Headlines News :
Home » » Kromotografi Gas Cairan

Kromotografi Gas Cairan

Written By Musrin Salila on Kamis, 22 April 2010 | 00.31

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita Panjatkan Kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan petunjuk dan hidayah-Nyalah sehingga Alhamdulillah penyusunan makalah imi dapat di selesaikan tepat pada waktunya .

Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai persyaratan sebagaii persyaratan mengikuti mata kuliah Analisis Instrumen.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kesalahan dan kekeliruan sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik dari siapa saja yang sifatnya membangun.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman yang telah memberikan sumbangsi pemikiranya demi terselesainya penyusunan makalah ini.

Gorontalo, 26 Maret 2006

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ...... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 3

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 4

1.3 Tujuan penulisan...................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Teori kromotografi gas cairan.................................................................... .. 5

2.2 Alat kromotografi gas cairan....................................................................... 7

2.3 Penerapan dan analisis kromotografi gas cairan.............................. 11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan............................................................................................... 13

3.2 Saran ....................................................................................................... 13

Daftar Pustaka ....................................................................................................... 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, analisis komponen kimia menjadi sangat penting. Analisis dengan cara konvensional tidak saja memakn waktu yang lamadan memerlukan tenaga yang lebih besar, tetapi hasilnya sering juga kurang akurat. Oleh karena itu, analisis sampel harus dapat dikerjakan dengan tepat dan akurat.

Teknik kromotografi merupakan suatu teknik pemisahan, yang pertama kali dipakai untuk memisahkan zat-zat warna tanaman. Kromotografi pertama kali diperkenalkan oleh Michael Iswat (1906) seorang ahli botani dari Rusia. Dalam percobaan ia berhasil memisahkan klorofil dan pigmen-pigmen warna lain dalam ekstra tumbuhan dengan menggunakan serbuk kalsium karbonat yang diisikan kedalam kolom kaca dan petroleum eter. Kromotografi berasal dari kata ”chroma” dan ”graphien”. Chroma artinya warna dan graphien artinya menulis.

Jadi, kromotografi merupakan metode pemisahan yang didasarkan atas distribusi diferensial komponen sampel diantara dua fasa. Dengan demikian, kromotografi selalu melibatkan dua fasa, yaitu fasa diam dan fasa gerak.

Berdasarkan fasa geraknya, kromotografi dapat diklasifikasikan menjadi kromotografi cair dan kromotografi gas. Menurut pasangan fasa gerak dan fasa diamnya, kromotografi dapat dikelompokan menjadi kromotogeafi gas-padat, kromotografi gas-cir, kromotografi cair-padat, dan kromotografi cair-cair. Berdasarkan mekanisme pemisahannya, dikenal empat macam jenis kromotografi, yaitu kromotografi adsorbsi, kromotografi partisi, kromotografi penukar ion dan kromotografi ekslusi.

Kromotografi merupakan medan yang bergerak cepat karena sangat pentingnya dalam praktek pada berbagai bidang penelitian. Usaha-uisaha berlanjut sepanjang banyak jalur, beberapa diantaranya adalah detektor yang lebih baik, bahan kemasan kolom yang baru, hubungan dengan instrumen lain yang diperbaiki yang membantu mengidentifikasi komponen-komponen yang dipisahkan, teknik pemrosesan dan model matematis data yang baru.

Kromotografi gas cairan merupakan salah satu teknik kromotografi yang paling banyak digunakan diantra teknik kromotografi yang lain. Pemisahan dengan kromotografi gas cairan didasarkan atas dasar pemisahan dengan partisi. Zat penyangga padat bertindak sebagai fase stasioner.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan mengacu pada latar belakang yang ada, penulis dapat merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

a. bagaimanakah teori kromotografi gas cairan ?

b. apa saja alat dasar untuk kromotografi gas cairan ?

c. bagaimanakah penerapan dan analisis kromotografi gas cairan ?

1.3 Tujuan Penulisan

Bersunber dari pernasalahan diatas, maka tujuan penulisan makalah ini, adalah:

a. untuk mengetahui teori kromotografi gas cairan

b. untuk mengetahui alat dasar kromotografi gas cairan

c. untuk mengetahui penerapan dan analisis kromotografi gas cairan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori Kromotografi Gas Cairan

2.1.1 Parameter Retensi

a. Koefisien Distribusi

Koefisiensi distribusi merupakan konstanta kesetimbangan (K) yang biasa disebut juga koefisien partisi, yaitu rasio antara konsentrasi (berat) suatu zat yang terdapat dalam fase cairan (fase stasioner) dan fase bergerak (mobil) atau:

K = Cs / Cm.

Nilai K sangat karakteristik untuk suatu zat pada fase stasioner tertentu dan pada suatu suhu. Oleh karena itu koefisien distribusi merupakan juga identitas dari suatu zat. Tetapi nilai K dalam praktek tidak ditentukan, karena ada cairan lain yang lebih mudah untuk mengidentifikasi suatu zat. Bila suatu zat mempunyai nilai K = 1, berarti bahwa zat tertentu terbagai merata pada fase stasioner dan fase mobil. Zat ini mempunyai waktu retensi yang besarnya dua kali waktu retensi udara.

b. Waktu dan Volume Retensi

Besarnya volume gas pembawa yang diperlukan untuk mengelusi suatu komponen dalam sampel disebut volume retensi, sedangkan waktu yang diperlukan dalam perjalanan melalui kolom dinamakan waktu retensi. Dalam kromotogram waktu retensi yang tak terkoreksi (Tr) ialah waktu dihitung dari jarak mulai titik waktu sampel diinjeksikan sampai keluarnya pungak suatu komponen. Dengan demikian besarnya volume retensi tak terkoreksi sama dengan waktu retensi tak terkoreksi dikalikan dengan kecepatan aliran gas, Fc:

Vr = Tr . Fc

2.1.2 Efisiensi Kolom

a. Jumlah Plat Teoritik

Jumlah plat teoritik dari suatu kolom dapat memberikan petunjuk tentang efisiensi suatu kolom dan dapat dihitung dengan rumus berikut:

N = 16 (Tr / Wb)2

Dari rumus tersebut tampak bahwa makin kecil nilai Wb (lebar puncak pada garis dasar) akan makin besar nilai N (jumlah pelat teoritik), yang berarti kolom tersebut makin efisiensi.

b. Tinggi Plat Teoritik

tinggi plat teoritik adalah jarak antara dua plat atau yang dikenal sebagai hiqh equivalent of the oretigal plate (HETP = H). nilai H dapat dihitung dengan rumus berikut:

H = L / N

Dimana: H adalah tinggi plat, L merupakan panjang kolom, sedangkan N adalah jumlah plat tinggi plat pada suatu suhu merupakan fungsi kecepatan gas pembawa.

c. Resolusi

Kemampuan suatu kolom untuk dapat memisahkan dua komponen yang ditunjukkan dalam kromotogram dapat dilihat dari retensi relative kedua komponen tersebut. Bila retensi relativenya (waktu atau volume)sama dengan satu.

2.1.3 Kontaminasi silang

Kontaminasi silang terjadi bila resolusi dua puncak yang berdekatan tidak sempurna, sehingga ada dua bagian dari kedua puncak tersebut yang masih tumpang tindih. Jumlah plat dari suatu kolom yang diperlukan untuk menghilangkan adanya kontaminasi silang dapat diketemukan dengan menggunakan grafik Glueckaut yang menunjukkam besarnya kontaminasi silang dari dus puncak yang berdekatan sebagai fungsi dari jumlah plat teoritik (N) untuk berbagai nilai retensi relative bila menggunakan kolom isian. Gambar:

2.2 Alat Dasar Untuk Kromotografi Gas Cairan (GLC)

Gambar diatas merupakan diagram skema dari suatu tipe yang lajim dari instrumen GLC. Meskipun kromotografi gas dapat menjadi sangat rumit jika dimasukan segi-segi tambahan, instrumen dasarnya adalah sederhana.

2.2.1 Gas Pembawa

Gas yang umum digunakan ialah Helium, Hidrogen, Nitrogen, dan Argon. Gas-gas tersebut pada suhu dan tekanan yng normal tidak reaktif dan tidak berbahaya kecuali gas hidrogen yang lemah terbakar. Gas pembawa yang dipakai harus disesuaikan dengan jenis detektornya. selain itu gas pembawa juga harus mempunyai kemurnian yang tinggi, karena kontaminasi dalam jumlah yang kecil pun dapat menyebabkan naise signal yang dikirim oleh detektor sehingga dapat memberikan garis dasar yang tidak baik / tidak lurus.

Aliran gas pembawa melalui kolom dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan pada ujung masuk dan ujung keluar dari kolom tersebut. Gas pada umumnya dapat mengalami kompresi. Oleh karena itu dapat menyebabkan fariasi dalam pengukuran kecepatan aliran dan besarnya volume gas yang mengalir melalui kolom.

2.2.2 Injektor

Seperti pada jenis kromotografi yang lain sampel harus diberikan dalam waktu yang singkat dengan volume yang sekecil mungkin. Injektor harus dipanaskan terlebih dahulu agar sampel yang berupa cairan dapat segera menguap. Selain itu desain injektor harus sedemikian, sehingga sampel yang telah menguap tersebut dapat langsung masuk kolom dengan perentara gas pembawa. Bila hal ini tidak terjadi sampel tersebut mungkin akan tersebar sebelum pemisahan dalam kolom dapat terjadi.

Besarnya sampel yang digunakan ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu jumlah yang tersedia, kapasitas kolom dan kepekaan detektor kromotografi yang umum digunakan dilaboratorium biasanya mampu memisahkan sampel cair antara 0,1-10 N L dan sampel yang berupa gas antara 1-10 Ml.

2.2.3 Kolom

Ada dua jenis kolom, yaitu kolom dengan isian dan kolom pipa terbuka. Kolom isian merupakan suatu pipa yang diisi bahan penyangga padat yang permukaannya dilapisi dengan cairan (fase stasioner) yang non volatil. Berbeda dengan kolom isian, pada kolom pipa terbuka fase stasionernya melapisi permukaan dinding kolom. Oleh karena itu gas pembawa dapat mengalir tanpa terjadi penurunan tekanan. Panjang kolom isian biasanya hanya antara 0.7 – 2 M, sedangkan kolom pipa terbuka dapat bervariasi antara 30 – 300 M.

Kelemahan utama kolom pipa terbuka ialah kecilnya jumlah fase stasioner yang dapat melapisi dinding dalam pipa yang dapat dipakai. Cara mengatasinya adalah dengan meningkatkan luas permukaan pipa bagian dalam dengan melapisinya dengan partikel-partikel penyangga yang luas. Kolom isian dapat dibuat dari kaca, terutama untuk kolom yang tidak panjang. Kolom yang panjang ndibuat dari Tembaga, Aluminium atau stainless steel.

Pengaruh suhu kolom dalam analisis ialah:

a. Pada suhu yang tinggi, pemisahan tidak dapat berlangsung efektif. Suhu yang terlalu tringgi memberikan kendensi puncak-puncak yang terlalu berdekatan, dengan resolusi yang tidak baik.

b. Namun,pada suhu yang tinggi kolom dapat bekerja lebih efisien. Bentuk puncak yang dihasilkanlebih baik dan dapat mengurangi tailing, terutama karena volatilitasnya lebih besar.

c. Fase Stasioner dapat terelusi bila suhu kolom terlalu tinggi. Hal ini tidak hanyua menghasilkan puncak yang tidak baik, tetapi juga merusakan kolom.

Pengaturan suhu kolom harus diatur dengan tepat, yang biasanya dengan mengadakan percobaan terlebih dahulu sampai dihasilkan pemisahan yang optimal. Bila titik didih rata-rata komponen penyusun diketahui, pengaturan pertamanya ditentukan beberapa derajat dibawah titik didih rata-rata atau titik didih komponen utama.

2.2.4 Penyangga Padat

Zat padat penyangga mempunyai fungsi agar fasa cair atau fasa stasioner dapat terdistribusi dengan rata pada permukaan yang luas. Penyangga padat tersebut hrus tidak reaktif agar tidak terjadi adsorbsi pada senyawa-senyawa yang dipisahkan. Selain itu harus mempunyai ukuran yang seragam, tidak mudah pecah karena tekanan, tahan terhadap suhu tinggi, dan mempunyai permukaan yang luas.

Penyangga padat pada umumnya dibuat dari tanah diatomae, yanf tersusun dari senyawa silikat yang porous. Tanah diatomae tersebut dicmpur dengan tanah liat, kemudian dipanaskan pada suhu 9000 C dan dihaluskan untuk dapat diadakan grading menurut ukurannya. Penyangga padat yang dihasilkan dengan cara ini disebut chromosorb – P, karena warnanya jingga (Pink).

2.2.5 Fase Stasioner

Polaritas fase stasioner mempunyai perana yang sangat penting untuk menentukan terjadinya pemisahan dengan baik. Umumnya polaritas dapat diukur dengan menentukan besarnya konstanta dielektrik, tetapi dalam kromotografi, polaritas merupakan fungsi dari setiap interaksi antara senyawa yang dianalisis dengan fase stasioner.

Besarnya kekuatan interaksi tersebut sangat tergantung darijenis senyawa yang dianalisis, kemampuannya sebagai donor elektron, donor proton, untuk mengadakan antar kutub, kemampuannya untuk membentuk ikatan kovalen, atau hidrogen dan sebagainya.

2.3.6 detektor

Terdapat dua tipe detektor yaitu, detektor integral dan detektor diferensial. Suatu detektor integral memberikan pada saat kapan saja suatu ukuran kuantitas total bahan terelusi yang telah melewati sampai saat itu. Detektor deferensial mengkasilkan kromotogram yang tak asing lagi, yang terdiri dari puncak. Puncak bukannya tingkat-tingkat.

Berapa karakteristik detektor yang umum yang berguna dalam menilai detektor antara lain:

a. Kepekaan

b. Kestabilan

c. Linearitas

d. Keserbagunaan

e. Waktu Respon

f. Aktivitas Kimia

Berdasarkan cara mendeteksinya, detektor dibedakan atas beberapa jenis yaitu diantaranya adalah:

a. Thermal Conduktivity Detector (TCD)

detector ini mendasar pada suatu kenyataan, bahwa banyaknya panas yang dipindahan dari suatu benda oleh aliran gas tergantung komposisi gas tersebut. Gas yang molekul kecil dapat bergerak lebih cepat, sehingga dapat memindahkan panas yang lebih besar.

b. Flame Lonization Detector (FID)

FID merupakan detector yang sangat popular karena kepekaannya dan reabilitasnya yang tinggi. Pada dasarnya detector ini terdiri dari nyala gas hydrogen dengan pengaliran O2 dalam keadaan berlebihan.

c. Electron Capture Detector (ECD)

ECD merupakan detector ynag selektif dan peka terhadap senyawa yang mengandung halogen, fosfor, timbale, gugus nitra, dan senyawa aromatic yang berinti ganda. Detector ini juga sangat ideal untuk mendeteksi residu insektisida dalam kandungan yang kecil.

d. Phosphorus Detector

detector ini adalah FID yang mengalami modifikasi sehingga dapat mendeteksi minimum 2x104 Ng senyawa yang mengandung fosfor, tetapi tidak sensitive terhadap senyawa lain. Oleh karena itu merupakan alat yang sangat bermanfaat untuk menganalisis insektisida yang mengandung fosfor.

2.3 Penerapan Atau Analisis Dengan Kromotografi Gas Cairan

2.3.1 Identifikasi Senyawa

Bila suatu kolom tertentu, temperatur dan reaksinya dapat dikendalikan dengan seksama, maka waktu retensi atau volume retensi suatu zat terlarut akan merupakakan sifat khas zat terlarut itu (titik didih dan indeks bias). Hal ini berarti perilaku retensi dapat digunakan untuk mengidentifikasikan suatu senyawa. Kromotograf dapat digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dari campuran gas dan kemudian dimasukkan kedalam spktrometer massa secara berurutan.

Penggunaan kromotografi gas cairan untuk suatu analisis senyawa dengan gugus fungsional tertentu dapat dikerjakan dengan terlebih dahulumengumpulkan data waktu retensi relatif berbagai kelas senyawa yang mempunyai gugus fungsional yang berbeda pada dua kolom yang berbeda. Karena waktu retensi relatif dari setiap homolog pada dua kolom tersebut merupakan garis lurus, suatu senyawa dapat diidentifikasi dengan mencocokkannya dengan kurfa standard yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

2.3.2 Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif dengan kromotografi gas cairan bergantung pada hubungan antara kuantitas suatu zat terlarut dan ukuran pita elusi yang diperoleh. Pada umumnya dengang detektor diferensial, ukuran terbaik kuantitas suatu zat terlarut adalah luas dibawah pita (kurva) elusinya. Zat-zat terlarut dengan waktu retensi yang rendah menghasilkan pita sempit dan tajam, dalam hal ini mana tinggi pita dapat merupakan ukuran yang memadai.

Kepekaan detektor berbeda-beda untuk berbagai senyawa. Untuk menghubungkan luas suatu pita elusi dengan kuantitas zat terlarur, yaitu dengan kalibrasi menggunakan sanpel-sampel yang diketahui.

Berbagai metode integratif dapat diterapkan pada pengukuran luas dibawah pita elusi. Berbagai piranti yang memberikan pembacaan intergal dapat diperoleh sebagai pelengkap untuk perekam laboratorium. Sehingga telah dikembangj\kan piranti-piranti elektronis yang menerima langsung isyarat detektor dan memberikan suatu keluaran integral.

2.3.3 penerapan kromotografi gas cairan

Kromotografi gas cairan banyak dipakai untuk menentukan asam-asam amino dalam suatu protein. Dari 20 jenis asam amino yang terdapat dialam, hanya sistin, triptofan, histodin dan arginin yang tidak dapat dipisahkan dengan kolom kromotografi gas cairan. Kromotografi dapat memisahkan dengan lebih cepat dengan hasil yang lebih akurat.

Analisis karbohidrat dengan kromotografi gas cairan terutama untuk mengetahui jenis gula sederhana yang menyusun suatu karbohidrat. Polisakarida harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi gula sederhana yang dapat dikerjakan dengan asam atau enzim. Kromotografi gas cairan dapat juga digunakan untuk menganalisis minyak dan lemak.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan diatas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Kromotografi gas cairan merupakan salah satu teknik pemisahan yang didasarkan atas pemisahan dengan partisi

b. Parameter retensi kromotografi gas cairan terdiri atas koefisien distribusi, efisiensi kolom dan kontaminasi silang.

c. Alat dasar untuk kromotografi gas cairan antara lain:

- Gas Pembawa

- Injektor

- Kolom

- Penyangga padat

- Fase Stasioner

- Detektor

d. Kromotografi senyawa dapatdigunakan untuk menganalisis suatu senyawa seperti protein, lemak dan karbihidrat. Baik analisis secara kualitatif (identifikasi senyawa), maupun secara kuantitatif.

3.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka openulis menyarankan agar setiap peneliti yang akan menggunakan kromotografi gas cairan dapat memahami betul prinsip kerjanya. Serta dapat mengelompokan senyawa-senyawa atau sampel apa saja yang dapat diidentifikasi dengan kromotografi gas cairan.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Mochamad. 1997. Teknik Kromotografi, Yogyakarta: Andi Yogyakarta

Lukum, Astin P. 2006. Baha Ajar Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Gorontalo: Jurusan Kimia, FMIPA UNG.

R.A. Day, JR. Underwood, A.L. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Khopar. 2003. Dasar-Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia

Prof. Dr. Kusnawidjaja. 1985.Pengantar Instrumentasi Analisis Kimia. Penerbit Alumni: Bandung.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | MusrinSalila Template | Galeri Tinangkung
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2012. Galeri Tinangkung - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by MusrinSalila Template