahaan swasta agar mematuhi standar lingkungan. Makalah pendamping yang ditulis oleh David Hunter akan menyajikan secara lebih luas lagi mengenai hubungan-hubungan ini.

Boks 20 : BANK DUNIA DAN PERTANIAN

Pada awal tahun 1996, Bank Dunia sedang ditengah-tengah usahanya menata ulang perananya dalam mempromosikan pembangunan pertanian --dan lebih luas lagi pedesaaan.. James Wolfernsohn menyatakan keprihatinannya atas kegagalan Bank Dunia dalam menyelenggrakan peran pelopor di sektor pertanian, dan mengarahkan stafnya untuk menyiapkan "rencana aksi" baru bagi penerapan kebijakan baru berjudul "Visi Strategis Bank Dunia untuk Pedesaan, Pertanian, dan Pemanfaaatan Sumber Daya Alam."

Sektor pertanian secara tradisional telah menjadi komponen pinjaman terbesar Bank Dunia, namun akhir-akhir ini ukurannya mengalami penurunan baik secara mutlak maupun relatif. Pinjaman proyek pertanian terdiri dari -pinjaman untuk irigasi, penyuluhan dan penyesuaian sektor - telah di tandai oleh jeleknya kinerja proyek tersebut, dan seperti dinyatakan oleh Laporan Wapenhans tahun 1992, bahwa sektor pertanian adalah sektor yang paling menimbulkan masalah dalam keseluruhan proyek-proyek Bank Dunia.

Dengan perkecualian peranan penting Bank Dunia dalam dukungan keuangan kepada Badan Konsultasi Penelitian Pertanian Internasional (CGIAR), maka akhir-akhir ini sektor pertanian bisa dikategorikan sebagai sektor yang terus menurun. Selama pemotongan anggaran dan reorganisasi, dimana pertanian dibawah weweang ESDVP (Wakil Kepresidenan Pembangunan Lingkungan yang Berkelanjutan), Bank Dunia secara bertahap mengurangi keahliannya di bidang teknologi pertanian. Walaupun Bank Dunia menyadari pentingnya pertanian sebagai alat untuk menurunkan kemiskinan, pendukung pertumbuhan ekonomi nasional, dan penjamin keamanan pangan global, namun lembaga ini nampak kehilangan kepercayaan diri dalam kapasitasnya untuk merancang dan mengimplementasikan intervensi yang efektif.

Kritik terhadap sosok Bank Dunia dalam menyelenggarakan sektor pertanian tefokus pada:

  • Pilihan Teknologi, Bank Dunia telah mengalakkan penggunaan tekonologi "Revolusi Hijau" dengan mengesampingkan metodologi sarat-pengetahuan dalam hal konservasi tanah, air dan keanekaragaman hayati. Paket teknologi tersebut lebih menitikberatkan pada daerah-daerah dan tanaman yang potensial daripada lahan pinggiran dan petani, suatu model yang bias dalam arti ketergantungan pada input yang harus dibeli dann ketergantungan pada pada sektor swasta untuk jasa penelitian dan penyuluhan. Perubahan yang demikian lambat di pihak Bank Dunia dalam memajukan dan menyetujui prinsip-prinsip Manajemen Pestisida Terpadu (IPM) dalam kurun waktu 10 tahun setelah pengucapan komitmen telah menyebabkan frustasi untuk menganjurkan suatu sistem pertanian berkelanjutan.
  • Pendekatan penyuluhan, lembaga-lembaga mitra dan yang diuntungkan. Bank Dunia terlalu lambat dalam melaksanakan peran serta masyarakat yang memberikan pelatihan pertanian untuk para petani meskipun hal itu sudah terbukti efektivitas dan efisiensinya dalam konteks program manajemen pestisida (IPM). Bank Dunia telah bekerja dengan lembaga-lembaga pemerintah dengan mengesampingkan organisasi-organisasi yang paham situasi dan bertanggungjawab pada kepentingan-kepentingan petani miskin, khususnya perempuan; rintangan-rintangan birokrasi telah menghalangi usaha-usaha organisasi- organisasi non-pemerintah untuk berkolaborasi dengan Bank Dunia dalam implementasi lapangan.
  • Kerangka Kebijakan, Dalam banyak hal, kebijakan penyesuaian struktural yang dikembangkan oleh Bank Dunia ternyata menimbulkan konsekuensi yang merugikan pertanian, sebagai contoh dengan membatasi kredit pedesaan dan memotong biaya penelitian. Meskipun perhatian Bank Dunia difokuskan kepada penyesuaian sektor pertanian di kawasan Sub-Sahara Afrika, reformasi kebijakan mengalami bias bagi sektor pedesaan, dalam beberapa kasus mengalami hambatan karena kurangnya kemauan politik pada pihak Bank Dunia dan pemerintah negara-negara penghutang. Komite tentang Pertanian Berkelanjutan tahun lalu telah mendesak Bank Dunia "mengurangi dengan tajam" volume pinjaman yang diberikan kepada negara-negara yang tidak mau melaksanakan perbaikan semacam ini.

Untuk merespon kritik-kritik tersebut, Bank Dunia telah mulai mengganti program pinjaman di sektor pertanian dengan kerangka kerja manajemen sumber daya alam. Bank Dunia telah mengembangkan kebijakan tentang sumber-sumber air dan manajemen pupuk pertanian, dengan menyediakan dukungan keuangan terhadap fasilitas manajemen pupuk pertanian yang baru, dan mengusulkan studi tentang keanekaragaman hayati dan pertanian. Meskipun Bank Dunia terkesan hanya melakukan suatu retorika dengan komitmennya, bagaimanapun prinsip pertanian berkelanjutan tidak mengacu kepada model kebijakan pertanian Bank Dunia atau bagaimana mereka mengambangkannya.

Bank Dunia menghadapi dua tantangan utama untuk menjadi agen pembangunan pertanian berkelanjutan yang efektif, yang keduanya akan membawa implikasi pada pinjaman dan kapasitas internal lembaga. Yang pertama adalah pentingnya mengukuhkan pengakuan dfari staf Bank Dunia dan negara-negara peminjam tentang pentingnya sektor pertanian dalam pembangunan nasional, dan memahami ketergantungan sektor ini pada konservasi dasar-dasar sumber daya alam. Yang kedua adalah pentingnya difahami bahwa pembangungan pertanian berkelanjutan yang dilaksanankan bersama-sama dengan petani akan mempunyai skala lebih kecil, lebih lambat dalam implementasinya, dan lebih intensif dalam pengawasannya daripada proyek-proyek pinjaman Bank Dunia sebelumnya, serta menuntut kemitraan dengan institusi-institusi yang dalam operasi di tingkat "pengecer". Memasukkan sektor pertanian dengan strategi menyeluruh Bank Dunia untuk mempromosikan penurunan kemiskinan dan keberlanjutan lingkungan merupakan tantangan penting di masa depan.

Sumber-sumber: Robert Blake, Committee on Agricultural Sustainability for Developing Countries; Monica Moore, Pestiside Action Network; Per Pinstrup-Andersen, IFPRI; Montague Yudelman, WWF.

HUBUNGAN LINGKUNGAN DAN SEKTOR SWASTA

Seperti dibahas secara lebih terperinci dalam makalah penyerta yang ditulis oleh Peter Bosshard, keinginan Bank Dunia untuk merangkul sektor swasta mempunyai dampak positif dan negatif terhadap lingkungan. Tidak seperti perusahaan yang dimiliki negara yang mereka gantikan, perusahaan-perusahaan swasta mempunyai intensif untuk menggunakan sumber daya alam dan energi secara lebih efisien. Di sisi lain, karena tidak adanya regulasi dan penegakan hukum, kekuatan pasar akan mendorong mereka untuk mengeluarkan biaya-biaya lingkungan, seperti polusi.

Kritik lingkungan terhadap penekanan Bank Dunia atas pembangunan sektor swasta terfokus pada dua hal. Pertama, Bank Dunia dituduh melakukan percepatan privatisasi dan investasi swasta tanpa memperhatikan dan menjamin regulasi pemerintah sudah ada dan berfungsi. Kedua, para kritikus menunjukkan bahwa pinjaman sektor swasta milik Bank Dunia, melalui IFC dan MIGA, tidak dikenakan kebijakan EA seperti pinjaman regulernya, yang menempatkan Bank Dunia sebagai pendukung dana investasi yang keabsahan lingkungannya sangat diragukan.

III. Tanggapan Bank Dunia

Ada tiga bentuk tanggapan Bank Dunia atas kritik-kritik itu: elaborasi dan perbaikan sejumlah kebijakan lingkungan, menaikkan jumlah pinjaman untuk proyek-proyek yang target utamanya perlindungan lingkungan dan penambahan jumlah staf serta struktur organisasi yang ditujukan untuk mendukung pelaksanaan proyek-proyek dan kebijakan-kebijakan tersebut. Secara garis besar, perubahan-perubahan ini dimaksudkan untuk sekadar mengurangi dampak lingkungan yang merugikan yang disebabkan pertumbuhan ekonomi, dan bukan merupakan tantangan atas paradigma pembangunan Bank Dunia.

Belakangan, orang-orang dalam tubuh Bank Dunia telah memulai mengangkat soal lingkungan dengan menjadikannya agenda utama dalam operasi Bank Dunia secara lebih berarti. Dokumen-dokumen strategi yang disiapkan oleh unit-unit lingkungan regional mulai memasukkan keberlanjutan pada tingkat sektoral, dan tidak sekadar pada tingkat proyek. Unit-unit lingkungan di kantor pusat sedang bergulat dengan soal konsep, metodologi dan keterbatasan data untuk menginternalisasi biaya dan manfaat lingkungan ke dalam analisa investasi dan petunjuk-petunjuk kebijakan. Inisiatif ini bisa mempunyai implikasi yang besar untuk kerja Bank Dunia, akan tetapi dukungan yang berarti dari pucuk manajemen dan perubahan kebiasaan dan budaya pada Bank Dunia akan sangat dibutuhkan sebelum mereka bisa diintegrasikan dengan operasi tetap Bank Dunia.

KEBIJAKAN ANALISA DAMPAK

Bank Dunia untuk pertama kali menyusun prosedur analisa lingkungan (EA) pada tahun 1980, kemudian disusun dalam sebuah petunjuk operasional pada tahun 1909. Kebijakan EA sangat penting tidak hanya sebagai alat untuk memaksa Bank Dunia dan negara peminjam untuk mempertimbangkan dampak lingkungan dari projek yang dimaksud, namun juga merupakan kebijakan pertama yang mengharuskan keterbukaan informasi proyek-proyek sebelum dilakukan pertimbangan oleh Dewan. Dalam cara seperti ini, kebijakan ini berlaku sebagai alat peringatan awal yang penting agar memungkinkan kalangan aktivis lingkungan dan masyarakat korban untuk menggugat proyek-proyek yang meragukan, ketika proyek itu masih dalam proses.

Kebijakan EA ternyata kurang berhasil dalam mengangkat perubahan-perubahan "ke hulu" yang lebih fundamental pada komposisi proyek yang seadng dalam pertimbangan. Sebuah kajian internal tentang pengalaman Bank Dunia dalam prosedur EAmenunjukkan bahwa ketika kualitas EA mengalami kemajuan yang berarti, masih ada analisa alternatif yang tidak memuaskan. Pada draft tentang revisi kebijakan yang diedarkan pada tahun 1995, dikatakan bahwa perhitungan proyek khusus EA tidak sesuai untuk menganalisa "(i) implikasi lingkungan atas pilihan pembangunan yang luas pada suatu sektor (seperti cara-cara alternatif untuk memenuhi permintaan tenaga listrik) atau (ii) implikasi lingkungan atas pilihan pembangunan yang luas pada suatu sektor (seperti strategi alternatif untuk memperbaiki standar hidup di daerah pedesaan)."

Tinjauan EA Bank Dunia juga mengidentifikasikan tentang konsultasi dengan masyarakat korban sebagai bidang paling yang lemah dalam pelaksanaannya. Secara keseluruhan, dayaguna dari kebijakan EA dalam memperbaiki kinerja lingkungan Bank Dunia adalah rendah, dan pelaksanaannya cenderung menekankan peringanan problem lingkungan daripada menangani penyebab pokok kerusakan lingkungan.

Di samping kebijakan EA, yang kebijakan lain yang mandeg adalah kebijakan yang berkaitan dengan masyarakat adat dan pemindahan paksa penduduk. Kategori kebijakan-kebijakan ini dibawah judul "lingkungan" tiada lain merupakan artefak dalam sejarah advokasi oleh LSM terhadap dampak sosial yang merugikan dari operasi Bank Dunia, yang bermula dari kalangan LSM advokasi lingkungan. Pedoman "Analisa Sosial" telah disusun oleh Bank Dunia, tetapi belum lagi mempunyai status sebagai kebijakan yang wajib dan pasti.

Rekor Bank Dunia dalam hal kepatuhan atas kebijakannya pemindahan paksa adalah suram. Persyaratan bagi pemerintah negara-negara peminjamyang mempunyai rencana-rencana pemindahan penduduk dari daerah asalnya, seperti dalam kasus proyek pembangunan bendungan besar, biasanya diabaikan oleh pemerintah tersebut, dan pemindahan penduduk secara paksa telah diasosiasikan dengan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia d beberapa proyek bantuan Bank Dunia. Sebuah tinjauan yang meliputi pemindahan penduduk secara paksa dalam proyek-proyek Bank Dunia, ditemukan beberapa kasus, tidak tersedianya data untuk memenuhi ketetapan prinsip dasar tujuan kebijakan pemindahan penduduk, yangmenjamin tingkat pendapatan penduduh yang dipindahkan tidak berada pada tingkat yang lebih rendah dari atau sekurang-kurangnya sama tinggi dengan penduduk yang lebih dahulu menetap di daerah tersebut.

KEBIJAKAN PER SEKTOR

Sebagai tambahan terhadap kebijakan semacam EA yang sifatnya prosedural, dan kebijakan-kebijakan tentang dampak sosial, Bank Dunia telah mengembangkan kebijakan khusus yang berkaitan dengan manajemen pestisida pertanian, hutan, habitat-habitat alam, energi, dan manajemen sumber daya air. Kebijakan sektoral semacam ini berisi campuran antara statement-statement umum yang memiliki tujuan positif dari isu-isu yang ditangani oleh Bank Dunia dan penerapan syarat-syarat khusus atau larangan dari suatu pinjaman. Sebagai contoh, kebijakan sektor kehutanan menganjurkan dukungan Bank Dunia untuk adanya reformasi kebijakan di sektor kehutanan, dan di pihak lain, melarang pinjaman untuk penebangan hutan terutama di hutan tropis.

Bermacam-macam evaluasi dan analisa baik internal maupun eskternal dari implementasi kebijakan-kebijakan tersebut mengindikasikan bahwa kemajuan-kemajuan atas tujuan-tujuan positif ternyata mengecewakan semata. Kebijakan energi Bank Dunia menekankan pada dukungan untuk efisiensi dan manajemen sis-permintaan. Namun, sebuah evaluasi atas implementasi atas kebijakan tersebut tahun 1994 oleh EDF dan NRC menemukan bahwa dari 46 pinjaman sektor pembangkit tenaga listrik berada di bawah persiapan, hanya dua memenuhi semua komponen-komponen kebijakan itu.

Salah satu aspek penting dari kebijakan kehutanan Bank Dunia adalah bahwa hal tersebut diterapkan di seluruh operasio Bank Dunia, dan tidak hanya pinjaman sektor kehutanan. Karena pinjaman untuk proyek-proyek kehutanan hanya merupakan prosentase kecil dari seluruh pinjaman Bank Dunia, maka proyek-proyek lain dan kebijakan-kebijakan lain sering mempunyai dampak buruk terhadap hutan-hutan itu sendiri. Namun analisa Bank Dunia tahun 1994 tentang implementasi kebijakan Bank Dunia tidak memberikan analisa yang sistematis dari kepatuhan pinjaman-pinjaman sektor non kehutanan dan non proyek (sebagai contoh, penyesuaian struktural), mengindikasikan kecilnya peningkatan kemajuan dalammemasukkan tujuan-tujuan kebijakan ke seluruh pinjaman Bank Dunia.

Akibat-akibat yang TIDAK DIHARAPKAN

Fokus advokasi lingkungan pada penguatan kerangka kebijakan Bank Dunia, sebagai strategi untuk memperbaiki kinerja lingkungan Bank Dunia, telah menghasilkan akibat-akibat yang tidak diharapkan. Banyak staf Bank Dunia merasakan beban yang berlebihan dan kesulitan menerapkan kebijakan model "satu ukuran pas untuk semua," dan adanya kebencian pada unit-unit dan staf Bank Dunia yang memajukannnya. Demikian pula para peminjam dari pihak pemerintah memungkiri syarat-syarat itu, dan bagi yang mampu hal ini menjadi insentif untuk mencari dan memperoleh sumber dana lain daripada menuruti prosedur-prosedur Bank Dunia yang dianggap tidak penting, menyusahkan dan memakan waktu.

Pembentukan Panel Pengawas independen mendorong Bank Dunia supaya mengadakan reformasi terhadap apa yang pernah disebut sebagai Petunjuk Operasional menjadi Kebijakan Operasional, Prosedur Bank Dunia dan Praktek yang Baik, Good Practice, hanya dua pertama yang secara hukum mengikat di bawah wewenang Panel Pengawas. Ada anggapan bahwa Bank Dunia akan menggunakan proses reformasi sebagai sebuah kesempatan untuk memindahkan syarat-syarat yang berat ke kategori Praktek yang Baik, yang secara hukum tidak mengandung sangsi apa-apa. Jelasnya, sementara perbaikan dan pemberdayaan kebijakan lingkungan Bank Dunia dibutuhkan oleh Bank Dunia untuk menjaga akuntabilitasnya, kebijakan-kebijakan itu sendiri tidak cukup mencapai tingkat perubahan yang dibutuhkan dalam kultur Bank Dunia dan meneguhkan komitmen negara-negara peminjamterhadap tujuan lingkungan.

PROYEK-PROYEK LINGKUNGAN

Cara lain yang dilakukan oleh Bank Dunia untuk menunjukkan komitmennya terhadap lingkungan adalah melalui meningkatkan jumlah pinjaman yang diberikan untuk proyek-proyek "berwawasan lingkungan" berikut komponen-komponen proyek yang ditambahkan ke dalam program pinjaman regularnya. Bank Dunia sekarang ini membanggakan 137 proyek lingkungan dengan total pinjaman US $10 milliard, meliputi rentang yang luas berdasarkan inisiatif rubrik-rubrik manajemen lingkungan perkotaan dan pengendalian polusi, manajemen sumber daya alam, dan pembangunan institusi lingkungan. Bank Dunia juga telah menambahkan sejumlah US $557 juta untuk sektor lingkungan beserta komponen-komponen proyek yang dibiayai oleh Fasilitasi Lingkungan Global (lihat Boks 21, "Bank Dunia dan Fasilitasi Lingkungan Global).

Sementara syarat pinjaman lingkungan dalam Bank Dunia mengandung banyak inisiatif yang bermanfaat, namun tidak ada tanda-tanda perubahan dari fokus dari mengurangi kepada pendekatan keberkelanjutan. Pertama, pinjaman menekankan Agenda lingkungan "coklat" yang ditujukan kepada perindustrian dan manajemen pembuangan limbah kota lebih daripada agenda lingkungan "hijau" untuk konservasi sumber daya alam dan fungsi ekosistem yang dibutuhkan untuk mempertahankan keanekaragaman hayati dan keamanan pangan. Lebih dari 60 % jumlah investasi lingkungan difokuskan pada manajemen polusi, termasuk proyek pembuangan air dan limbah, yang mungkin dibenarkan dari segi kesehatan masyarakati.

Kedua, terdapat masalah penggolongan: beberapa investasi yang berlabel lingkungan menyimpang dari definisi yang sebenarnya. Sebagai contoh, dalam daftar proyek pada laporan lingkungan Bank Dunia tahun 1995, dibawah kelompok proyek "yang tujuan utamanya adalah lingkungan" terdapat proyek pembangunan fasilitas dua pelabuhan baru dan komplek perindustrian di Korea, sekalipun dengan embel-embel "dukungan komperehensif yang ditujukan terhadap issue-issue lingkungan dalam pembangunan bandara dan dermaga." Soalnya, apakah proyek-proyek pembangunan bandara dan pelabuhan lain dilaksanakan tanpa sokongan serupa?

Ketiga dan yang terpenting, tekanan Bank Dunia pada daftar panjang proyek-proyek lingkungan tiada lain menutup-nutupi kekurangberhasilan dalam mengintegrasikan pembangunan keberlanjutan lingkungan ke dalam semua strategi wilayah dan nasional. Sebagai contoh, pada sektor tenaga listrik, Bank Dunia telah mencapai kemajuan dalam membiayai proyek-proyek inovatif, tetapi telah gagal dalam menerapkan metodologi perencanaan dengan biaya rendah dengan strategi pembangunan tingkat nasional. Demikian pula pada makalah yang disiapkan untuk Konferensi Para Pihak pada Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati, tidak terdapat contoh-contoh untuk mendukung pernyataan bahwa Bank Dunia telah memasukkan persyaratan konservasi keaneragaman hayati ke dalam dialog kebijakan dan strategi bantuan negara-CAS.

BOKS 21 : BANK DUNIA DAN GEF

GEF-The Global Environmental Facility; adalah dana multilateral yang didirikan dengan tujuan untuk mendanai "biaya-baiaya incremental" yang dikeluarkan oleh negara-negara berkembang dalam melaksanakan inisiatif-inisiatif lingkungan yang memilki manfaat global, diantaranya konservasi keanekaragaman hayati, perubahan iklim dan perlindungan air internasional. Sebagai pelaksana GEF adalah Bank Dunia, UNDP dan UNEP. Pada tahun 1994 GEF direstrukturisasi menyusul negosiasi para donor. Selama tiga tahun sebelumnya, GEF mengalami masa percobaan yang berat.

Idealnya, dana-dana hibah dari fasilitasi lingkungan global yang dikelola oleh Bank Dunia bisa menambah dana pinjaman agar "investasi hijau" lebih menarik dari pada alternatif-alternatif proyek-proyek yang lebih murah, yang tidak memasukkan biaya lingkungan global ke dalam anggarannya. Setidaknya ada tiga faktor yang menghalangi dana GEF bisa menjadi efektif. Pertama, dana GEF tidak digunakan secara konsisten memperbesar dan memperkuat kebijakan-kebijakan dan proyek-proyek Bank Dunia, dan karenanya juga gagal dalam membantu penerima bantuan untuk merubah kebijakan menuju jalan pembangunan yang berkelanjutan. Sebaliknya, dana GEF telah disalahgunakan; dana GEF digunakan untuk membiayai komponen-komponen lingkungan dari proyek Bank Dunia, yang seharusnya komponen itu dimasukkan ke dalam paket pinjaman keuangan Bank Dunia.

Kedua, konsep "biaya-biaya tambahan" terbukti sulit dibenarkan karena kesulitan membedakan yang mana manfaat global dan yang mana manfaat lokal, yang pada prakteknya lebih ditentukan oleh perhitungan politik, dan bukan perhitungan ekonomi. Ketiga, jumlah yang disediakan oleh donor untuk dana GEF (US $ 2 milyar dalam jangka waktu 3 tahun) adalah sangat kecil bila dibandingkan dengan investasi negara atau swasta yang disalurkan kepada negara-negara berkembang, dan jauh lebih sedikit dari pada jumlah yang diperlukan untuk mengangkat saham-saham investasi yang penting bagi keberlanjutan lingkungan.

Banyak aktivis lingkungan percaya bahwa perhatian besar yang difokuskan kepada GEFl akhir-akhir ini tiada lain merupakan pengalihan perhatian terhadapi ancaman sebenarnya, yakni bagaimana mengubah arah pinjaman reguler bank-bank pembangunan multilateral ke arah keberlanjutan lingkungan.

SUSUNAN DAN STAF LINGKUNGAN

Untuk menjalankan proyek-proyek dan kebijakan-kebijakan lingkungannya, Bank Dunia telah mendirikan unit-unit lingkungan di kantor pusat dan di kantor perwakilannya, dan mengaku bahwa jumlah staf teknik lingkungannya telah meningkat menjadi lima kali lipat sejak akhir 80-an. Evaluasi terhadap program EA Bank Dunia paling terakhir menunjukkan bahwa staf unit lingkungan terlalu kelebihan beban, bahkan pada tingkat partisipasi sangat rendah dalam pengawasan proyek. Staf yang berada di unit lingkungan regional telah menghasilkan strategi lingkungan regional yang mulai ditujukan menjawab persyaratan keberlanjutan, tetapi keinginan untuk mengimplementasikan strategi-strategi ini menghadapi tantangan dari departemen-departemen wilayah. Sudah merupakan rahasia umum bahwa staf unit lingkungan menghadapi suatu kondisi yang tidak merangsang mereka membuat masalah, karena mereka bergantung pada unit-unit operasional untuk "membeli" porsi-porsi waktu mereka. Kekurang mandirian kelembagaan ini bisa melemahkan dayaguna mereka sebagai pelaksana penegak kebijakan lingkungan Bank Dunia.

Pada tahun 1993, Bank Dunia membentuk sebuah jabatan baru, wakil kepresidenan yang baru untuk pembangunan berwawasan lingkungan (ESDVP), yang diketuai oleh Ismail Serageldin, bekerja sama dengan Departemen Lingkungan, Pertanian, dan Sumber Daya Alam serta Departemen Perhubungan, Perairan dan Pembangunan Perkotaan. (Departemen Perindustrian dan Energi serta pengembangan sektor swasta dikelompokkan ke dalam wakil kepresidenan bidang pembiayaan dan pembangunan sektor swasta, sementara itu soal-soal kependudukan ditangani oleh wakil kepresidenan bidang pembangunan modal manusia). ESDVP juga menyediakan dukungan kelembagaan dan sumber daya untuk CGIAR, kelompok donor yang mendukung pusat-pusat penelitian Revolusi Hijau yang sedang berjuang untuk mengubah agenda mereka ke arah keberlanjutan lingkungan..

ESDVP telah muncul dengan agresif dalam pengembangan analisa tentang isu-isu lingkungan (akan dibahas pada bagian analisa) dan sebagai ujung tombang hubungan masyarakat dari Bank Dunia. Lebih dari dua tahun terakhir ini, staf ESDVP telah menghasilkan banyak publikasi untuk pembaca-pembaca populer, dan terlibat dalam jadwal ketat acara-acara diskusi publik, seperti diantaranya yang baru saja dilaksanakan adalah Konferensi Tahunan Ketiga tentang Pembangunan Lingkungan. Konferensi yang dilaksanakan di Washington, D.C. menjelang dilaksanakannya pertemuan tahunan Bank Dunia pada tahun 1995, dihadiri 13.000 peserta, dengan pembicara utama konferensi wakil Presiden AS, Albert Gore, para pimpinan lembaga lembaga dana internasional dan organisasi-organisasi pembangunan dan lingkungan di lingkungan PBB.

Tapi sayangnya, sejauh ini ESDVP lebih berhasil sebagai juru komunikasi komitmen Bank Dunia kepada pihak luar Bank Dunia dalam hal keberlanjutan lingkungan daripada mempengaruhi perilaku operasional Bank Dunia itu sendiri. Unit-unit lingkungan pusat dibubarkan karena tidak relevan dengan beberapa staf bank di departemen-departemen daerah, padahal staf regional merupakan kunci untuk menyatukan persoalan-persoalan lingkungan dengan operasi wilayah. Staf lingkungan pusat tidak secara rutin terlibat dalam tahap perumusan strategi bantuan negara, dan tidak berusaha mengajukan perspektif keberlanjutan lingkungan ke dalam proses dan dokumen perencanaan dasar.

Baru-baru ini presiden James Wolfensohn mengangkat Maurice Strong sebagai Penasehat Khusus Bank Dunia dalam masalah lingkungan. Meskipun Maurice Strong dikatakan telah memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan untuk membatalkan proyek Arun di Nepal yang kontroversial, -sebuah keputusan yang oleh Bank Dunia dikatakan tidak dipengaruhi oleh pertimbangan lingkungan-sifat dari peranan, pengaruh dan hubungannya dengan unit lingkungan lain dalam bank masih belum jelas bagi pengamat luar.

RENCANA NASIONAL DAN STRATEGI REGIONAL

Rencana lain yang sedang digunakan Bank Dunia untuk memperbaiki kinerja lingkungan dan peminjamnya adalah prencanaan lingkungan pada tingkat nasional dan regional. Pada awal tahun 1990-an, untuk merespon tekanan dari pemerintah negara-negara donor IDA, Bank Dunia membentuk dukungan untuk penyusuan perencanaan aksi lingkungan tingkat nasional (NEAP) di negara-negara peminjam. Proses NEAP diharapkan berasal dari negara peminjam dan menyatukan para pihak terkait pada tingkat nasional untuk menetapkan prioritas-prioritas lingkungan. Bank Dunia menyatakan bahwa NEAP merupakan salah satu "building blocks" dari strategi bantuan negara-CAS, yang dasar kerangka untuk seluruh pinjaman Bank Dunia.

Pengalaman-pengalaman NEAP ternyata tidak memuaskan. Dalam tahun pertama, di bawah tekanan untuk memenuhi deadline yang ditetapkan oleh IDA, beberapa NEAP dikembangkan oleh konsultan, dan karena itu mngesampingkan dan mengurangi kepemilikan dan partisipasi lokal. Suatu review internal bank terhadap 33 NEAP menemukan bahwa banyak NEAP gagal mengidentifikasi akar penyebab masalah lingkungan, dan sering dianggap sebagai latihan untuk menarik dana bagi proyek-proyek khusus. Hanya ada sedikit bukti bahwa NEAP secara sistematis disatukan ke dalam CAS atau strategi bantuan negara, atau bahwa NEAP memiliki kedalaman dan kualitas analisa yang diperlukan untuk mengubah strategi bantuan negara tersebut.

Pada tingkat regional, Bank Dunia telah mengembangkan strategi regional untuk mencapai keberlanjutan lingkungan. Strategi ini baru saja dikembangkan untuk negara-negara Afrika sub Sahara yang secara eksplisit membahas tantangan keberlanjutan lingkungan dan isu-isu peningkatan produksi pangan untuk penduduk, yang jumlahnya terus bertambah, sambil membuat perlindungan sumber daya alam berupa tanah, hutan dan perikanan. Strategi ini telah menerima bermacam-macam tanggapan dari departemen-departemen wilayah. Sasaran berikutnya dari para staf lingkungan regional selanjutnya adalah memasukkan strategi regional ke strategi bantuan negara.

ANALISA

ESDVP telah muncul sebagai titik fokus investasi Bank Dunia dalam pengembangan pondasi analisis dan konseptual terhadap pendekatan Bank Dunia pada lingkungan. Meskipun mereka terisolasi dari kerja operasional Bank Dunia, ESDVP sedang menjalankan inisiatif-inisiatif untuk menyediakan beberapa perlatan yang diperlukan untuk melaksanakan perubahan pendekatan ke arah keberlanjutan, dan bukan pendekatan pengurangan.

ESDVP telah meluncurkan agenda penelitian terapan, dari analisa tentang hubungan antara kebijakan makro ekonomi dan lingkungan sampai ke pengembangan indikator pembangunan berwawasan lingkungan. Program penelitian bertajuk "Global Overlays Program" dalam jangka waktu tiga tahun akan berupaya memasukkan penghitungan biaya dan manfaat lingkungan global ke dalam analisa pilihan-pilihan kebijakan dalam negeri sejumlah negara peminjam. ESDVP juga mendukung "rencana aksi" untuk "menghijaukan" sistem akuntansi nasional. Rencana itu akan mengantisipasi partisipasi Bank Dunia dalam sebuah kelompok kerja internasional untuk mendorong memasukkan jasa dan sumber daya alam ke dalam ukuran standar kemajuan ekonomi. Pembahasan lebih lanjut tentang "The Wealh of nations" dipaparkan dalam boks 22.

Semua reformasi lingkungan yang disebut di atas-kebijakan-kebijakan baru, pembangunan proyek-proyek lingkungan, penambahan staf perencanaan dan kerja analisis-adalah nyata dan penting, dan Bank Dunia menyajikan beberapa bukti di level proyek untuk menunjukkan dampak postif yang mereka terapkan pada penampilan sosok lingkungan dalam kacamata Bank Dunia. Namun demikian, meskipun laporan tahunan Bank Dunia tentang lingkungan yang baru diberi judul "Mengarus-utamakan Lingkungan", penggunaan kata yang bersifat propektif ke depan menunjukkan bahwa banyak agenda reformasi yang disebut adalah rancangan daripada hal yang sudah jadi. Meskipun kerja konseptual yang menjanjikan sedang dilaksanakan oleh ESDVP dan pada pengembangan strategi lingkungan di unit-unit lingkungan regional, namun pihak Bank Dunia belum memasukkan keberlanjutan lingkungan sebagai syarat pokok untuk mengatur strategi negara dan wilayah, ataupun mempertimbangkan dampak lingkungan global dalam perhitungannya.

BOKS 22 : STUDI "THE WEALTH OF NATIONS"

Elemen yang paling provokatif dalam penelitian terapan yang dilaksanakan oleh ESDVP Bank Dunia adalah studi "The Wealth Of Nations", yang telah dipresentasikan pada pertemuan Commission On Sustainable Development di bulan April 1995. Berbeda dengan definisi yang diajukan oleh Komisi Bruntland, yang lebih menekankan segi kebutuhan, studi ini mengajukan usulan untuk mendefenisikan keberlanjutan ( sustainability) sebagai "......memberikan/meninggalkan kepada generasi yang akan datang kesempatan sebanyak mungkin daripada yang telah kita miliki." Dengan mengartikan kesempatan sebagai kekayaan per kapita atau modal.

Lebih dari itu, studi ini mendefenisikan modal total sebagai gabungan dari alam, manusia, dan modal sosial di samping modal buatan manusia. Bervariasinya modal yang berbeda dipahami sebagai pengganti dan pelengkap dari yang lain, yang bisa dipertukarkan satu sama lain. Kerangka semacam ini berusaha memasukkan beberapa aspek pembangunan berkelanjutan yang tidak ditangkap oleh pertumbuhan ekonomi, dengan perkecualian soal distribusi kekayaan.

Studi tentang "The Wealth of Nations" berusaha menghitung secara kasar kekayaan per kapita dan komposisinya dari 192 negara, dengan menggunakan data dalam waktu yang berbeda-beda untuk mengukur "tabungan asli" negara-negara tersebut. Studi ini menunjukkan bahwa investasi domestik kotor di beberapa negara bisa menjadi negatif jika pengurangan sumber daya alam dan kerusakan lingkungan dimasukkan dalam perhitungan. Jika hasil studi ini dilaksanakan dengan serius, maka temuan-temuan dari studi ini bisa membawa pengaruh besar dalam cara pikir Bank Dunia tentang hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan.

Sumber: Sustainability and The Wealth of Nation: First Steps in on going Journey, by Ismail Serageldin, "Rancangan Pendahuluan" yang dibagikan pada Konferensi Tahunan Ketiga Bank Dunia tentang Pembangunan Berwawasan Lingkungan, Oktober 1995.

IV. TANTANGAN: MERUBAH FOKUS DARI MENGURANGI MENJADI KEBERLANJUTAN

Bank Dunia menghadapi tiga buah tantangan sekaligus dalam merubah pendekatannya tentang lingkungan, dari yang bersifat mengurangi ke arah keberlanjutan. Pertama, pihak Bank Dunia harus menutup kesenjangan antara retorika dan realita dari komitmen Bank Dunia terhadap lingkungan. Harus ada kemajuan yang dibuat dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan yang ada, dan menghasilakan manfaat "sama-sama menang" baik dalam hal lingkungan dan dalam manfaat pertumbuhan dan efisiensi ekonomi. Perubahan pada pelatihan, insentif dan pengisian staf Bank Dunia adalah tantangan-tantangan manajemen yang akan mempengaruhi kinerjalingkungan Bank Dunia.

Tantangan kedua adalah merubah paradigma pembangunan Bank Dunia untuk menjadikan keberlanjutan lingkungan sebagai tujuan utama daripada tujuan kedua, dan menyebarkan paradigma baru pada seluruh kerangka konseptual dan kegiatan lembaga. Dengan paradigma yang ada sekarang, usaha Bank Dunia dalam rangka menjawab persoalan-persoalan lingkungan lebih kepada deteksi dan pengurangan dampak lingkungan pada tingkat proyek, dan lebih pada perbanyakan pinjaman untuk proyek-proyek lingkungan. Melalui paradigma keberlanjutan, semua nasihat kebijakan dan pinjaman Bank Dunia secara implisit akan diukur dan disyaratkan pada kesesuainnya dengan perlindungan keutuhan ekosistem pada tingkat lokal, regional dan global jangka panjang (lihat Boks 23 : Ketidakcukupan Paradigma Yang Ada). Dengan cara yang sama ketika Bank Dunia mendorong peminjam untuk melaksanakan "penyesuaian struktural" sebagai syarat investasi bank, maka harus membantu menggalakkan "penyesuaian lingkungan" di negara-negara anggota (lihat Brandon, 1994).

Tantangan ketiga adalah membuat hubungan cocok dengan negara-negara peminjam dan pemegang saham, forum-forum lingkungan multilateral dan elemen-elemen masyarakat sipil pada tingkat nasional dan internasional untuk memajukan paradigma baru. Mereka inilah yang pada akhirnya harus memilih bagaimana mencapai keberlanjutan lingkungan, dari pada pihak Bank Dunia. Pembiayaan dengan konsesi yang memadai untuk mengatasi masalah-masalah lingkungan akan tergantung pada kemauan politik para pemegang saham mayoritas, sedangkan implementasi yang efektif akan tergantung pada kepemilikan oleh negara peminjam dan masyarakat yang mereka wakili.

Peranan Bank Dunia diharapkan bisa mendukung-dalam beberapa kasus menjadi fasilatator dan inisiator-proses-proses politik nasional dan internasional dengan cara memberikan dukungan intelektual, data dan analisa yang diperlukan membuat keputusan, khususnya yang berkaitan dengan resiko dan ketakpastian dalam alternatif pembangunan. Memang, Bank Dunia bukanlah satu-satunya sumber untuk memperoleh masukan, namunjangkauan globalnya, kedalaman sektornya, aksesnya atas data dan kapasitas analisanya adalah tak tertandingi. Bank Dunia harus selektif dalam keterlibatannya, menjalin kemitraan dengan lembaga yang cocok, pada skala kerja sesuai kegiatannya.

Implikasi dari tiga tantangan Bank Dunia pada tingkat proyek wilayah nasional dan global, akan dibahas lebih lanjut.

Boks 23 : KEKURANGAN PARADIGMA YANG ADA

Paradigma pembangunan yang ada yang dipakai oleh Bank Dunia, yang dilaksanakan secara teori (karena bertentangan dengan praktek) berusaha memasukkan biaya dan manfaat lingkungan ke dalam ke dalam analisa dan rumusan kebijakan pembangunan. Laporan Pembangunan Dunia tahun 1992 mengatakan :

"Mendasarkan kebijakan pembangunan dan lingkungan pada perbandingan antara biaya dan manfaat serta analisa makro ekonomi yang seksama akan memperkuat perlindungan lingkungan dan menaikkan kemakmuran serta mempertahankannya."

Secara implisit pendekatan semacam ini didasari atas asumsi bahwa jika semua biaya dan manffat lingkungan diperhitungkan - dan atas dasar harga yang layak - lalu akan membuat patokan investasi dan kriteria pembuatan kebijakan akan membuat Bank Dunia dan negara peminjam pinjaman proyek dan kebijakan yang menghasilkan keberlanjutan lingkungan.

Sementara masih ada peluang besar untuk perbaikan dalam rangka measukkan biaya dan manfaat lingkungan ke dalam analisa ekonomi yang standard, perbaikan pada pendekatan semacam ini tidak menjamin bahwa "keberkelanjutan" akan berhasil dalam kerangka waktu dan atau pada skala geografi yang ada, dimana kerusakan ekologi sedang dan telah berlangsung. Meskipun sudah dua dekade pengembangan pada bidang ekonomi lingkungan dilaksanakan, keterbatasan metodologi masih mengkhawatirkan, bahkan alat-alat yang tersedia sangat jarang digunakan karena kekurangan data. Alat-alat analisis yang ada tidak mampu dengan baik mennjawab persoalan - kelangkaan, efek ambang batas, dan tingginya tingkat ketidakpastian. Biaya dan manfaat lingkungan yang sulit untuk diidentifikasi, apalagi diukur, secara efektif ditetapkan dengan harga nol. Seperti yang diakui oleh Bank Dunia sendiri, berkenaan dengan ancaman perubahan iklim.

"… keluasan dan waktu dari langkah-langkah pengurangan (mitigation) mengandung ketidakpastian dan kekurangan informasi, sedangkan masalah rumah kaca memang tidak bisa dikenakan analisa biaya dan manfaat."

Pada "Ceramah Perpisahan" untuk Bank Dunia di tahun 1994, pakar ekonomi Herman E. Daly menegur Bank Dunia karena mengabaikan kepunahan sumberdaya alam baik dalam tingkat proyek dan maupun dalam perhitungan ekonomi makro, serta mendesak menggunakan alat-alat "blunter", seperti memakai dasar/sumber pajak pada kepunahan dan pencemaran sumber alam. Lebih jauh ia menyerang Bank Dunia atas kegagalannya mengatasi soal implikasi konsumsi sumber alam di negara-negara Utara terhadap prospek pembangunan di Selatan, ia mengatakan bahwa, "kegagalan mempertanyakan soal tersebut dalam penelitian kebijakan Bank Dunia, maka hal itu menunjukkan tidak saja kegagalan intelek, namun juga kegagalan urat syaraf."

Mengingat banyaknya bukti bahwa jalan pembangunan di tingkat nasional dan global sekarang ini tidak bersifat berkelanjutan, dan memang makin mempercepat kerusakan menuju ambang batas ekologi yang kritis, maka orang akan mendesak penambahan dan peningkatan model pengurangan (seperti meningkatkan proporsi biaya dan manfaat lingkungan dalam keputusan-keputusan investasi) disertai dengan restrukturisasi strategi pembangunan ekonomi secara lebih mendasar sebelum ambang batas tersebut dilampaui. Keberhasilan usaha-usaha restrukturisasi ini tergantung pada konsensus politik bahwa Bank Dunia mampu membantu perkembangan.

Sumber : The World Bank World Development Report (1992); " The World Bank and the UN Framework Convention on Climate Change," ESDVP Climate Change Series Paper No. 008, Maret 1995; "Fostering environmentally sustainable development: four parting suggestions for the World Bank" dalam Ecological Economic 10 (1994) hal. 183-187.

PADA TINGKAT PROYEK

Pada tingkat proyek, tantangan utama yang dihadapi Bank Dunia ialah mewujudkan tujuan dari analisa lingkungan Bank Dunia sendiri, untuk memastikan bahwa kriteria keberlanjutan lingkungan menentukan atau mempengaruhi pemilihan proyek, baik tempat maupun rancangannya. Tambahan lagi, ada hal lain yang bisa dilakukan dengan mengubah praktek rata-rata Bank Dunia dan membuat kriteria "praktek yang baik" dalam arti memasukkan biaya dan manfaat lingkungan ke dalam evaluasi ekonomi pembangunan (lihat Daly, 1994). Selama ini, praktek yang ada adalah membuat konsep proyek, lalu mengidentifikasi dan mengurangi dampak lingkungan yang merugikan dari konsep itu.

Melalui paradigma baru pihak Bank Dunia dan peminjam akan menilai syarat-syarat keberlanjutan dengan dasar ekosistem atau berdasar daerah (daripada berdasar proyek), isi proyek dan kecenderungan pembangunan biasanya terbukti tidak seimbang atau memenuhi persyaratan tersebut, dan menyusun strategi dan proyek dengan biaya yang efektif untuk mendukung alternatif pembangunan beresiko rendah. Sebagai contoh, jika pemeliharaan keutuhan ekosistem pantai sebuah negara dianggap penting untuk mempertahankan komunitas perikanan dan komunitas pantai yang penting, maka investasi-investasi yang terakit dari semua sektor harus dipersyaratkan atas keserasian dan kecocokan proyek itu mereka dengan keberlanjutan ekosistem tersebut. Bank Dunia telah berpengalaman dalam menggunakan analisa lingkungan sektoral dan regional. Analisa semacam ini menjadi prasyarat untuk pembangunan proyek swasta.

Keterlibatan Bank Dunia dalam melaksanakan strategi untuk mencapai keberlanjutan lingkungan pada tingkat proyek juga harus selektif dan kolaboratif tergantung pada perbandingannya dengan lembaga-lembaga sebayanya dari baik dari lembaga internasional, nasional, dan lokal yang lain. Misalnya, dalam hal menghadapi ancaman perubahan iklim, ketidaksempurnaan pasar telah menghalangi sektor swasta mendanai teknologi-teknologi hemat energi dan yang bisa diperbarui yang berskala kecil. Dalam hal ini, Bank Dunia tidak memiliki keahlian mengelola proyek-proyek kecil yang jumlahnya besar. Akan tetapi, di sisi lain, Bank Dunia dapat bertindak dalam menekankan reformasi harga dan menyediakan mekanisme keuangan alternatif untuk mengatasi rintangan-rintangan pasar dan membuka peluang investasi sektor swasta yang sesuai.

Demikianlah usaha Bank Dunia dalam mempromosikan usaha konservasi keanekaragaman hayati mencerminkan kelemahan dan kelebihannya. Dalam usaha melestarikan sumber kelautan dan udara, maka tugas mendorong investasi dari luar tidaklah menjadi rintangan, dan lemahnya sistem hak-hak pemili yang membawa problem keterlibatan sektor swasta. Dalam situasi yang membutuhkan gugatan atas hak atas alokasi sumber daya serta bermacam-macam dan kompleknya intervensi oleh masyarakat, Bank Dunia hanya bisa terlibat jika bersedia menggunakan pengaruhnya untuk memajukan strategi manajemen sumber daya alam berbasikan masyarakat pada kebijakan tingkat nasional atau daerah. Keterlibatan Bank Dunia secara langsung di lapangan dalam mengimplementasikan strategi ini harus dilakukan dalam kontek "kemitraan" dengan organisasi-organisasi non pemerintah dan institusi-institusi lain yang mempunyai posisi lebih baik untuk mewakili dan merespon keinginan masyarakat.

PADA TINGKAT SEKTOR

Pada tingkat sektor, tantangan utama ialah berbuat sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang ditetapkannya yang berkenaan dengan sumber-sumber alam, seperti hutan, energi, dan air, sehingga menjadi lebih produktif dalam membantu para peminjam untuk menerapkan pembangunan berwawasan lingkungan. Langkah awal yang disebutkan di atas diharapkan akan meningkatkan penggunaan perhitungan beban lingkungan sektoral dan regional untuk menjembatani alternatif-alternatif pertimbangan asli.

Swastanisasi atas sektor-sektor yang berdampak pada lingkungan bisa berjalan terus bila kerangka-kerangka peraturan lingkungan yang memadai bisa dilaksanakan. Peningkatan peranan sektor swasta dalam investasi infrastruktur pada tingkat proyek di seluruh dunia menggaris bawahi pentingnya Bank Dunia bergerak lebih ke hulu, membantu para peminjam untuk menyusun kebijakan dan strategi pembangunan sektor yang berkelanjutan - dan lembaga-lembaga yang kuat untuk melaksanakannya - yang akan menjadi acuan bagi investasi sektor swasta. Namun di mana kegagalan pasar membatasi investasi swasta yang prolingkungan, maka kebijakan Bank Dunia untuk memanfaatkan jaminan dan intervensi pasar akan menjadi campur tangan yang tepat.

Kelemahan Bank Dunia dalam mengimplementasikan kebijakan energinya harus menjadi prioritas utama dalam reformasi demi kepentingan keberlanjutan nasional dan global. Investasi sektor pembangkit tenaga listrik yang didukung Bank Dunia harus dirubah dari pembangkit berbahan bakar fosil menjadi pembangkit listrik berbahan bakar hemat dan bisa diperbaharui, sedangkan investasi sektor tranportasi pada jalan raya yang boros energi harus diubah ke sistem rel kereta api, yang hemat energi. Secara khusus bank harus memainkan peran di depan dalam ekonomi transisi, dimana perubahan cadangan modal yang kuno dan penuh polusi merupakan kesempatan untuk menggantikannya dengan teknologi alternatif yang lebih berkelanjutan.

Sektor pertanian dan kehutanan merupakan tantangan khusus bagi Bank Dunia. Meningkatkan produksi pertanian adalah bagian vital untuk mengurangi kemiskinan masyarakat pedesaan dan memastikan keamanan pangan secara global. Akan tetapi intensifikasi dan ekstensifikasi lebih jauh terhadap sistem pertanian yang ada sering mengancam keberkelanjutan lingkungan. Kebiasaan Bank Dunia untuk memberikan pinjaman kepada pemerintah untuk biaya infrastruktur irigasi dan jasa penyuluhan terkadang mengakibatkan kerusakan, menimbulkan ketidakpuasan, dan belum jelas apakah Bank Dunia bisa merubah menjadi pembangunan pertanian yang berbasikan petani yang lebih berkelanjutan.

Pada sektor kehutanan, pihak Bank Dunia harus menanggulangi sikap skeptis yang cenderung menjadi bagian dari masalah daripada bagian dari solusi. Pemerintah peminjam yang memiliki sumberdaya hutan alam-seperti Indonesia dan Papua New Guinea-tidak membutuhkan uang Bank Dunia untuk mengembangkan produksi kayu, atau terbuka menerima saran Bank Dunia. Sejauh Bank Dunia terlibat dalam sektor kehutanan di negara-negara tersebut, Bank Dunia akan meresikokan diri pada praktek-praktek yang buruk secara lingkungan dan sosial-terutama yang berkenaan dengan masyarakat adat dan konservasi keanekaragaman hayati-yang selama ini dilakukan.

PADA TINGKAT NASIONAL

Pada tingkat nasional, paradigma baru ini mengharuskan Bank Dunia untuk mengakui bahwa keberlanjutan lingkungan sebagai syarat utama dari pinjaman ke suatu negara dan nasihat kebijakannya. Reorientasi semacam ini menghendaki perubahan fokus dari "penyesuaian struktural" kepada apa yang dikatakan Katrina Brandon "penyesuaian lingkungan", dan kemauan yang sama untuk mendorong pemerintah peminjam untuk melaksanakan reformasi seperlunya. Pengalokasian dana-dana yang sedikit jumlahnya dalam dana IDA, dan dana GEF harus semakin ditentukan oleh komitmen peminjam atas kebijakan-kebijakan dan institusi yang memacu keberlanjutan lingkungan.

Keberlanjutan lingkungan dari jalan pembangunan yang yang dianjukan jarang sekali ditunjukkan secara jelas dalam dokumen-dokumen Bank Dunia. Di bawah paradigma baru ini, keberlanjutan lingkungan akan menjadi fokus utama dari analisa ekonomi suatu negara, seperti daalam Strategi Bantuan Negara -CAS dan Analisa Belanja Pemerintah - PER, serta dalam Rencana Aksi Nasional terhadap lingkungan-National Environmental Action Plans (NEAP). Reorientasi semacam ini akan mengubah komposisi proyek dan pinjaman dalam sektor dan antar sektor, serta akan penataan kembali prioritas-prioritas dan rangkaian paket reformasi di negara-negara peminjam.

Pekerjaan yang sedang dilaksanakan oleh ESDVP ini akan menhasilkan elemen-elemen kerangka konsep dan alat-alat khusus untuk melaksanakan paradigma baru dalam konteks perencanaan tingkat nasional. Studi "The Wealth Of Nations" akan memberikan pembenaran ekonomi untuk mengubah investasi dunia ke arah pembentukan dan perlindungan modal alam, modal manusia dan modal sosial. Pekerjan untuk menghitung nilai lingkungan dan memasukkan biaya dan manfaat lingkungan dalam sistem penghitungan nasional sebaiknya diterapkan sesegara mungkin dalam konteks negara peminjam tertentu.

Bank Dunia seharusnya juga makin memberi perhatian terhadap peranan lembaga masyarakat dan lembaga masyarakat sipil dalam menagih akuntabilitas pemerintah berhubungan dengan kinerjanya dalam soal lingkungan. Mendorong pemerintah untuk menciptakan ruang politik bagi LSM advokasi dan kebebasan pers-analog dengan peranan Bank Dunia dalam mengembangkan liberalisasi ekonomi untuk membuka tempat bagi keuntungan kegiatan sektor swasta-merupakan jalan yang penting dimana Bank Dunia dapat menyokong keberlanjutanlingkungan di tingkat nasional.

PADA TINGKAT GLOBAL

Paradigma baru mengharuskan Bank Dunia untuk memasukkan keberkelanjutan ekosistem regional dan global dalam strategi pembangunan tingkat Nasional. Pada tingkat regional, dana GEF yang telah mempercepat sejumlah prakarsa manajemen ekosistem, termasuk prakarsa di Laut Hitam, Laut Aral, Danau Victoria. Sampai belakangan, Bank Dunia memperlihatkan peranannya sebagai sebuah badan pelaksana GEF, berkaitan dengan tanggung jawabnya menangani masalah-masalah lingkungan global. Di bawah paradigma baru, semua investasi, dan bukan hanya investasi yang dibiayai GEF saja, harus memperhitungkan pengaruhnya terhadap kecenderungan lingkungan antara-negara. Meskipun kebijakan Bank Dunia sekarang ini mengharuskan bahwa biaya-biaya luar (lingkungan) dimasukkan dalam rancangan dan seleksi proyek, namun tidak ada bukti bahwa praktek yang terjadi sekarang ini sesuai dengan kebijakan itu atau memiliki dampak dan pengaruh komposisi pinjaman.

Memasukkan keberlanjutan lingkungan regional dan global ke dalam strategi pembangunan tingkat nasional-di luar sejumlah prakarsa yang dapat dibiayai oleh GEF-kemungkinan besar akan sangat merepotkan Bank Dunia. Salah satu pengaruh program Global Overlays Program Bank Dunia, yang dibikin untuk menghitung biaya domestik dalam memasukkan manfaat global, mungkin akan memberikan idea awal tentang besarnya pendanaan "biaya sepotong-potong " yang diperlukan untuk memperbaiki batas-batas lingkungan penting-yang merupakan bencana besar dampak lingkungan terhadap negara-negara berkembang-tanpa mengorbankan pembangunan itu sendiri. Sebagai contoh, jika Bank Dunia mengambil kebijakan "tidak merugikan" berkenaan dengan perubahan iklim global, maka penanaman modal pada sektor pembangkit tenaga listrik besar seperti pada negara-negara peminjam utama seperti India dan Cina tidak dapat dibiayai oleh Bank Dunia, dan hal ini, akan menimbulkan implikasi politik besar dalam hubungan negara Utara-Selatan.

Jelas bahwa model perwakilan Utara-Selatan dalam Bank Dunia mendudukan Bank Dunia tidak cocok untuk menjadi pialang seperti dalam tawar-menawar global semacam itu. Beberapa tawar-menawar mungkin saja akan dibikin dalam hal konvensi yang sangat luas sokongannya, seperti Protokol Montreal; yang lain, seperti soal keamanan pangan, mungkin memerlukan penciptaan Dewan Keamanan Ekonomi PBB, seperti baru-baru ini diusulkan oleh Commission on Global Governance. Saat Bank Dunia tidak merupakan forum bagi masyarakat dunia untuk menentukan bagaimana menanggapi tantangan ini, tetapi Bank Dunia harus memainkan peranan mitra yang penting dalam mendukung dan melaksanakan perjanjian-perjanjian, apakah tanggapan disalurkan melalui badan-badan PBB, konvensi-konvensi atau perangkat lainnya.

V. Kesimpulan

Hanya sedikit dari operasi Bank Dunia yang netral berkaitan dengan lingkungan berkelanjutan pada tingkat nasional, dan banyak proyek dampak yang besar untuk lingkungan tingkat global dan regional yang sesungguhnya. Para pencinta lingkungan menuduh bahwa proyek-proyek dan petunjuk kebijaksanaan Bank Dunia selalu membuat buruk kecendrungan yang negatif, atau kegagalan mengambil langkah positif untuk membalikannya. Setiap penanaman modal Bank Dunia gagal untuk membantu perubahan lintasan pembangunan ekonomi kepada sesuatu yang lebih berberkelanjutan-sebagai contoh, tidak mempercayai pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar fosil-menggambarkan hilangnya kesempatan untuk menghindari biaya penyesuaian yang lebih tinggi terhadap pencemaran lingkungan dan kekurangan sumber daya alam di masa depan.

Bank Dunia telah memberikan langkah-langkah untuk mengurangi dampak negatif pemberian pinjamannya dalam masalah lingkungan, mengembangkan suatu proyek besar yang mendukung lingkungan, dan menginvestasikan sumber daya alam yang penting dalam konsep yang relevan dan penerapan penelitian. Dalam hal membuat operasi yang konsisten dengan paradigma berkelanjutan, bagaimanapun, Bank Dunia harus menggabungkan perhatiannya dalam persoalan lingkungan ke dalam strategi bantuan seluruh negara, proyek dan penjelasan kebijaknnya. Dapat ditambahkan, bahwa Bank Dunia harus menerapkan hubungan yang cocok dengan pemerintah dan pelaku politik non-pemerintah-dari tingkat internasional ke tingkat masyarakat-yang harus membuat pokok-pokok pilihan, kira-kira bagaimana meraih lingkungan berkelanjutan.

Catatan Akhir

1) Banyak individu-individu dalam lembaga masyarakat, Bank Dunia, Departemen Keuangan Amerika Serikat, Proyek Sejarah Bank Dunia, dan organisasi non-pemerintah yang bermarkas di Washington yang menyediakan informasi yang sangat berguna dan berkedalaman. Terima kasih khusus untuk Robert Blake dari Committee on Agricultural Sustainability for Developing Countries-Komite Pertanian Berkelanjutan untuk Negara-negara Berkembang, Lara Helfer dari the International Institute for Energy Conservation - Institut Internasional untuk Konservasi Energi, Korinna Horta dari Environmental Defense Fund - Dana Perlindungan Lingkungan, dan Monica Moore dari Pesticide Action Network - Jaringan kerja Aksi Pestisida atas komentar-komentar di teks naskah ini.

Keterangan Tambahan

Brandon, Carter dan Ramesh Raman Kuffy, Toward and Environmental Strategy for Asia, Bank Dunia, 1993.

Brandon, Katrina "Environment and Development at the Bretton Woods Institutions," dalam Bretton Woods : Looking to the Future, Komisi Bretton Woods, April 1994.

Committee on Agricultural Sustainability for Developing Countries, "Report of December 13, 1995," Pertemuan dengan Presiden Bank Dunia, James Wolfensohn.

Daly, Herman E., "Fostering environmentally sustainable development: four part suggestions for the World Bank," dalam Ecological Economic, No. 10, hal. 183 - 187, 1994.

Lampietti, Julian A. dan Uma Subramanian, "Taking Stock of National Environmental Strategies", Makalah Departemen Lingkungan No. 010, Bank Dunia, Maret 1995.

Reed, David. ed, Structural Adjusment and the Environment, Earthscan Ltd., London, 1992.

Rich, Bruce, Mortgaging the Earth: The World Bank Environment, Environmental Impoverishment, and the Crisis of Development, Beacon Press, Boston, 1994.

Rich, Bruce, Statement Concerning Public International Financial Institutions: Environmental Performance and Management, Sub-Komite Kebijakan Ekonomi Internasional, Perdagangan, Lautan dan Lingkungan dalam Komite Hubungan Luar Negeri, Senat Amerika Serikat, 3 Maret 1994.

Serageldin, Ismail, "Sustainability and the Wealth of Nations: First Steps in an Ongoing Journey," "Konsep Pendahuluan" disebarkan pada Konferensi Tahunan ketiga Bank Dunia tentang Pembangunan Lingkungan Berkelanjutan tertanggal 30 September 1995.

Bank Dunia, Naskah Kebijakan Operasional 4.01, "Environmental Assessment", Oktober 1995.

Bank Dunia, "The Impact of Environmental Assessment" (Naskah Akhir), Departemen Lingkungan Divisi Daratan, Lautan dan Habitat Alam, Agustus 1995.

Bank Dunia, "Mainstreaming Biodiversity in Development: A World Bank Assisstance for Implementing the Convention on Biological Diversity," Dokumen Departemen Lingkungan, No. 029, November 1995.

Bank Dunia, "Mainstreaming the Environment: The World Bank Group and the Environment since the Rio Earth Summit," tahun Fiskal 1995.

Bank Dunia, Resettlement and Development: The Bankwide Review of Project Involving Involuntary Resettlement 1986-1993, Departement Lingkungan, 8 April 1994.

Bank Dunia, "Review of Implementation of the Forest Sector Policy," Wakil Kepresidenan untuk Pembangunan Berwawasan Lingkungan Berkelanjutan (ESDVP), 1 November 1994.

Bank Dunia, "Toward Environmentally Sustainable Development in Sub-Saharan Africa: A World Bank Agenda," Wilayah Afrika, Desember 1995.

Bank Dunia, "The World Bank and the UN Framework Convention on Climate Change," Dokumen Departemen Lingkungan No. 008, Maret 1995.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | MusrinSalila Template | Galeri Tinangkung
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2012. Galeri Tinangkung - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by MusrinSalila Template