Headlines News :
Home » » METODE DAN STRATEGI PEMBELAJARAN BERORIENTASI PADA PEMBERDAYAAN PESERTA DIDIK

METODE DAN STRATEGI PEMBELAJARAN BERORIENTASI PADA PEMBERDAYAAN PESERTA DIDIK

Written By Musrin Salila on Jumat, 09 April 2010 | 02.29

Abstrak : Gunakan metode dan strategi  pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik, sehingga mereka dapat melakukan dan menemukan sendiri. Kondisikan suasana kelas, sehingga peserta didik dapat mengkiritisi, memahami, mengemukakan pendapat dan pandangannya, baik secara perorangan maupun kelompok terhadap materi atau topik bahasan yang dibacarakan. Ciptakan suasana kelas yang  hidup, menyenangkan, harmonis, tidak tertekan, sehingga dapat menyemangati peserta didik untuk senang belajar.

Kata Kunci : Lakukan perubahan dalam pembelajaran.

 

A. Pendahuluan

Metode dan strategi pembelajaran sebagai prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan dan mengarahkan perkembangan peserta didik dalam proses pembelajaran.  Pada kenyataannya, “kebanyakan pengajar berbicara [ceramah] kurang lebih 100-200 kata permenit. Namun pertanyaannya, berapa banyak kata yang dapat didengar peserta didik?  Hal ini tergantung pada bagaimana kemampuan mereka mendengarkan. Jika peserta didik yang betul-betul konsentrasi, barangkali mereka akan mampu mendengarkan antara 50-100 kata per-menit, atau setengah dari yang dikatakan pengajar”2.

Kemampun mendengarkan dan menyerap apa yang dikatakan, sangat tergantung pada konsentrasi seseorang. Berkenaan dengan hal ini, mungkin perlu memperhatikan apa yang dikatakan Confucius.   Lebih dari 2400 tahun yang lalu Confucius menyatakan:  What I here, I forget [apa yang saya dengan, saya lupa], What I see, I remember [apa yang saya lihat, saya ingat], What I do, I understand [apa yang saya lakukan, saya paham]3.  Ketiga pernyataan sederhana ini membicarakan bobot pentingnya belajar aktif. Untuk itu diperlukan metode dan strategi yang dapat mengaktifkan peserta didik. Tanpaknya, pengajar sangat perlu untuk memperbaiki metode dan strategi pemebelajaran, sehingga dapat mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran.  

Mel Silberman, telah memodifikasi dan memperluas pernyataan Confucius tersebut menjadi apa yang ia sebut dengan paham belajar aktif. Apa yang dinyatakan Mel Silberman, adalah : What I hear, I forget [apa yang saya dengar, saya lupa], What I hear and see, I remember a little [apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit], What I hear, see, and ask questions about or discuss with someone else, I begin to understand [apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman, saya mulai paham], What I hear, see, discuss, and do, I acquire knowledge and skill [apa yang dengar, lihat, diskusikan, dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan], What I teach to another, I master [apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya menguasainya]4.

B. Kondisi Peserta Didik

Dalam model pembelajaran aktif, pengajar sangat senang bila peserta didik berani mengungkapkan gagasan dan pandangan mereka, berani mendebat apa yang dijelaskan pengajar karena mereka melihat dari segi yang lain. Untuk itu, pengajar selalu memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengungkapkan gagasa-gagasan alternatif mereka.  Mungkin saja, pengajar akan sangat senang dan menghargai peserta didik yang dapat mengerjakan suatu persoalan dengan cara-cara yang berbeda dengan cara yang baru saja dijelaskan pengajar. Kebebasan berpkir dan berpendapat sangat dihargai dan diberi ruang oleh pengajar. Hal ini akan berakibat pada suasana kelas, artinya suasana kelas akan sungguh hidup, menyenangkan5, tidak tertekan, dan menyemangati peserta didik untuk senang belajar.

Penggeseran paradigma pendidikan sekarang ini, berpengaruh pada metode dan strategi pembelajaran. Katakan saja, peserta didik sekarang ini mulai belajar melalui internet, web, homepage, cd-rom [lihat contoh gambar6],  yang merupakan alat bantu mempercepat proses distributed knowledga.  Hal ini, akan berpengaruh pada  fungsi pendidik, yaitu sebagai falitator, mederator, mediator, dinamisator, motivator, dalam proses pembelajaran. “Pengajar” dalam hal ini dosen dan guru bukan lagi satu-satunya sumber  belajar,  tetapi  merupakan   salah   satu

sumber dari sekian sumber belajar di dalam proses pembelajaran.  Kenapa demikian, karena saat sekarang ini peserta  didik, mungkin saja  akan  lebih  banyak  belajar  dari  media eloktronik  dan media lain dari  pada guru. Dengan demikian, tugas utama pendidik  lebih terfokus pada mengajar peserta didik untuk mengakses sendiri informasi dan pengetahuan yang diperlukan dari berbagai sumber belajar.

Fungsi pendidik  sebagai falitator, mederator, mediator, dinamisator, motivator, dalam membantu peserta didik belajar secara konstruktivis dapat melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut : Pertama : Sebelum mengajar : [1] mempersiapkan bahan yang akan diajarkan, [2] mempersiapkan media yang akan digunakan, [3] mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk merangsang peserta didik aktif belajar, [4] mempelajari keadaan peserta didik, mengerti kelemahan dan kelebihan peserta didik, [5] mempelajari pengetahuan awal peserta didik.   Kedua : Selama proses pembelajaran : [1] mengajak peserta didik untuk aktif belajar, [2] menggunakan metode ilmiah dalam proses penemuan, sehingga peserta didik merasa menemukan sendiri pengetahuan mereka. [3] mengikuti pikiran dan gagasan peserta didik, [4] menggunakan variasi metode dan strategi pembelajaran seperti studi kelompok, aktif debat, studi kritis, [5] tidak mencerca peserta didik yang berpendapat salah atau lain, [6] menerima jawaban alternatif dari peserta didik, [7] kesalahan peserta didik ditunjukkan secara arif, [8] peserta didik diberi kesempatan berpikir, merumuskan gagasan, mengungkapkan pikirannya, [9] peserta didik diberi kesempatan untuk mencari pendekatan dan caranya sendiri dalam belajar sehingga menemukan sesuatu, [10] melakukan evaluasi secara kontinu dengan segala prosesnya.  Ketiga : Sesudah proses pembelajaran :  [1] memberikan tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik, [2] melakukan tes yang membuat peserta didik berpikir, analisis dan bukan hafalan. Keempat : Sikap pengajar : [1]  perlakukan peserta didik sebagai subjek yang sudah tahu sesuatu, [2] kondisikan peserta didik yang aktif, pengajar menyertai, [3] memberi ruang tanyajawab dan diskusi, [4] pengajar dan peserta didik saling belajar, [5] peserta didik belajar untuk belajar sendiri, [5] hungan pengajar dan peserta didik bersifat dialogtis7, [6] peserta didik harus diberi informasi tentang materi pelajaran  dan mengerti konteks bahan yang akan diajarkan.

Kondisi proses pembelajaran yang diuraikan di atas, lebih cenderung menggunakan konsep learning based atau student learning daripada teaching-based yang akan menjadi kunci pengembangan peserta didik. Metode dan strategi pembelajaran lebih diorientasikan pada  cara mengaktifkan peseta didik, yaitu; cara untuk menemukan, memecahkan masalah.  Metode  pembelajaran semacam ini akan menjadi kunci pengembangan peserta didik yang lebih berkualitas.  Maka untuk mengaktifkan peserta didik secara optimal,  proses pembelajaran harus didasarkan pada prinsip belajar siswa aktif [student activie learning]”, atau mengembangkan kemampuan belajar [learning ability] atau lebih menekankan pada proses pembelajaran [learning] dan bukan pada mengajar [teaching]. Oleh karena itu, metode pembelajaran lebih didasarkan pada learning competency, yaitu  peserta didik akan memiliki seperangkat pengetahuan, keterampilan, sikap, wawasan dan penerapannya sesuai dengan tujuan pembelajaran.  Dengan demikian, proses pembelajaran yang dilaksanakan harus dapat: [a] “mengembangkan potensi peserta didik dan memanfaatkan kesempatan secara optimal untuk self realization atau self actualization, [b]  mengembangkan metode rasional, emperis, battom up dan “menjadi”, [c] materi ajaran harus diberikan secara analisis, deduktif, top down, dan “memiliki”; dan  [d] memberikan bekal atau landasan yang kuat  dan siap dikembangkan ke perbagai keahlian”8.   

Dengan kondisi ini, perubahan “metodologi pembelajaran pada akhirnya  harus membawa peserta didik untuk belajar lebih lanjut dan berkemampuan memilih, serta lebih mengutamakan proses belajar dalam perspektif “menjadi”  di atas perspektif “memiliki”.  Dengan demikian, sasaran setiap proses pembelajaran adalah asimilasi pembelajaran [miximizing “student learning”], dan  bila perlu mengurangi porsi ceramah guru dan dosen [minimizing “teacher teaching”] dengan mengaktifkan peserta didik untuk mencari dan menemukan serta melakukan aktivitas belajar sendiri, sehingga konsep metodologi pembelajaran yang terbangun adalah ”pembelajaran” [learning] bukan ”pengajaran” [teaching]9.  Inilah tantangan yang dihadapi guru dan dosen untuk mengemas dan mengimplementasikan materi-materi pelajaran dan materi-materi kuliah yang tertuang dalam kurikulum kepada peserta didik.

Dari kerangka pemikiran diatas, dapat dikatakan bahwa metode dan prinsip pembelajaran lebih terfokus pada “outcomes” competency, peningkatan relevansi dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja serta kompetensi yang dimiliki peserta didik harus dapat diaplikasikan dan dapat diamati dengan acuan standar, penggunaan penilaian dan  evaluasi secara komprehensif, pengakuan terhadap kompetensi relatif yang bebas dari cara atau strategi penguasaannya dan fleksibilitas dalam mengakses perubahan, mengakses kesempatan dan pengembangan  sikap serta perilaku berkarya sesuai profesinya sebagai outcomes competency.  Maka, metode dan strategi pembelajaran yang didasarkan pada leaning competency, diharpakan dapat  mengembangkan dan membangun tiga pilar keterampilan, yaitu :

a.  Learning skills, keterampilan mengembangkan dan mengola pengetahuan dan pengalaman serta kemampuan dalam menjalani belajar sepanjang hayat.

b.  Thinking skills,  keterampilan berpikir kritis, kreatif dan inovatif untuk menghasilkan keputusan dan pemecahan masalah secara optimal.

c.Living skills,  keterampilan hidup yang  mencakup kematangan emosi dan sosial yang bermuara pada daya juang, tanggungjawab dan kepekaan sosil yang tinggi10. 

Dari semua di atas,  dapat  dikatakan bahwa sebenarnya kompetensi standar yang diinginkan dalam proses pendidikan adalah penguasaan nilai-nilai [value], penguasaan pengetahuan [knowledge], penguasaan keterampilan dan kemahiran berkarya [ skill - keterampilan], memiliki attitude dan ability tertentu. 

Pertanyaan yang muncul, bagimana membuat peserta didik aktif sejak dini? Untuk menjawab pertanyaan ini,  guru atau dosen,  harus berusaha merancang teknik-teknik untuk melakukan salah satu atau lebih, yaitu: guru atau dosen berusaha untuk membuat:

1.  Team building [pembentukan tim], yaitu membantu siswa-siswa menjadi lebih terbiasa satu sama lain atau menciptakan suatu semangat “kerja sama” dan “saling ketergantungan”.

2.  On-The-Spot assessment [penilaian di tempat], yaitu : guru mempelajari tentang perilaku-perilaku siswa-siswa, pengetahuan, dan pengalaman siswa. 

3.  Immediate learning involvement [keterlibatan belajar seketika], yaitu ; guru menciptakan atau memotivasi minat awal dalam pokok bahasan11.

Kemudian pertanyaan selanjutnya, bagaimana dosen atau guru dapat membantu peserta didik memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan perilaku secara aktif. Untuk menjawab pertanyaan ini,  langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mendorong peserta didik untuk berpikir, merasakan, dan menerapkan, yaitu :

1.  Full-class learning [belajar sepenuhnya di dalam kelas]; petunjuk dari pengajar yang merangsang seluruh kelas.

2.  Class discussion [diskusi kelas];dialog dan debat mengenai pokok-pokok bahasan utama.

3.  Question prompting [cepatnya pertanyaan]; siswa meminta klarifikasi/penjelasan.

4.  Collaborative learning [belajar dengan bekerja sama]; tugas-tugas dikerjakan dengan kerja sama dalam kelompok-kelompok kecil peserta didik.

5.  Peer teaching [belajar dengan sebaya], petunjuk diberikan oleh peserta didik.

6.  Independent learning [belajar mandiri], aktivitas-aktivitas belajar dilakukan secara invidual.

7.  Affective learning [belajar afektif], aktivitas-aktivitas yang membantu peserta didik untuk menguji perasaan-perasaan, nilai-nilai dan perilaku-perilaku mereka.

8.  Skill development [pengembangan keterampilan], mempelajari dan mempraktikan keterampilan-keterampilan, baik teknis maupun non-teknis12.

 

C.  Metode dan Strategi Belajar Aktif

Banyak sekali metode dan strategi pembelajaran untuk mengaktifkan peserta didik. Dalam pembahasan ini, hanya dikemukakan beberapa metode dan strategi  pembelajaran yang telah digunakan dan diuji keefektifannya dalam proses pembelajaran atau dalam proses perkuliahan dikelas diantaranya, yaitu ; [1] strategi Belajar “Kekuatan Berdua” [The power of two], [2] strategi belajar “Studi Kasus Kreasi Siswa” [Student-created case studies], [3] strategi belajar “Memilah dan Memilih Kartu” [“Card sort”], [4] strategi belajar ”Perdebatan Aktif” [”Active Debate”], [5] strategi Belajar “Saling Beradu Pendapat” [Point-counter point]13, [6] strategi belajar “SQ3R dan Rolling Cognitive”, [7] studi kritis. Metode dan strategi pembelajaran ini dapat dijelaskan, sebagai berikut :

 

1. Strategi Belajar Kekuatan Berdua [The power of two]

Penerapan strategi belajar “Kekuatan Berdua”  [the power of two], dengan langkah-langkah atau prosedur yang dilakukan dosen, sebagai berikut:

a]      Langkah pertama, membuat problem. Dalam proses belajar, dosen memberikan satu atau lebih pertanyaan kepada peserta didik yang membutuhkan refleksi.

b]      Langkah kedua, dosen meminta peserta untuk nerenung dan menjawab pertanyaan sendiri-sendiri.

c]      Langkah ketiga, dosen membagi perserta berpasang-pasangan. Dalam proses belajar setelah semua peserta didik melengkapi jawabannya, bentuklah ke dalam pasangan dan mintalah mereka untuk berbagai [sharing] jawaban dengan yang lain.

d]      Langkah keempat, dosen meminta pasangan untuk berdiskusi mencari jawaban baru. Dalam proses belajar, dosen meminta mahasiswa untuk membuat jawaban baru untuk masing-masing pertanyaan dengan memperbaiki respon masing-masing individu.

e]      Langkah kelima, dosen meminta peserta untuk mendiskusikan hasil sharingnya. Dalam proses belajar, ketika semua pasangan selesai menulis jawaban baru, bandingkan jawaban dari masing-masing pasangan ke pasangan yang lain.

 

2. Strategi Belajar Studi Kasus Kreasi Siswa [Student-created case studies]

Penerapan strategi belajar “Studi Kasus Kreasi Siswa” [Student-created case studies], dengan langkah-langkah atau prosedur yang dilakukan, sebagai berikut :

a]    Langkah pertama, dosen membagikan handout  [membahas suatu masalah] kepada mahasiswa dan meminta mahasiswa untuk membaca beberapa menit.

b]    Langkah kedua, dosen membagi peserta berkelompok-kelompok dengan cara menghitung 1 s/d 4 atau dalam cara lain.

c]    Langkah ketiga, dosen meminta peserta untuk mencari pasangannya menurut angka [nomor urut] yang disebut sehingga terbentuk empat kelompok diskusi.

d]    Langkah keempat, dosen meminta masing-masing kelompok membaca handsout tersebut, kemudian merumuskan dan mendiskusikan :

[1]                   Apa kasusnya?

[2]                   Mengapa kasus itu terjadi?

[3]                   Bagaimana akibat yang ditumbulkan?

[4]                   Bagaimana pandangan terhadap hal tersebut?

e]    Langkah kelima, ketika masing-masing kelompok sedang berdiskusi, dosen selalu mengontrol jalannya diskusi tersebut.

f]     Langkah keenam, ketika diskusi [studi kasus] selesai, dosen meminta masing-masing kelompok agar mempresentasikan kepada kelas. Dosen, meminta seorang anggota kelompok untuk memimpin diskusi dan kelompok lain mencatat hal-hal yang akan dipertanyakan.

g]    Langkah ketujuh, tanggapan masing-masing peserta dari tiap-tiap kelompok terhadap kelompok lain yang mempresentasikan hasil diskusi mereka.

 

3. Strategi Belajar “Memilah dan Memilih Kartu” [Card sort]

Penerapan strategi belajar ”Memilah dan Memilih Kartu”   [Card sort] dengan langkah-langkah atau prosedur yang dilakukan, sebagai berikut:

a]    Langkah pertama, dosen membagikan selembar “kartu” kepada setiap mahasiswa dan pada kartu tersebut telah dituliskan suatu materi.  Kartu tersebut terdiri dari “kartu judul” dan dan “kartu bahasan dari judul” tersebut. Kartu judul biasanya menggunakan huruf KAPITAL dan kartu-kartu sub judul menggunakan huruf non-kapital.

b]    Langkah kedua, mahasiswa diminta untuk mencari teman [pemegang kartu judul] yang sesuai dengan masalah yang ada pada kartunya untuk satu kelompok.

c]    Langkah ketiga, mahasiswa akan  berkelompok dalam satu “pokok bahasan” atau masalah masing-masing.

d]    Langkah keempat, mahasiswa diminta untuk menempelkan di papan tulis bahasan yang ada dalam kartu tersebut berdasarkan urutan-urutan bahasannya yang dipegang kelompok tersebut.

e]    Langkah kelima, seorang mahasiswa [pemegang kartu judul] dari masing-masing kelompok untuk menjelaskan  dan sekaligus mengecek kebenaran urutan per pokok bahasan.

f]     Langkah keenam, bagi mahasiswa yang salah mencari kelompok sesuai bahasan atau materi pelajaran tersebut, diberi hukuman dengan mencari judul bahasan atau materi yang sesuai dengan kartu yang dipegang.

g]    Langkah ketujuh, dosen/guru memberikan komentar atau penjelasan dari permaianan tersebut.

Tujuan dari strategi dan metode belajar menggunakan “memilah dan memilih kartu” [card sort] ini adalah untuk mengungkapkan daya “ingat” [recoll] terhadap materi kuliah/pelajaran yang telah dipelajari mahasiswa/siswa.  Untuk itu, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah ; [1] Kartu-kartu tersebut jangan diberi nomor urut, [2] Kartu-kartu tersebut dibuat dalam ukuran yang sama, [3] Jangan memberi “tanda kode” apapun pada kartu-kartu tersebut, [4] Kartu-kartu tersebut terdiri dari “beberapa bahasan” dan dibuat dalam jumlah yang

banyak atau sesuai dengan jumlah mahasiswa atau siswa, [5] Materi yang   ditulis dalam kartu-kartu tersebut, telah diajarkan dan telah dipelajari oleh mahasiswa atau siswa.

 

4. Strategi Belajar Perdebatan Aktif [Active Debate]

Penerapan strategi pembelajaran “Perdebatan Aktif” [Active Debate], dengan langkah-langkah atau prosedur yang

dilakukan, sebagai berikut:

a]    Materi kuliah telah diberikan kepada mahasiswa 1 [satu] minggu sebelum perkuliahan. Mahasiswa diharuskan untuk membaca dan memahami materi ini agar memudahkan dalam “debat”.

b]   

Contoh Fato 3 :

Dosen Memberikan Pengarahan pada Kelompok sebelum diskusi dimulai

 
Dalam kegiatan “debat”, kelas dibagi menjadi 5 [lima] kelompok. Secara acak akan ditugaskan [1] kelompok pertama ditetapkan sebagai penyaji, [2] kelompok kedua dan ketiga ditentukan sebagai “kontra” atau “penyangga”, [3]

kelompok keempat sebagai “pembela” kelompok pertama, dan [4] kelompok kelima sebagai “penengah”. Masing-masing kelompok terdiri 10 [sepuluh] mahasiswa atau lebih.

c]    Sebelum debat dimulai, dosen menyajikan  “global materi”  kuliah yang akan didebatkan kepada mahasiswa dalam bentuk ceramah.

d]    Sebelum debat dilaksanakan, mintalah masing-masing kelompok menetukan “juru bicaranya” dan kemudian mintalah tiap-tiap kelompok mendikusikan materi pada kelompoknya sendiri dan merumuskan arguman-argumen dari hasil diskusinya.

e]   

Contoh Foto 4 :

Situasi Diskusi Kelompok

 
Setelah masing-masing kelompok telah selesai mediskusikan materi tersebut dan telah menemukan problem atau masalah untuk disampaikan. Diskusi dihentikan dan setting kelas dibuat dalam situasi yang berbeda. Setting kelas sebagai berikut :

f]     Mulailah “perdebatan” dan dalam “perdebatan” ini dosen bertindak sebagai pemandu. Langkah pertama, surulah “juru bicara” dari kelompok “penyaji” untuk menyampaikan argumen-argumennya. Langkah kedua, meminta  kelompok kontra [2 dan 3 ] meberikan atau menyampaikan “konter argumentasinya”  dan buatlah situasi debat anatar “penyaji” dengan “konta” dan sesekali meminta argumentasi dari kelompok “penengah”. Langkah ketiga, mintalah kolompok “pembela” untuk     me-

nyampaikan argumentasi pembelaannya dan buatlah situasi debat antara kelompok kontra dengan kelompok “pembela”  dan sesekali meminta argumentasi dari kelompok “penengah”.  Doronglah peserta yang lain untuk

g]    mencatat  jawaban berbagai argumen atau bantahan yang disarankan kepada juru bicaranya. Juga, doronglah mereka untuk sesekali menyambut dengan applaus terhadap argumen-argunen dari wakil atau juru bicara tim mereka.

h]    Ketika dianggap perdebatannya sudah cukup, akhiri perdebatan tersebut dan gambungkan kembali seluruh kelompok tersebut dalam lingkaran penuh. Kemudian disimpulkan dan berilah komentar tentang permasalah yang diajukan dalam perdebatan tersebut serta buatlah diskusi seluruh kelas tentang apa yang telah dipelajai oleh mahasiswa tentang persoalan dari pengalaman debat itu dan kemudian rumuskan argumen-argumen terbaik yang dibuat kedua kelompok [“penyaji” dan “kontra”] debat tersebut. Sebelum menutup perkuliahan, doronglah semua mahasiswa untuk menyambut dengan applaus atas “debat” yang telah dilakukan, setelah itu tutup kuliah dengan membaca do’a.

 

5. Strategi Belajar “Saling Beradu Pendapat” [ Point-counter point]

Penerapan strategi belajar “Saling Beradu Pendapat” [Point-counter point], dengan langkah-langkah atau prosedur yang dilakukan, sebagai berikut:

a]    Langkah pertama, dosen/guru mengajukan suatu masalah untuk dibahas.

b]    Langkah kedua, mahasisw atau siswa dibagi menjadi 6 kelompok, untuk berdiskusi mengenai suatu masalah.

c]    Langkah ketiga, dari 6 kelompok tersebut dibagi menjadi 3, untuk mengkolaborasi hasil perumusan masalah.

d]    Langkah keempat, dosen atau guru membagi tiga kelompok ini untuk berperan sebagai: [1] penyaji, pembahas, dan audien [seluruh mahasiswa].

e]    Langkah kelima, presentasi masing-masing kelompok dan  ditanggapi mahasiswa/siswa yang lain.

f]     Langkah keenam, dosen/guru mengatur/mengarahkan proses debat.

g]    Langkah ketujuh, langkah terakhir  adalah dosen atau guru menyimpulkan atau memberikan summary.

 

6. Strategi belajar SQ3R dan Rolling Cognitive

Penerapan strategi belajar SQ3R dan Rolling Cognitive, dengan prosedur atau langkah-langkah, sebagai berikut :

a]    Langkah Pertama; dosen memberikan meteri perkuliahan 1 [satu] minggu sebelum kuliah dimulai.

b]    Langkah Kedua; sebelum kuliah dimulai dosem membagi mahasiswa menjadi 4 [empat] kelompok atau sesuai dengan materi yang akan dibahas.

c]    Langkah Ketiga;  mahasiswa mempelajari materi dengan menerapkan strategi pembelajaran SQ3R, dengan langkah sebagai berikut :

[1]     Suvey meteri, yaitu mahasiswa memeriksa, meneliti, mengidentifikasi seluruh materi dalam teks yang telah diberikan dosen.

[2]     Question [membuat pertanyaan], mahasiswa dapat menyusun daftar pertanyaan atau membuat problem yang relevan dengan materi.

[3]     Read, mahasiswa membaca teks secara aktif untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan atau problem yang telah tersusun.

[4]     Recite, mahasiswa dapat menghafal dan berusaha memahami setiap jawaban yang telah ditemukan.

[5]     Review [pengulangan], mahasiswa dapat mengingatkan dan menerangkan apa yang telah dipelajari. Mahasiswa/siswa dapat meninjau ulang seluruh jawaban atas pertanyaan yang tersusun pada langkah-langkah kedua dan ketiga, kemudian menuliskannya pada lembar manila atau flano yang.sudah tertempel di dinding.

 

d]  Langkah Keempat, proses Rolling Cognitive

[1]  Langkah pertama, mahasiswa secara berkelompok menuliskan hasil review-nya kelembar kertas manilai atau flano yang telah tertempel di dinding.

Contoh Foto 7: Mahasiswa sedang mencermati dan mendiskusikan hasil reviw kelompok lain, dan mengomentasi dengan menuliskan komentar pada  flano atau manila tersebut

 
[2]  Langkah kedua, mahasiswa kelompok pertama mendatangi kelompok ketiga untuk membaca hasil review-nya dan menuliskan komentar pada kertas manilai atau flano dan melanjutkan ke kelompok kedua, dan seterusnya kelompok kedua mendatangi kelompok pertama dan ketiga, kelompok ketiga mendatangi kelompok pertama dan kedua pada kegiatan yang sama.

[3]  Langkah ketiga, secara berurutan mahasiswa kelompok pertama mempresentasikan hasil review-nya dan menjawab pertanyaan atau keberatan dari kelompok kedua, ketiga, keempat  dan seterusnya dilanjutkan untuk kelompok kedua, ketiga, dan keempat.

[4]  Langkah keempat, merupakan langkah terakhir dosen/guru memberikan komentar dan kesimpulan untuk masing-masing kelompok dan kemudian menutup kuliah.  Sebelum menutup kuliah dosen meminta mahasiswa untuk “tepuk tangan” atas keberhasilan masing-masing kelompok.

 

7. Studi Kritis

Penerapan strategi belajar Studi Kritis. Hasil yang diperoleh adalah mahasiswa dapat mengkiritisi, memahami, dan mengemukakan pendapat dan pandangannya secara perorangan terhadap materi topik bahasan yang dibacanya. Langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh, sebagai berikut:

a]    Langkah pertama, dosen membagikan handout  kepada masing-masing mahasiswa per individual dan  dosen meminta mahasiswa untuk membaca dan memahami serta berusaha menangkap permasalahan pada teks tersebut.

b]   

Contoh Foto 8 :  Susana Mahasiswa sedang mengkaji dan mendiskusikan suatu masalah

 
Langkah kedua, dosen meminta masing-masing mahasiswa secara individu untuk mengemukakan hasil kajiannya dan ditanggapi oelh mahasiswa yang lain.

c]    Langkah ketiga, dosen meminta salah seorang mahasiswa untuk menyimpulkan hasil diskusi tersebut

d]    Langkah keempat, diskusi dihentikan, dosen menyimpulkan hasil diskusi tersebut dan kemudian menutup dengan do’a.

 

D. Penutup

Beberapa metode dan strategi  pembelajaran yang dikemukakan di atas,  telah digunakan dan  diuji keefektifannya dalam proses pembelajaran atau dalam proses perkuliahan. Dapat dikatakan bahwa, dengan metode dan strategi pembelajaran ini, mahasiswa dapat melakukan dan menemukan sendiri, sebab mereka dapat mengkiritisi, memahami, dan mengemukakan pendapat dan pandangannya secara perorangan maupun kelompok terhadap materi topik bahasan yang dibacarakan. Suasana kelas menjadi  hidup, menyenangkan, tidak tertekan dan menyemangati peserta didik untuk senang belajar. Dengan demikian, kompetensi pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai. Silahkan mencoba!!!

 

 

DAFTAR KEPUSTAKAAN

 

Ansyar, Moh., 2001, Kurikulum dalam Menyongsong Otonomi Pendidikan di Era Globalisasi, Peluang, Tantangan, dan Arah, dalam Jurnal Pendidikan Islam TA’DIB, Maret 2002, (No. 04), ISSN 1401-6973, Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang.

 

Mastuhu,1999, Pemberdayakan Sistem Pendidikan Islam, Logos, Jakarta.

 

Silberman, Mel, 2002, Active Learning, 101 Strategi Pembelajaran Aktif, Diterbitkan YAPPENDIS, Dicetak Bumimedia, Yogyakarta.

 

Sudjarwadi, 2003, “Ubah Wajah UGM dengan Jiwa Kepemimpinan”, Kedaulatan Rakyat, 5 Januari 2003, Yogyakarta.

 

Suparno, Paul, 2003, Guru Demokratis di Era Reformasi, Grasindo, Jakarta.

 



2Mel Silberman, 2002, Active Learning, 101 Strategi Pembelajaran Aktif, Diterbitkan YAPPENDIS, Dicetak Bumimedia, Yogyakarta, hlm.2.

3Ibid, hlm. 1

4Ibid, hlm.1-2.

5Paul Suparno, 2003, Guru Demokratis di Era Reformasi, Grasindo, Jakarta, hlm.34

6Sumber gambar ini,  berasal dari program komputer.

7Paul Suparno, 2003, Guru Demokratis di Era Reformasi, Op.cit, hlm. 34-35.

8Mastuhu,1999, Pemberdayakan Sistem Pendidikan Islam, Logos, Jakarta,hlm. 17.

9Moh. Ansyar, 2001, Kurikulum dalam Menyongsong Otonomi Pendidikan di Era Globalisasi, Peluang, Tantangan, dan Arah, dalam Jurnal Pendidikan Islam TA’DIB, Maret 2002, (No. 04), ISSN 1401-6973, Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang. hlm.109

10Sudjarwadi, “Ubah Wajah UGM dengan Jiwa Kepemimpinan”, Kedaulatan Rakyat, 5 Januari 2003, hlm.10.

11Mel Silberman, 2002, Active Learning:101 Strategi Pembelajaran Aktif, cet.2, Diterbitkan Yappendis, dicetak Bumimedia, Yogyakarta, hlm.xxi

12Ibid, hlm.xxii

13 Baca :  Mel Silberman, 2002, Active Learning, Ibid, hlm.121,130,149,153,168.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | MusrinSalila Template | Galeri Tinangkung
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2012. Galeri Tinangkung - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by MusrinSalila Template