Headlines News :
Home » » Bersihkan Diri Jika Ingin Memahami Al-Qur’an

Bersihkan Diri Jika Ingin Memahami Al-Qur’an

Written By Musrin Salila on Jumat, 09 April 2010 | 08.37

Rasulullah saw diutus dengan tujuan sebagaimana diungkap oleh Al-Qur’an, yakni


"Dialah yang mengutus pada orang-orang yang ummi seorang Rasul dari mereka sendiri; membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, mensucikan mereka, mengajarkan mereka al-Kitab dan al-hikmah, meskipun mereka sebelumnya dalam kesesatan yang nyata."

(Q.S. 62; 2 )

 

Allah menegaskan bahwa Rasulullah saw diutus dengan tugas membacakan ayat-ayat Allah kepada umat manusia, yaitu alaihim ayatih. Ayat-ayat Allah, bukti kebesaran Allah, yang dimaksud dalam ayat di atas adalah al-Qur’an. Meskipun tidak hanya al-Qur’an, tetapi ayat yang paling agung dan mencakup tujuan pengutusan para Rasul hanyalah al-Qur’an. Dengan demikian, Nabi saw diutus untuk menyampaikan Kitab yang agung ini dan membacakannya kepada umat manusia.

Al-Qur’an adalah sajian yang diturunkan Allah kepada seluruh umat manusia melalui Rasul saw agar mereka menarik manfaat darinya, masing-masing sesuai dengan kemampuannya. Semua orang lapisan masyarakat, dari dahulu hingga hari kiamat, dari Barat sampai ke Timur, apakah yang berilmu,awam, filosof, a’rif, atau faqih, semuanya menarik manfaat dari Al-Qur’an. Meskipun Al-Qur’an turun dari alam ghaib ke alam nyata, dari posisi yang sangat tinggi ke posisi yang dapat dipahami, meskipun demikian, di dalam al-Qur’an terdapat tema-tema yang dapat dipahami oleh semua orang; baik oleh a’rif, awam, a’lim, maupun oleh orang yang tidak terpelajar. Tapi dalam Al-Qur’an juga terdapat tema-tema yang hanya dapat dipahami oleh Anbiya’ dan Auliya’ saja, sementara kita dapat memahaminya melalui penjelasan mereka. Di samping itu, di dalam al-Qur’an terdapat penjelasan-penjelasan mengenai politik, sosial, pendidikan, bahkan militer dan sebagainya. Semua ini untuk dipahami dan ditarik manfaatnya oleh umat manusia, sesuai kapasitas masing-masing.

Tapi sayang, kita, umat manusia, dan para ulama masih belum mampu manarik manfaatnya sebagaimana mestinya. Oleh karena itu adalah keharusan bagi kita semua untuk mengkaji Al-Qur’an lebih dalam, menggunakan daya pikir dan semua kemampuan yang ada pada kita, agar dapat memahaminya dengan baik sehingga semua orang dapat menarik manfaat dari al-Qur’an. Sebab al-Qur’an diturunkan untuk semua orang sesuai kapasitas masing-masing.

Dengan demikian, maka salah satu tujuan pengutusan Rasul adalah penurunan Al-Qur’an dari alam ghaib; dari ilmu Allah dan keghaiban yang ghaib, melalui pribadi agung yang mempunyai hubungan erat dengan al-Ghaib karena mujahadahnya yang luar biasa dan fitrah tauhidnya yang murni, yang karena itu al-Qur’an turun padanya dari alam ghaib, bahkan melalui beberapa tahapan hingga sampai ke alam syuhud, alam nyata, dan alam alfaz, alam kata-kata, sehingga kita dapat memahami dan mengerti maknanya sedikit dan menarik manfaat darinya.

 

Ayat mengatakan "Membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, mensucikan mereka, mengajarkan mereka al-Kitab dan al-hikmah," yakni menjelaskan kepada mereka al-Qur’an supaya mereka mensucikan diri dan mengeluarkan kegelapan-kegelapan yang meliputi mereka, sehingga ketika jiwa sudah bersih dan akal pikiran serta rohani telah siap, barulah dapat menyerap al-Kitab dan al-Hikmah. Jadi, tujuannya ialah pensucian jiwa, tazkiyatun-nafs, supaya memiliki kesiapan memahami al-Kitab dan mendapatkan al-hikmah. Tidak semua orang dapat menangkap cahaya yang bertajalli, menjelma, dan turun dari alam ghaib ke alam syuhud ini, kecuali orang-orang yang telah mensucikan jiwanya, mensucikan jiwa dari semua kotoran, terutama kotoran akibat mengikuti hawa nafsu.

Al-Qur’an adalah nur, cahaya, sebagaimana ungkap al-Qur’an sendiri, sedangkan kotoran yang ada dalam diri seseorang adalah tirai, hijab, yang menghalanginya memahami al-Qur’an. Oleh karena itu, selama hijab ini belum terurai, maka muslahil ia dapat memahami al-Qur’an, karena selamanya tirai menghalangi masuknya cahaya.

Boleh jadi seseorang mmerasa bahwa ia telah memahami al-Qur’an, tetapi selama ia belum keluar dari kegelapan hijab yang menutup hatinya, masih menjadi tawanan hawa nafsunya, rasa ujubnya, dia tidak akan mampu menerima pantulan cahaya itu ke dalam hatinya. Karena itu jika seseorang ingin memahami hakikat al-Qur’an, bukan sekedar pemahaman lahiriyah, tapi betul-betul pemahaman hakiki, sehingga setiap kali membaca al-Qur’an semankin meningkat ke tangga kesempurnaan dan semakin dekat ke sumbar cahaya dan sumber tertinggi, maka ia harus mengangkat tirai itu. Dan kalian adalah tirai bagi diri kalian sendiri. Karena kalian harus mengangkatnya supaya dapat memahami nur ini seperti apa adanya dan sebagaimana yang dapat dipahami oleh anak manusia. Dengan demikian, salah satu tujuan pengutusan Rasul ialah pengajaran al-Kitab dan al-hikmah sesufah tazkiyatun-nafs, pensucian diri.

Ayat pertama yang turun pada Nabi saw adalah firman Allah iqra’ bismi rabbika, bacalah dengan nama Tuhanmu. Ayat ini telah menyeru belajar dan membaca sejak dari pertama. Dalam ayat ini juga tercantum
"Ketahuilah sesungguhnya manusia ketika melihat dirinya berkecukupan melampaui batas, tagha," (Q.S. 96 : 6 ).

Ini artinya bahwa sikap melampaui batas, tughyan, merupakan salah satu kejahata utama. Ia harus dihilangkan, dan caranya hanya melalui pencucian diri dan mempelajari al-Kitab dan al-hikmah.

Dalam diri manusia terdpat suatu watak bahwa ketika ia mendapatkan dirinya berkecukupan dalam satu masalah, ia cendrung bersikap melampaui batas atau tughyan dalam masalah itu. Misalnya ketika ia merasa berkecukupan dalam masalah harta, muncul dalam dirinya sikap tughyan dalam masalah harta. Demikian pula ketika ia merasa berkecukupan dalam masalah ilmu atau kedudukan, maka sikap tughyannya terjadi pada masalah keilmuannya dan kedudukannya. Firaun, bersikap tughyan, sebagaimana diungkapkan langsung oleh Allah, karena dia mencapai posisi duniawi tanpa kesucian diri dan tanpa didasarkan pada tujuan Ilahi. Dan memang, setiap orang yang mencapai posisi duniawi tanpa kesucian diri tanpa didasari oleh kesucian diri akan melakukan tughyan ini. Semakin tinggi posisi duniawinya semakin tinggi tughyannya.

Karena itu Nabi diutus untuk menyelamatkan manusia dari sikap tughyan ini, membersihkan jiwa mereka, mengeluarkan mereka dari kegelapan. Maka jika semua orang berhasil disucikan seluruh alam ini akan menjadi nur.

Perselisihan dan pertentangan yang terjadi di antara anak manusia dan di antara para penguasa bersumber pada tughyan ini. Seseorang yang mencapai suatu posisi duniawi tertentu muncul dalam dirinya sikap tughyan ; ia tidak puas dengan posisinya sekarang; ingin lebih tinggi lagi. Ini mendorongnya melakukan tindakan kejahatan terhadap orang lain, yang degan sendirinya melahirkan perselisihan dan pertentangan. Tidak berbeda, apakah perselisihan itu pada tingkat tinggi atau tingkat rendah. Apakah antara kalangan pedasaan atau tingkat kekuasaan tinggi. Semuanya adalah karena tughyan. Dan semakin tinggi posisi seseorang dan semakin tinggi pula tughyannya.

Tughyan yang ada pada Firaun, sampai-sampai ia mengklai dirinya sebagai Tuhan, ana rabbukuml-a’la, aku tuhanmu tertinggi, kata Firaun, pada dasarnya ada pada semua orang. Bukan khas Firaun saja. Manusia memang seperti itu, ketika pengaturan urusan umat manusia diserahkan padanya, muncul dalam diri sikap tughyan, dan ia akan mengatakan seperti yang yang dikatakan Firaun, ana rabbukumul-a’la.

Adanya tughyan ini adalah salah satu masalah besar yang dihadapi manusia. Karena itu Nabi diutus untuk memberantas sifat tughyan ini dengan cara mensucikan mereka. Jika mereka suci, sikap tughyan tidak akan muncul, dan mereka akan memahami al-Kitab dan mendapatkan al-hikmah. Sebab seseorang yang mensucikan dirinya cukup; dengan demikian tidak akan muncul tughyan pada dirinya. Dan jika tughyan tidak muncul maka tidak akan terjadi perselisihan dan pertengkaran di antara anak manusia. Jika seandainya semua Nabi dikumpulkan dalam satu kota atau satu negeri, tidak akan terjadi pertentangan diantara mereka sama sekali. Sebab mereka telaha mencusikan diri mereka dan mendapat ilmu serta al-hikmah. Problem kita adalah ketiadaan kesucian diri kita dan tidak terdidiknya kita.

Seorang yang berilmu, bahkan mungkin memiliki pandangan-pandangan yang luar biasa, tapi jika tidak berakhlak, orang semacam ini sangat berbahaya bagi kehidupan umat manusia, bahkan lebih berbahaya dari ancaman Mongol. Karena itu mensucian diri merupakan tujuan utama diutusnya para Rasul. Sesudah itu baru pengajaran. Maka orang-orang yang tidak tersucikan dirinya dan tidak mampu melepaskan diri dari pengaruh setan, jika memasuki dunia tauhid, dunia ketuhanan, filsafat, figh, ijtihad, politik dan sebagainya akan menjadi ancaman yang sangat berbahaya bagi kehidupan umat manusia. Karena itu adalah keharusan bagi orang-orang yang memegang tanggung jawab pendidikan terhadap orang lain mensucikan dirinya dan membinanya terlebih dahulu. Demikian juga para penguasa dan pemimpin-pemimpin negeri. Mereka harus mensucikan diri mereka dahulu supaya tidak tughyan dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan setan.

Pensucian semua orang adalah tujuan diutusnya para Rasul. Pensucian diri para penguasa, para pejabat, para raja, dan para kepala pemerintahan jauh lebih penting dari masyarakat lain. Tughyan yang muncul karena ketiadaan kesucian diri dari seorang masyarakat biasa adalah tughyan pada ruang yang kecil. Tughyan yang dilakukan oleh seorang masyarakat biasa di pasar atau di desa, kerusakan yang diakibatkannya terbatas pada lingkungannya saja.

Tapi tughyan yang muncul dari seorang yang mempunyai pengaruh yang luas, misalnya ulama yang dihormati orang banyak, raja yang dicintai rakyatnya, atau pemimpin yang diterima oleh umum, dapat merusak seluruh negeri, bahkan beberapa negeri. Tughyan yang merusak negeri terjadi karena ketiada pensucian diri oleh para pemegang kekuasaan. Bandingkan tughyan yang dilakukan oleh seorang seperti Saddam dengan tughyan yang dilakukan oleh seorang warga biasa. Tughyan seorang warga biasa hanya merusak beberapa orang disekitarnya saja. Tapi tughyan yang dilakukan Saddam, telah merusak sebuah atau dua buah negeri, bahkan bisa jadi semua kawasan Timur Tengah ini. Demikian pula jika tughyan ini muncul pada kepala negara besar seperti Amerika; maka tughyan yang terjadi pada mereka dapat menghancurkan sekian banyak negeri. Peperangan-peperangan yang terjadi di dunia, misalnya perang dunia, terjadi karena munculnya tughyan ini pada kepala-kepala negera yang tidak dapat pensucian diri, sehingga mereka merusak negeri-negeri yang banyak. Demikian pula jika kepada pemerintahan di Soviet (sebelum jatuhnya Soviet, red); maka pengaruhnya tidak terbatas pada Soviet saja, tapi seluruh dunia.

Kepada para seluruh pejabat, tinggi maupun rendah, jika mereka menginginkan keamanan dan kesejahteraan negeri ini, maka hendaknya mereka mengatasi dulu persoalan diri mereka. Jika persoalan diri mereka dapat teratasi dengan sendirinya persoalan negeri dapat diatasi. Tapi jika tughyan muncul dari mereka, maka negeri pun akan hancur.

Mereka yang mencintai negeri ini, yang mencintai Islam, dan percaya bahwa Islam penyelamat manusia, hendaknya betul-betul memperhatikan ajaran yang sangat penting ini dalam Islam, yang tercermin dalam firman Allah "Sesungguhnya manusia itu ketika melihat dirinya merasa cukup ia akan melampaui diri," tagha. Mereka yang percaya pada kebangkitan yang bersifat Ilahi dan sesungguhnya tujuan dari kebangkitan itu adalah menunjukkan jalan kebenaran kepada umat manusia harus betul-betul memperhatikan masalah ini sebagaimana yang difirman Allah dalam ayat 96 :6 di atas. Karena pensucian diri adalah muddimah bagi penerimaan cahaya hidayah. Selama kalian tidak mensucikan diri kalian, niscaya kalian akan selalu bersikap tughyan. Selama kalian tidak mensucikan diri kalian, maka ilmu akan berbahaya buat diri kalian, bahkan bahayanya melebihi apa pun juga. Selama kalian belum mensucikan diri kalian, maka kedudukan sangat berbahaya bagi kalian, dan semua itu akan membawa kalian pada kecelakan dunia dan akhirat.

Renungilah hari Mab’ats ini. Renungilah nikmat Ilahi yang agung ini dimana kita saat ini memperingatinya. Renungilah apa tujuan dari pengangkatan ini, apa maksudnya, dan jika seseorang menjauhkan diri dari tujuan itu apa akibat yang bakal diterimanya? Renungkan semua itu.

Tujuan dari pengutusan Rasul adalah pensucian diri, dan pensucian diri tidak akan dapat dilakukan kecuali dengan menghilangan ananiyah, keakuan, ujub, cinta kepemimpinan, mengejar dunia, dan mengganti semua itu dengan kecintaan kepada Allah. Tujuan diutusnya Rasul untuk menancapkan kekuasaan Ilahi dalam hati sebelum dalam masyarakat.

Selama kesucian diri belum terwujud pada tingkat tinggi, maka negeri ini dan negeri-negeri lainnya tidak akan menjadi baik. Orang-orang yang melihat revolusi sebagai revolusi yang berguna buat masyarakat manyak dan mendukungnya, dan menganggapnya sebagai Revolusi Rakyat dan berusaha untuk mewujudkan cita-citanya mereka harus mensucikan diri mereka. Pensucian diri ini harus dimulai dari tingkat atas. Selama diri mereka belum suci dan tidak mampu melepaskan diri dari ananiyah, ujub, dan hawa nafsu, maka tidak akan terjadi kebaikan.

Kita semua harus mensucikan diri. Tidak ada kecuali dalam hal ini. Lebih-lebih pejabat, supaya kita dapat memerangi hidup ini dengan nur Ilahi dan nur al-Qur’an.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | MusrinSalila Template | Galeri Tinangkung
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2012. Galeri Tinangkung - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by MusrinSalila Template