Headlines News :
Home » » Peran Teknologi Komunikasi dan Informasi

Peran Teknologi Komunikasi dan Informasi

Written By Musrin Salila on Jumat, 09 April 2010 | 08.02

Oleh : Musrin Salila

Pendidikan jarak jauh adalah sekumpulan metoda pengajaran dimana aktivitas pengajaran dilaksanakan secara terpisah dari aktivitas belajar. Pemisah kedua kegiatan tersebut dapat berupa jarak fisik, misalnya karena peserta ajar bertempat tinggal jauh dari lokasi institusi pendidikan. Pemisah dapat pula jarak non-fisik yaitu berupa keadaan yang memaksa seseorang yang tempat tinggalnya dekat dari lokasi institusi pendidikan namun tidak dapat mengikuti kegiatan pembelajaran di institusi tersebut. Keterpisahan kegiatan pengajaran dari kegiatan belajar adalah ciri yang khas dari pendidikan jarak jauh.
Sistem pendidikan jarak jauh merupakan suatu alternatif pemerataan kesempatan dalam bidang pendidikan. Sistem ini dapat mengatasi beberapa masalah yang ditimbulkan akibat keterbatasan tenaga pengajar yang berkualitas. Pada sistem pendidikan pelatihan ini tenaga pengajar dan peserta didik tidak harus berada dalam lingkungan geografi yang sama.
Tujuan dari pembangunan sistem ini antara lain menerapkan aplikasi-aplikasi pendidikan jarak jauh berbasis web pada situs-situs pendidikan jarak jauh yang dikembangkan di lingkungan di Indonesia yakni bekerja dengan sama mitra-mitra lainnya.
Secara sederaha dipahami sistem ini terdiri dari kumpulan aplikasi-aplikasi yang dapat digunakan sebagai alat bantu dalam kegiatan pendidikan jarak jauh hingga penyampaian materi pendidikan jarak jauh tersebut dapat dilakukan dengan baik.
Sarana penunjang dari pendidikan jarak jauh ini adalah teknologi informasi. Kemunculan teknologi informasi dan komunikasi pada pendidikan jarak jauh ini sangat membantu sekali. Seperti dapat dilihat, dengan munculnya berbagai pendidikan secara online, baik pendidikan formal atau non-formal, dengan menggunakan fasilitas Internet.Pendekatan sistem pengajaran yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengajaran secara langsung (real time) ataupun dengan cara menggunakan sistem sebagai tempat pemusatan pengetahuan (knowledge).
.Hal ini memungkinkan terbentuknya kesempatan bagi siapa saja untuk mengikuti berbagai jenjang pendidikan. Seorang lulusan sarjana dapat melanjutkan ke pendidikan magister secara online ke salah satu Perguruan tinggi yang diminatinya.

Sistem Pendidikan Jarak Jauh
Meskipun teknologi merupakan bagian integral dari pendidikan jarak jauh, namun program pendidikan harus fokus pada kebutuhan instruksional mahasiswa, dari pada teknologinya sendiri. Perlu juga untuk dipertimbangkan; umur, kultur, latar belakang sosioekonomi, interes, pengalaman, level pendidikan, dan terbiasa dengan metoda pendidikan jarak jauh. Faktor yang penting untuk keberhasilan sistem pendidikan jarak jauh adalah perhatian, percaya diri dosen, pengalaman, mudah menggunakan perlatan, kreatif menggunakan alat, dan menjalin interkasi dengan mahasiswa.
Pada pembangunan sistem perlu diperhatikan tentang disain dan pengembangan sistem, interactivity, active learning, visual imagery, dan komunikasi yang efektif. Disain dan pengembangan sistem.
proses pengembangan instruksional untuk pendidikan jarak jauh, terdiri dari tahap perancangan, pengembangan, evaluasi, dan revisi. Dalam mendesain instruksi pendidikan jarak jauh yang efektif, harus diperhatikan, tidak saja tujuan, kebutuhan, dan karakteristik dosen dan mahasiswa, tetapi juga kebutuhan isi dan hambatan teknis yang mungkin terjadi. Revisi dilakukan berdasarkan masukan dari instruktur, spesialis pembuat isi, dan mahasiswa selama dalam proses berjalan.
Interactivity. Keberhasilan sistem pendidikan jarak jauh antara lain ditentukan oleh adanya interaksi antara dosen dan mahasiswa, antara mahasiswa dan lingkungan pendidikan, dan antara mahasiswa.
Active learning. Partisipasi aktif peserta pendidikan jarak jauh mempengaruhi cara bagaimana mereka berhubungan dengan materi yang akan dipelajari.
Visual imagery. Pembelajaran lewat televisi dapat memotivasi dan merangsang keinginan dalam proses pembelajaran. Namun jangan sampai terjadi distorsi karena adanya hiburan. Harus ada penseleksian antara informasi yang tidak berguna dengan yang berkualitas, menentukan mana yang layak dan tidak, mengidentifikasi penyimpangan, membedakan fakta dari yang bukan fakta, dan mengerti bagaimana teknologi dapat memberikan informasi berkualitas.
Komunikasi yang efektif. Desain instruksional dimulai dengan mengerti harapan pemakai, dan mengenal mereka sebagai individual yang mempunyai pandangan berbeda dengan perancang sistem. Dengan memahami keingingan pemakai maka dapat dibangun suatu komunikasi yang efektif.

Pendidikan Jarak Jauh Secara Online
Perkembangan teknologi selalu mempunyai peran yang sangat tinggi dan ikut memberikan arah perkembangan dunia pendidikan. Dalam sejarah perkembangan pendidikan, teknologi informasi adalah bagian dari media yang digunakan untuk menyampaikan pesan ilmu pada orang banyak, mulai dari teknologi percetakan beberapa abad yang lalu, seperti buku yang dicetak, hingga media telekomunikasi seperti, suara yang direkam pada kaset, video, televisi, dan CD. Perkembangan teknologi informasi saat ini, Internet, mengarahkan sejarah teknologi pendidikan pada alur yang baru. Layanan online dalam pendidikan baik bergelar maupun tidak bergelar pada dasarnya adalah memberikan pelayanan pendidikan bagi pengguna (mahasiswa) dengan menggunakan internet sebagai media. Layanan online ini dapat terdiri dari berbagai tahapan dari proses program pendidikan seperti: pendaftaran, test masuk, pembayaran, perkuliahan, penugasan kasus, pembahasan kasus, ujian, penilaian, diskusi, pengumuman, dll. Pendidikan jarak jauh dapat memanfaatkan teknologi internet secara maksimal, dapat memberikan efektifitas dalam hal waktu, tempat dan bahkan meningkatkan kualitas pendidikan.
Faktor utama dalam Pendidikan jarak jauh secara online yang dikenal sebagai distance learning yang selama ini dianggap masalah adalah tidak adanya interaksi antara dosen dan mahasiswanya. Namun demikian, dengan media internet sangat dimungkinkan untuk melakukan interaksi antara dosen dan siswa baik dalam bentuk real time (waktu nyata) atau tidak. Dalam bentuk real time dapat dilakukan misalnya dalam suatu chatroom, interaksi langsung dengan real audio atau real video, dan online meeting. Yang tidak real time bisa dilakukan dengan mailing list, discussion group, newsgroup, dan buletin board. Dengan cara diatas interaksi dosen dan mahasiswa di kelas mungkin akan tergantikan walaupun tidak 100%. Bentuk-bentuk materi, ujian, kuis dan cara pendidikan lainnya dapat juga diimplementasikan ke dalam web, seperti materi dosen dibuat dalam bentuk presentasi di web dan dapat di download oleh siswa. Demikian pula dengan ujian dan kuis yang dibuat oleh dosen dapat pula dilakukan dengan cara yang sama. Penyelesaian administratif juga dapat diselesaikan langsung dalam satu proses registrasi saja, apalagi di dukung dengan metode pembayaran online.
Pendidikan jarak jauh secara online mengatasi keterbatasan yang ada pada jenis-jenis pendidikan jarak jauh yang lain (yang sebenarnya juga sudah sarat teknologi), yaitu pendidikan jarak jauh dengan satelit serta teknologi televisi. Pada kedua teknologi di atas, mahasiswa masih harus berjalan ke fasilitas-fasilitas pendidikannya; sedangkan peralatannya bersifat khusus dan mahal. Kini dengan pendidikan online lewat internet, mahasiswa dapat belajar sendiri dari rumah dengan peralatan komputer sendiri.

Dari Sudut Pandang Dosen
Dari sudut pandang dosen, solusi pendidikan online ini harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
· Mudah digunakan
· Memungkinkan pembuatan bahan kuliah online dan kelas online dengan cepat dan mudah
· Hanya memerlukan pelatihan minimal
· Memungkinkan pengajaran dengan cara mereka sendiri
· Memungkinkan mereka mengendalikan lingkungan pengajaran

Dari Sudut Pandang Mahasiswa
Dari sudut mahasiswa yang dicari adalah
· Fleksibilitas dalam mengambil mata kuliah
· Bahan kuliah yang lebih kaya dibandingkan yang didapat di kelas
· Berjalan di komputer yang sudah mereka miliki
· Menyertakan kolaborasi antarmahasiswa seperti cara tradisional
· Mencakup konsultasi dengan dosen, diskusi kelas, teman belajar, dan proyek-proyek bersama.

Pendidikan Jarak Jauh Berbasis Web Secara Online
Bila kembali ke konsep dasar pada suatu sistem pendidikan tradisional yang dilakukan saat ini, para mahasiswa dan dosen bertemu pada suatu tempat dan waktu tertentu. Sistem pendidikan tradisional ini kelak akan bergeser kepada pendidikan jarak jauh dengan dilandasi bahwa agak sulit untuk mengumpulkan peserta kursus, training atau pendidikan pada satu waktu dan tempat tertentu sedangkan peserta tersebar di wilayah yang berbeda-beda dan pada dasarnya materi-materi yang seharusnya disampaikan di kelas, dapat diberikan tanpa kehadiran para mahasiswa dan dosen secara langsung di kelas.

Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat dewasa ini, khususnya perkembangan teknologi internet turut mendorong berkembangnya konsep pembelajaran jarak jauh ini. Ciri teknologi internet yang selalu dapat diakses kapan saja, dimana saja, multiuser serta menawarkan segala kemudahannya telah menjadikan internet suatu media yang sangat tepat bagi perkembangan pendidikan jarak jauh selanjutnya.

Penggunaan teknologi informasi dalam menunjang suatu sistem pendidikan jarak jauh harus diperhatikan dari bentuk pendidikan yang diberikan. Suatu kursus bahasa Inggris salah satunya, pada akhir perkuliahan mahasiswa dituntut untuk mempunyai reading dan listening skill yang baik, untuk itu medianya dapat berupa sound, gambar dan bentuk multimedia lainnya yang dapat di kirimkan melalui internet.

Bila dibatasi pada web based distance learning maka pengguna, dalam hal ini dosen dan mahasiswa memerlukan fasilitas internet untuk tetap menjaga konektivitas dengan pendidikan jarak jauh tersebut. Kemampuan mahasiswa untuk tetap menjaga konektivitas menentukan bagi kesinambungan suatu sistem pendidikan jarak jauh. Apabila kita umpamakan suatu pendidikan jarak jauh berbasis web sebagai suatu community maka di dalamnya harus dapat memfasilitasi bertemunya atau berinteraksinya mahasiswa dan dosen. Agak sulit memang untuk memindahkan apa yang biasa dilakukan oleh dosen di depan kelas kepada suatu bentuk web yang harus melibatkan interaksi berbagai komponen di dalamnya. Adanya sistem ini membuat mentalitas dosen dan mahasiswa harus berubah, perbedaan karakteristik dosen dalam mengajar tidak tampak dalam metode ini. Seperti layaknya sebuah perguruan tinggi, metode ini juga harus mampu memberikan informasi perkuliahan kepada mahasiswa. Informasi itu harus selalu dapat diakses oleh siswa dan dosen serta selalu diperbaharui setiap waktu. Informasi yang sering dibutuhkan itu berupa silabus kuliah, jadwal kuliah, pengumuman, siapa saja peserta kuliah, materi kuliah dan penilaian atas prestasi siswa.

Suatu pendidikan jarak jauh berbasis web antara lain harus memiliki unsur sebagai berikut :
1. Pusat kegiatan siswa; sebagai suatu community web based distance learning harus mampu menjadikan sarana ini sebagai tempat kegiatan mahasiswa, dimana mahasiswa dapat menambah kemampuan, membaca materi kuliah, mencari informasi dan sebagainya.
2. Interaksi dalam grup; Para mahasiswa dapat berinteraksi satu sama lain untuk mendiskusikan materi-materi yang diberikan dosen. Dosen dapat hadir dalam group ini untuk memberikan sedikit ulasan tentang materi yang diberikannya.
3. Sistem administrasi mahasiswa; dimana para mahasiswa dapat melihat informasi mengenai status mahasiswa, prestasi mahasiswa dan sebagainya
4. Pendalaman materi dan ujian; Biasanya dosen sering mengadakan quiz singkat dan tugas yang bertujuan untuk pendalaman dari apa yang telah diajarkan serta melakukan test pada akhir masa belajar. Hal ini juga harus dapat diantisipasi oleh web based distance learning
5. Perpustakaan digital; Pada bagian ini, terdapat berbagai informasi kepustakaan, tidak terbatas pada buku tapi juga pada kepustakaan digital seperti suara, gambar dan sebagainya. Bagian ini bersifat sebagai penunjang dan berbentuk database.
6. Materi online diluar materi kuliah; Untuk menunjang perkuliahan, diperlukan juga bahan bacaan dari web lainnya. Karenanya pada bagian ini, dosen dan siswa dapat langsung terlibat untuk memberikan bahan lainnya untuk di publikasikan kepada mahasiswa lainnya melalui web.

Mewujudkan ide dan keinginan di atas dalam suatu bentuk realitas bukanlah suatu pekerjaan yang mudah tapi bila kita lihat ke negara lain yang telah lama mengembangkan web based distance learning, sudah banyak sekali institusi atau lembaga yang memanfaatkan metode ini. Bukan hanya skill yang dimiliki oleh para engineer yang diperlukan tapi juga berbagai kebijaksanaan dalam bidang pendidikan sangat mempengaruhi perkembangannya. Jika dilihat dari kesiapan sarana pendukung misalnya hardware maka agaknya hal ini tidak perlu diragukan lagi. Hanya satu yang selalu menjadi perhatian utama pengguna internet di Indonesia yaitu masalah bandwidth, tentunya dengan bandwidth yang terbatas ini mengurangi kenyamanan khususnya pada non text based material.


Pendidikan Secara Online di luar negeri
Di luar negeri, khususnya di negara maju, pendidikan jarak jauh telah merupakan alternatif pendidikan yang cukup digemari. Metoda pendidikan ini diikuti oleh para mahasiswa, karyawan, eksekutif, bahkan ibu rumah tangga dan orang lanjut usia (pensiunan). Beberapa tahun yang lalu pertukaran materi dilakukan dengan surat menyurat, atau dilengkapi dengan materi audio dan video. Saat ini hampir seluruh program distance learning di Amerika, Australia dan Eropa dapat juga diakses melalui internet. Studi yang dilakukan oleh Amerika, sangat mendukung dikembangkannya e-learning, menyatakan bahwa computer based learning sangat efektif, memungkinkan 30% pendidikan lebih baik, 40% waktu lebih singkat, dan 30% biaya lebih murah. Bank Dunia (World bank) pada tahun 1997 telah mengumumkan program Global Distance Learning Network (GDLN) yang memiliki mitra disebanyak 80 negara di seluruh dunia (sampai dengan Juni 2000, pusat yang beroperasi baru 15 negara, dan 5 diantaranya di Asia tetapi belum di Indonesia). Melalui GDLN ini maka World Bank dapat memberikan e-learning kepada mahasiswa 5 kali lebih banyak (dari 30 menjadi 150 mahasiswa) dengan biaya 31% lebih murah

Hampir separuh dari sekitar 3.900 lembaga pendidikan tinggi di Amerika Serikat menyelenggarakan sejenis pendidikan jarakjauh (distance education / distance learning ). Pendidikan jarak jauh bukanlah hal baru. Pada awalnya dimulai dengan kursus tertulis dan dalam bentuk pendidikan tinggi formal berbentuk Universitas Terbuka (Open University). Pada awal terselenggaranya, pendidikan jarak jauh oleh masyarakat dianggap sebagai jenis pendidikan alternatif atau pendidikan kelas dua. Kalah bergengsi dengan pendidikan konvensional yangmengharuskan kehadiran mahasiswa.

Selama tiga tahun terakhir ini lebih dari 80% pendidikan jarak jauh diselenggarakan secara online melalui Internet. Besarnya investasi serta kepiawaian teknologi dalam meramu pendidikan ini, serta apresiasi masyarakat yang tinggi terhadap teknologi, membuat pendidikan jarak jauh secara online tidak kalah atau bahkan lebih bergengsi dibandingkan pendidikan konvensional. Kini bahkan untuk pendidikan konvensional pun universitas-universitas menyelenggarakan pendidikan online.

Prospek Pendidikan Secara Online di Indonesia
Karena pembatasan struktur budaya dan regulasi yang ada di Indonesia, maka pendidikan jarak jauh masih belum berkembang dengan pesat, namun tidak mustahil bahwa Indonesia harus mengikuti kecenderungan yang terjadi secara global ini.
Di Indonesia, prospek pendidikan jarak jauh dengan sarana internet juga telah menjadi perhatian dari beberapa kalangan, baik dari dunia pendidikan maupun dunia teknologi informasi.
Saat ini di Indonesia terdapat sekitar 75 universitas negeri dan 1200 universitas dan perguruan tinggi swasta di Indonesia, dengan total kurang lebih bisa mencapai 5 juta mahasiswa yang merupakan potensi pengguna internet.
Sedangkan di Universitas Brawijaya sendiri program distance learning tersebut sudah terlaksana sejak Maret 2002 yang merupakan sebuah proyek kerjasama antara Universitas Brawijaya dengan SOI - ASIA ( School Of Internet ) salah satu kerja proyek WIDE (Sebuah Organisasi Distance Learning Internasional ) ,
Dimulai pada tahun 1997 dengan mendirikan campus environment pada infrastruktur Internet yang memungkinkan mahasiswa belajar tanpa dibatasi oleh waktu dan tempat. Sampai sekarang, sekitar 700 mahasiswa terdaftar pada WIDE University termasuk dari universitas brawijaya, yang mana lebih dari setengahnya adalah orang dewasa yang berminat meneruskan pendidikan mereka melalui Internet. Pada WIDE University, lebih jauh dari 800 jam kuliah tersedia melalui video archives, yang memungkinkan mahasiswa untuk belajar sendiri dengan bebas. Proyek SOI-Asia yang ditujukan untuk disumbangkan kepada pengembangan pendidikan tinggi di negara-negara Asia, didukung oleh Ministry of Economy, Trade and Industry (METI) dan CSL of Ministry of Public Management, Home Affairs, Posts and Telecommunications di Jepang dan JSAT corporation, bekerjasama dengan Asia SEED Institute, WIDE Project dan AI3 (Asian Initiatives of Internet Infrastructure) Project. SOI - ASIA di ikuti oleh beberapa Universitas terpilih di Asia Tenggara diantaranya : Chulalongkorn University (Thailand), Asian Institute of Technology (Thailand), National University of Laos (Laos), University of Computer Studies (Yangon), Brawijaya University (Indonesia), Sam Ratulangi University (Indonesia), Hasanuddin University (Indonesia), Institut Teknologi Bandung (Indonesia), Asian Youth Fellowship (Malaysia), Institute Of Information Technology (Vietnam)

Penutup

Keberhasilan pendidikan jarak jauh ditunjang oleh adanya interaksi maksimal antara dosen dan mahasiswa, antara mahasiswa dengan berbagai fasilitas pendidikan, antara mahasiswa dengan mahasiswa lainnya, adanya pola pendidikan aktif dalam interaksi tersebut. Bila pendidikan bebasis pada web, maka diperlukan adanya pusat kegiatan mahasiswa, interaksi antar grup, administrasi penunjang sistem, pendalaman materi, ujian, perpustakan digital, dan materi online. Dari sisi Teknologi informasi; dunia Internet memungkinkan perombakan total konsep-konsep pendidikan yang selama ini berlaku. Teknologi informasi & telekomunikasi dengan murah & mudah akan menghilangkan batasan-batasan ruang & waktu yang selama ini membatasi dunia pendidikan. Beberapa konsekuensi logis yang terjadi antara lain adalah: (1) Mahasiswa dapat dengan mudah mengambil matakuliah dimanapun di dunia tanpa terbatas lagi pada batasan institusi & negara; (2) Mahasiswa dapat dengan mudah berguru pada orang-orang ahli / pakar di bidang yang diminatinya. Cukup banyak pakar di dunia ini yang dengan senang hati menjawab berbagai pertanyaan yang datang; (3) Kuliah bahkan dapat dengan mudah diambil di berbagai penjuru dunia tanpa tergantung pada universitas tempat si mahasiswa belajar. Artinya konsep universitas terbuka akan semakin membaur dalam universitas tradisional. Tinggal masalah akreditasi dari kuliah yang diambil di universitas di manca negara melalui Internet untuk di akui sebagai bagian dari kredit untuk kesarjanaannya di universitas lokal. Konsekuensi yang akan terjadi adalah pergeseran nilai-nilai kuliah yang tadinya sangat rigid & harus diambil di universitas lokal menjadi terbuka untuk diambil dari universitas lain di dunia.


PENDIDIKAN JARAK JAUH DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA

 

Bentuk praktek pendidikan yang beragam pada dasarnya mencerminkan teori atau filsafat pendidikan yang mendasarinya. Dalam pendidikan dasar, menengah, maupun tinggi, banyak sekali aliran pemikiran tentang pendidikan; mulai dari yang menekankan kontrol yang sangat sistematis dan ketat terhadap proses belajar sampai dengan yang memberikan keleluasaan kepada peserta didik untuk mengembangkan strategi belajarnya. Dipandang dari segi metode penyampaian materi ajar yang terjadi selama proses belajar-mengajar berlangsung, implikasi kedua kutub pemikiran tersebut ternyata melahirkan dua sistem pendidikan yang kini kita kenal dengan sistem pendidikan konvensional (tatap muka) dan sistem pendidikan jarak jauh.

Dalam pendidikan konvensional, guru dan murid berada dalam ruang dan waktu yang sama. Selama proses belajar mengajar berlangsung, manajemen kelas sepenuhnya ada di tangan guru. Aktivitas seperti mengabsen, menerangkan, menanya, menjawab, mengoreksi, menghukum, memuji, mengawasi, menilai, memotivasi, dan sebagainya diekspresikan secara langsung. Dengan demikian, siswa juga dapat memberikan tanggapan secara langsung, baik guru maupun siswa dapat saling mengamati perilaku dan perasaan masing-masing. Dalam waktu yang relatif singkat guru biasanya dapat mengetahui profil kelas dan siswa seperti intelegensi dan karakter atau kepribadian siswa. Input semacam ini penting bagi guru untuk menangani problem-problem belajar masing-masing murid.

Dalam pendidikan jarak jauh, guru dan siswa tidak berada dalam ruang yang sama. Karena secara geografis terpisah, kontrol guru terhadap perilaku siswa hampir tidak ada karena sang guru mengambil jarak dan membatasi diri berinteraksi langsung dengan siswa. Sebagian besar komunikasi antara guru dan siswa dilakukan melalui media seperti surat atau telepon. Guru dapat mengetahui kemajuan belajar siswa jika dan hanya jika siswa memberikan respon terhadap tugas atau ujian yang diberikan kepadanya. Respon tersebut merupakan satu-satunya alat bagi guru untuk mengukur keberhasilan siswa dan dalam hal ini guru tidak peduli bagaimana siswa belajar serta bagaimana memberikan respon dengan benar. Kontrol guru terbatas terhadap upaya penyelesaian tugas yang harus dikerjakan sendiri. Mekanisme sistem pendidikan jarak jauh pada umumnya memaksa lembaga penyelenggara pendidikan jarak jauh itu sendiri mempercayai akan kejujuran dan kemandirian siswa.

Walaupun secara konseptual perbedaan sistem pendidikan konvensional dan pendidikan jarak jauh terletak pada bentuk interaksi antara peserta didik dengan pengajarnya dalam praktek, ternyata banyak aspek yang membedakan kedua sistem tersebut. Karakteristik peserta didik pendidikan jarak jauh, jenis program studi yang ditawarkan, peran sumberdaya manusia, manajemen, teknologi, dan sebagainya relatif berbeda dengan yang dimiliki oleh pendidikan konvensional. Meskipun demikian, tampaknya perbedaan tersebut bukan merupakan kendala baik di negara maju maupun negara bekembang untuk mengembangkan pendidikan jarak jauh.

Dikembangkannya pendidikan jarak jauh banyak negara merupakan indikator bahwa pendidikan jarak jauh dianggap mempunyai potensi dan prospek yang baik karena pada dasarnya karakteristik pendidikan jarak jauh itu sendiri, dalam hal tertentu, mempunyai keunggulan jika dibandingkan dengan pendidikan konvensional. Di sisi lain, harus diakui bahwa keunggulan suatu sistem pada dasarnya basifat relatif karena keunggulan sistem di masa kini dapat digantikan dengan sistem lain yang lebih unggul di masa depan jika berbagai kelebihan sistem tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal atau berbagai problem potensialnya tidak diantipasi. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran pendidikan jarak jauh dari aspek perkembangan konsep pendidikan jarak jauh itu sendiri, potensi dan tantangannya, penerapannya di Indonesia, dan prospek peranan CAI (Computer Assisted Instruction) dalam sistem pendidikan jarak jauh.

Pendidikan Jarak Jauh

Sejarah sistem PJJ, sebenamya dimulai di Inggris pada tahun 1840 ketika seorang bernama Isaac Pitman meminta muridnya menyalin kutipan pendek dari Injil ke dalam huruf steno dan mengirimkan salinan ini kepada Pitman untuk dikoreksi. Sistem belajar melalui korespondensi inilah yang kemudian dianggap sebagai cikal bakal istilah yang kita kenal saat ini: pendidikan jarak jauh.

Menurut Giltrow (1989) istilah pendidikan jarak jauh (distance education) itu sendiri muncul dalam artikel sebuah majalah pada tahun 1903. Setengah abad kemudian, di awal 1960-an istilah tersebut muncul kembali dan tampaknya menjadi populer di tahun 1980-an. Distance education dianggap sebagai nama generik dari pendidikan jarak jauh termasuk pendidikan melalui udara (radio) dan konferensi jarak jauh. Dewasa ini, di negara yang penduduknya berbahasa Inggris paling tidak dikenal 6 istilah untuk pendidikan jarak jauh, yaitu correspondence study, home study, independent study, external study, distance teaching, dan distance education.

Pengertian Pendidikan Jarak Jauh

Perry dan Rumble (1987) menegaskan bahwa dalam konteks pendidikan jarak jauh (distance education), pengertian "jarak jauh" (distance) adalah tidak terjadinya kontak dalam bentuk tatap muka langsung antara guru dan siswa ketika proses belajar mengajar terjadi. Dengan demikian, pendidikan jarak jauh adalah komunikasi dua arah yang dijembatani oleh media seperti surat, telepon, teleks, radio, modem dan komputer, dan sebagainya. Karena itu, menurut Perraton (1981) jika kita ingin membangun teori pendidikan jarak jauh, sebenarnya tidak bisa lepas dari filsafat pendidikan dan teori komunikasi atau teori difusi yang ada. Ia mengatakan bahwa dalam mengembangkan pendidikan jarak jauh hendaknya mempertimbangkan aspek expansi dan dialog.

Ekspansi (perluasan atau pemerataan dan pengembangan) pendidikan diperlukan karena pendidikan berkaitan dengan kekuasaan. Manusia yang tidak terdidik pada umumnya berada dalam posisi lemah daripada manusia yang terdidik sehingga dari perspektif ini muncul anggapan bahwa pendidikan identik dengan proses untuk mendapatkan kekuasaan. Dengan demikian, bagaimana proses ekspansi itu berlangsung (dialog) menjadi penting.

Kata "dialog" dalam hal ini, jika tidak ditafsirkan dengan hati-hati, bagaikan pisau bermata dua; memperkuat pengembangan konsep pendidikan konvensional dan melemahkan konsep pendidikan jarak jauh. Dengan menonjolkan aspek psikologis dialog, maka kita akan cenderung berkesimpulan bahwa pendidikan akan efektif karena peserta didik merasa lebih nyaman dan termotivasi untuk belajar. Tanpa dialog, pendidikan akan berubah menjadi indoktrinasi (Perraton, 1981). Para ahli pendidikan jarak jauh harus mempertimbangkan hal ini dan mengkaji segala kemungkinan untuk menuangkan konsep belajar sebagai aktivitas yang nyaman, bukan beban.

Beberapa Teori Tentang Pendidikan Jarak Jauh

Dari segi teori, Sewart, Keagan, & Holmberg (1983) dalam Zuhari (1990) secara garis besar membedakan tiga teori utama tentang pendidikan jarak jauh yang masing-masing adalah teori otonomi dan belajar mandiri, industrialisasi pendidikan, dan komunikasi interaktif.

Teori yang pertama adalah otonomi dan belajar mandiri, pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh pandangan sosial demokrat dan filsafat pendidikan liberal yang menyatakan bahwa setiap individu berhak mendapat kesempatan yang sama dalam pendidikan dan setiap upaya instruksional hendaknya diupayakan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kebebasan dan kemandirian pada peserta didik dalam proses belajarnya (Sewart, Keegan, dan Holmberg,1983). Peserta didik mempunyai kebebasan untuk mempertimbangkan dan memutuskan sendiri apa yang akan dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Artinya, jika dalam pendidikan konvensional siswa lebih banyak berkomunikasi interpersonal atau berkonsultasi dengan manusia, maka dalam pendidikan jarak jauh ia lebih banyak melakukan komunikasi intrapersonal dengan masukan berupa informasi atau bahan ajar dalam bentuk cetak maupun non cetak.

Teori yang kedua adalah industrialisasi pendidikan yang dikemukakan oleh Peters (1973) dalam Keagan (1980). Ia mengatakan bahwa sistem pendidikan jarak jauh adalah semacam bentuk industrialisasi aktivitas belajar mengajar yang dalam penyelenggaraannya bercirikan pembagian kerja dan produksi (bahan ajar) secara massal. Pendidikan jarak jauh merupakan metode untuk mengajarkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap dengan cara menerapkan berbagai prinsip industrialisasi dan pemanfaatan teknologi yang tujuannya adalah untuk memproduksi bahan ajar yang berkualitas secara massal sehingga dapat digunakan secara bersamaan oleh sejumlah besar peserta didik yang tempat tinggalnya tersebar di seluruh pelosok negara.

Teori yang ketiga adalah teori interaksi dan komunikasi. Teori ini muncul karena banyak ahli pendidikan yang sepakat bahwa pengertian belajar mandiri tidak berarti belajar sendiri. Kontak antara peserta didik dengan komponen institusi penyelengara pendidikan jarak jauh masih diperlukan, baik untuk kepentingan hal-hal yang bersifat administratif maupun akademis; bahkan kadang-kadang psikologis. Mengenai hal-hal yang bersifat akademis, karena menyangkut esensi pendidikan itu sendiri, lembaga pendidikan jarak jauh selalu menyediakan tutor. Dengan demikian, interaksi antara peserta didik dengan pengajar tetap terjadi walaupun frekuensi dan intensitas komunikasi tersebut terbatas. Cara berinteraksi itu sendiri bisa melalui tatap muka langsung atau menggunakan media komunikasi seperti surat, telepon, komputer, dan sebagainya.

Holmberg (1977), termasuk pendukung teori interaksi dan komunikasi ini, memandang pendidikan jarak jauh sebagai proses belajar dimana para peserta didik tidak berada di bawah pengawasan langsung oleh pengajar seperti yang terjadi dalam pengajaran di kelas walaupun mereka masih mendapatkan bantuan dalam bentuk bimbingan, perencanaan aktivitas belajar, dan pengajaran dalam tutorial. Ia memperkenalkan konsep "guided didactic conversation", yakni adanya dialog yang bersifat membimbing dan mendidik para peserta didik sehingga mereka merasa asyik diajak 'berbincang-bincang' membahas topik yang mereka minati. Artinya, bahan ajar yang dipelajari oleh peserta didik harus didesain sedemikian rupa sehingga menarik dan bersifat "self-instructed".

Dalam praktek, perkembangan pendidikan jarak jauh dapat dilihat dari perkembangan media instruksional yang digunakannya. Menurut Giltrow (1989) di negara maju, pada mulanya adalah kertas atau bahan cetak yang mendominasi media pendidikan jarak jauh kemudian pada tahun l950-an bahan ajar non cetak seperti audiovisual mulai banyak digunakan. Pada tahun 1980-an, sulit untuk diketahui jenis media yang dominan. Bagi institusi pendidikan jarak jauh yang baru berdiri, terutama di negara berkembang, bahan ajar cetak lebih banyak digunakan karena mungkin dari segi ekonomi, teknologi, dan kebudayaan dianggap lebih layak. Hal ini agak berbeda dengan situasi pendidikan jarak jauh di negara maju. Sejalan dengan perkembangan teknologi komputer, pengembangan dan penggunaan media non cetak di negara maju cukup intensif karena kendala untuk membuat bahan ajar yang interaktif relatif berkurang dibanding dengan dekade sebelumnya.

Dari beberapa pengertian yang telah dikembangkan para ahli, jika diidentifikasi, pendidikan jarak jauh paling tidak mengandung beberapa elemen sebagai berikut: (a) pemisahan guru dan siswa (walau tidak sepenuhnya), (b) kemandirian siswa (diharapkan relatif lebih tinggi daripada kemandirian siswa pendidikan konvensional), (c) pengorganisasian produksi (industri) bahan ajar secara massal, dan (d) pemanfaatan media instruksional yang interaktif.

Penyelenggaraan

Dewasa ini baik negara maju maupun berkembang banyak yang sudah menyelenggarakan sistem pendidikan jarak jauh. Young, Perraton, Jenkins, dan Doods (1980) mampu mengidentifikasi 135 institusi penyelenggara pendidikan jarak jauh dan sebagian besar ada di negara berkembang; sedangkan Schramm ( 1982) mengatakan tak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi 170 institusi penyelenggara pendidikan jarak jauh dan dia menyebutkan paling tidak separuh dari angka tersebut dapat ditemukan di negara berkembang. Sebagai gambaran, beberapa negara tersebut antara lain adalah Inggris, Jerman, Kanada, Amerika, Australia, India, Jepang, Korea, Israel, Kenya, RRC, Thailand, Pakistan, dan Indonesia.

Dengan dipraktekannya sistem pendidikan belajar jarak jauh oleh berbagai negara, maka sebagai konsekuensinya adalah semakin beragamnya terminologi dan model manajemen atau organisasi lembaga jarak jauh itu sendiri. Suparman (1989) menyebutkan beberapa terminologi yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah pendidikan terbuka, sekolah terbuka, belajar terbuka, sekolah korespondensi, belajar korespondensi, dan pendidikan melalui udara. Sedangkan mengenai model manajemen dan organisasi institusi pendidikan jarakjauh, Perry dan Rumble (1973) dalam Zuhairi (1990) menyebutkan ada tiga jenis. Pertama adalah model otonom, yaitu lembaga yang khusus menyelenggarakan pendidikan jarak jauh. Kedua adalah model terpadu, yaitu institusi yang menawarkan pendidikan konvensional dan pendidikan jarak jauh sekaligus. Ketiga adalah bentuk konsorsium, yaitu semacam kerjasama antar beberapa institusi penyelenggara pendidikan jarak jauh

Selain perbedaan terminologi dan manajemen serta organisasi, perbedaan- perbedaan lain yang dapat ditemukan di antara institusi penyelenggara pendidikan jarak jauh di berbagai negara adalah jenis program yang ditawarkan dan jenis media instruksional yang digunakan. Jenis program yang ditawarkan bervariasi karena sasarannya juga bervariasi. Beberapa negara menyelenggarakan pendidikan jarak jauh untuk peserta didik tingkat dasar, sedangkan beberapa negara lain menawarkan program untuk peserta didik tingkat menengah atau tingkat tinggi yang biasa disebut pendidikan orang dewasa. Jenis program yang ditawarkan untuk orang dewasa selain program gelar juga program non gelar atau bersertifikat.

Mengenai media yang digunakan, tampaknya tiap negara menyesuaikan dengan kondisi setempat masing-masing. Walaupun pada umunya bahan ajar cetak digunakan oleh hampir semua institusi penyelenggara pendidikan jarak jauh, beberapa negara melengkapinya bahan ajar non cetak. Proporsi penggunaan bahan ajar cetak dan non cetak ini bervariasi dari negara ke negara. Di British Open University, untuk beberapa matakuliah tertentu, proporsinya ada yang sebanding. Sedangkan di RRC dan Kenya masing-masing justru media non cetak televisi dan radio yang dominan. Di Indonesia, bahan ajar yang paling banyak digunakan adalah bahan ajar cetak sedangkan bahan ajar non cetak digunakan secara terbatas dan sebagian besar dianggap sebagai bahan ajar pendukung.

Adanya kombinasi penggunaan bahan ajar cetak dan non cetak dengan proporsi yang bervariasi ternyata memberikan implikasi terhadap produksi dan penggunaan bahan ajar. Pada umumnya bahan ajar dibuat oleh tim pengembang bahan ajar. Mereka terdiri dari ahli desain instruksional, ahli materi, ahli media, dan sebagainya. Dengan mempertimbangkan berbagai aspek, suatu mata kuliah tertentu ada kemungkinan dapat disajikan dengan menggunakan berbagai media dengan proporsi yang bervariasi. Misal, untuk bab tertentu lebih efektif disampaikan dengan menggunakan video, kaset, televisi atau radio sedangkan untuk bab yang lain lebih tepat jika disampaikan dengan bahan cetak atau komputer yang interaktif. Dengan demikian, komposisi paket matakuliah tersebut tersaji dalam bentuk video, bahan cetak (buku), dan program komputer adalah 4:5:1.

Implikasinya, siswa yang akan mempelajari matakuliah tersebut selain "diwajibkan" menggunakan bahan ajar cetak juga bahan ajar non cetak. Salah satu lembaga pendidikan jarak jauh yang memanfaatkan berbagai media instruksional secara optimal adalah British Open University dan konsep pengembangannya dikenal dengan nama integrated multimedia. Hal ini berbeda dengan situasi pendidikan jarak jauh di Indonesia yang diselenggarakan oleh Universitas Terbuka yang mengandalkan bahan ajar cetak sebagai bahan ajar utama. Bahan ajar non cetak seperti kaset atau video pada umumnya digunakan sebagai pelengkap atau pendukung saja.

Di sisi lain, penggunaan komputer di lembaga pendidikan jarak jauh tergolong cukup intensif. Penggunaan komputer, secara tipikal dikategorikan ke dalam dua kelompok, yakni untuk keperluan administratif dan akademis. Penggunaan untuk keperluan administratif antara lain meliputi administrasi data mahasiwa; keuangan; produksi, penyimpanan, dan pengiriman bahan ajar; pengolahan hasil ujian; dan sebagainya. Sedangkan untuk keperluan akademis, komputer digunakan untuk mengembangkan Computer Assisted Learning (CAL), yakni program komputer yang memungkinkan siswa mempelajari topik tertentu dan mengevaluasi hasil belajarnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan komputer. Cara pembelajaran melalui komputer semacam ini sudah banyak diterapkan di banyak lembaga pendidikan jarak jauh. Namun, mungkin karena terbatasnya dana dan besarnya biaya produksi, beberapa lembaga pendidikan jarak jauh memanfaatkan komputer untuk keperluan akademis semacam ini secara terbatas.

Prospek

Baik di negara maju maupun di negara berkembang, kualitas sumberdaya manusia merupakan aset yang sangat penting untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas taraf hidup. Usaha peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam arti sempit berarti peningkatan kualitas pendidikan.

Di negara berkembang, tuntutan untuk memenuhi kebutuhan sumberdaya manusia secara kuantitatif maupun kualitatif pada umumnya terbentur pada kendala-kendala yang tipikal. Dari segi lembaga pendidikan yang menawarkan berbagai program, kendala umumnya berupa terbatasnya daya tampung dan jumlah tenaga administrasi serta tenaga akademis, dan terbatasnya jenis program yang ditawarkan oleh lembaga-lembaga pendidikan formal yang sudah ada. Dilihat dari sudut pandang peserta didik, kendala yang dihadapi lebih kompleks karena menyangkut masalah ekonomi dan budaya seperti masalah biaya sekolah atau kuliah, cara berpikir ilmiah, budaya membaca dan sebagainya.

Sistem pendidikan jarak jauh, dalam hal tertentu justru dianggap sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Daya tampung sistem pendidikan jarak jauh pada dasarnya cukup fantastis bila dibandingkan dengan sistem pendidikan konvensional. Schramm (1982) menyebutkan bahwa jumlah mahasiswa di Cina pada tahun 1980 diperkirakan 420.000. Daya tampung yang besar ini dimungkinkan karena daya jangkau media yang digunakan sangat luas dan mampu mengatasi kendala geografis dan waktu. Televisi dapat disiarkan secara nasional dan bahan ajar cetak dapat dikinm kepada mahasiswa melalui pos ke seluruh pelosok negeri dan mahasiswa dapat mempelajarinya kapan saja sesuai dengan waktu yang mereka miliki.

Perkembangan teknologi, terutama teknologi komunikasi, dan konsep pendidikan jarak jauh yang mengarah ke industri pendidikan (produksi bahan ajar dan pengajaran secara massal) membuat daya jangkau semakin luas. Kendala seperti terbatasnya tenaga pengajar seperti yang dialami oleh sistem pendidikan konvensional relatif bukan merupakan kendala bagi sistem pendidikan jarak jauh. Sekali program radio atau televisi dibuat, program tersebut dapat disiarkan atau ditayangkan atau digunakan untuk mengajar berkali-kali dengan jumlah pendengar atau pemirsa yang tak terbatas. Tenaga pengajar tidak perlu mondar-mandir ke tempat mahasiswa belajar. Demikian pula halnya dengan bahan ajar cetak, sekali diproduksi, bahan ajar tersebut dapat digunakan berkali-kali atau dijual ke siapa saja yang berminat menjadi peserta didik sistem pendidikan jarak jauh.

Tingkat pendidikan dan jenis program yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan jarak jauh bervariasi; mulai dari tingkat pendidikan dasar sampai tinggi, mulai dari ilmu dasar sampai ilmu terapan, dan mulai dari program yang menekankan aspek ketrampilan sampai yang bersifat teoritis. Suparman (1989) menyebutkan bahwa sistem pendidikan jarak jaun di dunia pada kenyataannya menawarkan seluruh program di tingkat sekolah dasar, seluruh program tingkat menengah, dan beberapa program di tingkat perguruan tinggi seperti: humanities, ilmu-ilmu sosial, pendidikan, hukum, bisnis, ekonomi, asitektur, keperawatan, pertanian, seni dan desain, psikologi, jurnalisme, manajemen, statistika, dan bahkan matematika. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat diberi kesempatan dan banyak pilihan untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuannya melalui sistem belajar jarak jauh sesuai dengan minat, usia, waktu, dan kemarnpuan finansialnya.

Biaya pendidikan jarak jauh pada umumya relatif murah dibandingkan dengan pendidikan konvensional baik dari sudut pandang lembaga penyelenggara maupun peserta didik. Scramm (1982) mengatakan bahwa para pendidik di Cina pada tahun 1981 memperkirakan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mengajar sejumlah besar mahasiswa dengan sistem pendidikan jarak jauh (televisi) hanya sepertiga dibandingkan dengan biaya untuk mengajar di kelas dengan jumlah mahasiswa yang sama. Gambaran yang lebih detail menunjukkan bahwa di India biaya yang diperlukan untak mengajar dengan sistem pendidikan jarak jauh adalah 22 sen per mahasiswa per jam; sedangkan di Thailand, dengan program radionya, diperkirakan hanya memerlukan 1.8 sen per mahasiswa per jam.

Dari sudut pandang mahasiswa, biaya yang harus dikeluarkan juga relatif murah. Suparman (1989) menyebutkan bahwa biaya SPP mahasiswa konvensional 150% lebih besar dibandingkan mahasiswa pendidikan jank jauh. Komponen-komponen biaya lain, yang membuat biaya peserta pendidikan jarak jauh lebih murah antara lain adalah biaya buku, transport kuliah, dan pemondokan. Selain biaya buku dan kuliah, mahasiswa pendidikan jarak jauh praktis tidak mengeluarkan biaya untuk transport dan pemondokan seperti yang lazimnya dialami oleh sebagian besar mahasiswa pendidikan konvensional.

Pendidikan Jarak Jauh di Indonesia

Pendidikan jarak jauh di Indonesia, menurut Setijadi (1992) sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1955. Pada waktu itu, pendidikan jarak jauh dikembangkan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan para guru. Mereka belajar dengan sistem korespondensi dan setelah diuji mereka mendapatkan sertifikat. Walaupun program ini cukup banyak menarik peminat, program tersebut akhirnya ditiadakan karena kekurangan dana. Pada tahun 1970-an, dua program eksperimental pendidikan jarak jauh dikembangkan untuk menguji kelayakan pengajaran siswa sekolah dasar (SD) melalui radio. Sebelum sempat dikembangkan lebih jauh, dengan berbagai pertimbangan, program tersebut akhimya direvisi dan satu dari program tersebut akhimya digunakan untuk mentraining guru-guru SD, bukan siswa SD. Program pendidikan jarak jauh ini dianggap berhasil dan akhimya dikembangkan sampai ke 14 propinsi. Dalam dekade yang sama, penggunaan bahan ajar cetak yang 'self instructional' (modul) diintroduksikan di sekolah menengah yang dikenal dengan nama Sekolah Pembangunan. Dengan modul, siswa lebih banyak belajar secara mandiri karena peran guru di sekolah tersebut hanya sebagai fasilitator. Sampai di titik ini, belajar mandiri dengan menggunakan bahan ajar cetak, sebenamya sudah pernah dikembangkan di Indonesia dan merupakan salah satu aspek yang merupakan ciri dari pendidikan jarak jauh itu sendiri.

Di tingkat pendidikan tinggi, keberadaan pendidikan jarak jauh relatif lebih dikenal masyarakat setelah Universitas Terbuka (UT) diresmikan oleh Presiden Suharto pada tahun 1984. Sambutan masyarakat terhadap kehadiran UT juga cukup baik dan terbukti dengan banyaknya peminat yang melamar sebagai calon mahasiswa, yakni 270.000 pelamar. Dari jumlah tersebut, jumlah yang diterima oleh UT akhimya 60.000 mahasiswa, suatu jumlah yang sangat besar bagi universitas negeri yang baru berdiri merupakan rekor dalam hal penerimaan mahasiswa baru.

Sebagai lembaga pendidikan, UT pada dasamya merupakan salah satu altematif untuk memecahkan problem sumberdaya manusia. Setijadi (1992) menjelaskan bahwa banyak sekali kekuatan-kekuatan yang mendorong berdirinya UT yang antara lain adalah kebutuhan yang sangat mendesak (baik kualitas maupun kuantitas) akan guru-guru SMP dan SMA dan jumlah lulusan sekolah menengah atas yang makin membengkak dari tahun ke tahun. Keterbatasan daya tampung perguruan tinggi yang ada menyebabkan banyak diantara mereka yang tidak mempunyai kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi. Di akhir Pelita IV, jumlah lulusan diperkirakan mencapai 1,1 juta sedangkan yang tertampung oleh perguruan tinggi yang ada hanya 600.000.

Kedua hal tersebut, yakni masalah kebutuhan akan kualitas dan kuantitas guru SMP dan SMA serta masalah besarnya lulusan SLA yang tak tertampung, menyebabkan pemerintah mempertimbangkan berdirinya UT yang antara lain dianggap mempunyai keuntungan sebagai berikut: daya tampung besar, tenaga dosen sedikit, dan biaya yang relatif murah baik bagi pemerintah maupun mahasiswa.

Sesuai dengan latar belakang pendirian UT, maka program studi yang ditawarkan terdiri dari progam studi kependidikan dan non-kependidikan. Seluruh program studi kependidikan (9 buah) berada di bawah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) sedangkan program-program studi non-kependidikan (10 buah) berada di bawah tiga fakultas masing-masing adalah Pakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Fakultas Ekonomi (FEKON), dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP).

Untuk melayani mahasiswa yang tersebar di seluruh Indonesia, pada tahap awal UT menjalin kerjasama dengan Perum Pos dan Giro dan Universitas Indonesia. Kerjasama yang pertama ditujukan untuk melayani registrasi dan pengiriman bahan belajar mahasiswa sedangkan kerjasama yang kedua ditujukan untuk pengembangan komputerisasi, terutama untuk pengolahan data registrasi dan ujian.

Dalam sistem UT dikenal semacam cabang pembantu UT di daerah yang disebut Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ). Jumlah UPBJJ ini seluruhnya 32 buah dan sebagian besar terletak di ibukota propinsi. Tugas UPBJJ selain memberikan pelayanan yang bersifat administratif (hal-hal yang menyangkut masalah registrasi dan ujian) juga memberikan pelayanan akademis (tutorial).

Harapan dan Tantangan

Keberadaan UT yang daya jangkaunya bersifat nasional dan bentuk kerjasamanya yang unik dengan berbagai instansi dan perguruan tinggi di Indonesia diharapkan dapat mempunyai kontribusi nyata dalam menjawab satu di antara sekian banyak masalah-masalah pendidikan di Indonesia yang cukup ruwet. Harapan, pada dasamya mengandung tantangan dan sebaliknya, dibalik tantangan ada harapan. Jika dikaji lebih jauh, hampir seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan jarak jauh (mulai dari pengembangan konsep pendidikan jarak jauh itu sendiri sampai prakteknya di lapangan yang menyangkut kehandalan sistem, kualitas manajemen, kehandalan teknologi instruksional dan bahkan sampai ke kualitas output yang dihasilkan) merupakan tantangan yang tidak ringan.

Bagi UT, kata "terbuka" itu sendiri dalam beberapa hal menjanjikan harapan karena dapat berarti "terbukanya kesempatan" belajar di perguruan tinggi. Beberapa institusi penyelenggara pendidikan jarak jauh di luar negeri menggunakan istilah "terbuka" atau "open" seperti British Open University di Inggris atau Open Learning Agency di Kanada. Kata "terbuka" menurut Setijadi (1992) mengandung beberapa pengertian. Pertama dapat berarti terbuka dalam hal penerimaan mahasiswa. Artinya, siapa saja asal berijasah SMA-dapat diterima di UT dan mereka dapat mendaftarkan diri kapan saja karena registrasi dibuka sepanjang tahun dan tidak mengenal istilah semester. Kedua adalah terbuka sistem belajar mahasiswanya. Mereka dapat belajar kapan saja dan dimana saja. Ketiga, dalam hal tertentu, terbuka sistem manajemennya. Seluruh bahan belajar UT atau modul tersebar di seluruh Indonesia dan boleh digunakan oleh siapa saja. Dari segi ini, artinya modul UT terbuka untuk dipelajari dan dikoreksi oleh masyarakat.

Banyak pilihan

Keterbukaan dalam pengertian di atas dapat berimplikasi terhadap segi lain, yakni 'terbuka'nya jumlah dan jenis matakuliah yang ditawarkan. Makhopadhjay (1988) mengatakan bahwa 34 lembaga pendidikan jarak jauh di India menawarkan matakuliah yang sama dengan matakuliah yang ditawarkan oleh pendidikan formal yang konvensional. Dengan demikian, masyarakat yang akan mengembangkan kemampuannya mempunyai banyak pilihan yang dapat disesuaikan terutama dengan bakat dan minat mereka.

Namun, walaupun mereka diberi banyak pilihan, jenis pilihan itu sendiri pada umumnya masih termasuk ke dalam kategori yang sama, yakni matakuliah- matakuiah pendidikan formal seperti Biologi, Statistika, Manajemen, dan sebagainya. Padahal, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pendidikan formal, baik melalui pendidikan konvensional maupun jarak jauh, relatif lebih lama karena mahasiswa diharapkan dapat memahami secara utuh konsep-konsep yang telah terpaket dalam suatu disiplin ilmu tertentu. Di masa mendatang, orientasi suatu lembaga pendidikan jarak jauh sebenarnya tidak hanya terbatas pada program-program pendidikan formal saja. Lembaga pendidikan jarak jauh pada dasarnya 'terbuka' dan dapat menawarkan program-program baik yang berorientasi pada penguasaan ketrampilan atau bahkan hobby.

Pengembangan program-program ketrampilan atau non gelar ini tampaknya banyak dikembangkan di negara-negara maju dan mampu memenuhi kebutuhan pasar. Di Kanada misalnya, beberapa program non-gelar yang ditawarkan antara lain adalah: keperawatan, permebelan, elektro, dan bahkan musik seperti pelajaran bermain gitar dan piano. Program-program tersebut banyak diminati masyarakat. Hal ini mungkin disebabkan: (1) persyaratan untuk mengikuti program tersebut relatif lebih mudah dipenuhi oleh peminat jika dibandingkan dengan persyaratan program bergelar, (2) kegunaannya relatif lebih prospektif; terutama dalam jangka pendek yakni untuk memulai karir atau mendapatkan pekerjaan.

Kualitas

Di antara sekian banyak isu tentang pendidikan jarak jauh, barangkali isu kualitas inilah yang paling cepat terpersepsi oleh sebagian besar masyarakat. Mereka tak dapat disalahkan karena hampir di semua negara, pendidikan jarak jauh dianggap pendidikan kelas dua oleh guru, orang tua, administrator, dan oleh siswa pendidikan konvensional dan bahkan oleh sebagian siswa pendidikan jarak jauh itu sendiri. Mukhopadhjay (1988) menyatakan bahwa salah satu sebab munculnya kesan seperti itu justru bersumber pada perumusan misi atau tujuan pendidikan jarak jauh itu sendiri. Kelemahan utama dari misi atau tujuan tersebut membentuk persepsi bahwa pendidikan jarak jauh secara esensial merupakan pilihan yang kedua atau merupakan alternatif bagi mereka yang tak tertampung di lembaga pendidikan konvensional. Kelemahan yang lain adalah kebelummampuan praktisi pendidikan jarak jauh merumuskan konsep baru yang mengarah pada program-program pengembangan keahlian atau ketrampilan di berbagai bidang.

Disamping itu, kekurangpercayaan masyarakat terhadap pendidikan jarak jauh mungkin didasari oleh kecurigaan bahwa peran guru (baca: manusia) di kelas dalam pengajaran jauh lebih efektif dibanding teknologi. Pernyataan ini dari sudut pandang tertentu dapat dibenarkan walau harus didasarkan pada asumsi-asumsi yang cukup banyak, salah satu asumsi misalnya: jumlah peserta didik dalam satu ruang kelas tidak lebih dari 30 orang. Dalam praktek, asumsi seperti itu tidak mudah untuk dipenuhi karena menyangkut daya tampung ruang, ketersediaan pengajar yang terbatas, jumlah peminat yang berlebih, dan sebagainya. Dengan demikian, di pendidikan konvensional pun aspek kuantitas dan kualitas seringkali merupakan dilema.

Lulusan

Benarkah kualitas lulusan institusi pendidikan jarak jauh lebih rendah dibanding pendidikan konvensional. Keraguan akan kualitas lulusan pendidikan jarak jauh masih tetap muncul karena penambahan kuantitas hampir selalu diasosiasikan dengan penurunan kualitas (Suparman, 1989). Keraguan ini seharusnya bisa ditepis atau paling tidak bisa dikurangi apabila masyarakat lebih membuka diri terhadap beberapa fakta dan hasil penelitian. Child (1969) menyatakan bahwa prestasi siswa pendidikan jarak jauh sama dengan siswa-siswa pendidikan konvensional. Dalam berbagai eksprimen penggunaan media instruksional, Scramm (1977) menyatakan bahwa prestasi siswa yang belajar melalui filem temyata tidak berbeda secara signifikan jika dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan guru. Di Indonesia, penelitian Sunarwan (1982) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan prestasi belajar yang signifikan antara siswa yang terlibat dalam pengajaran yang menggunakan modul dan pengajaran klasikal. Di Australia, prestasi mahasiswa pendidikan jarak jauh ternyata justru lebih baik dibanding universitas konvensional Selim (1989), dalam Suparman (1989). Bahaguna (1988) dalam studinya juga melaporkan bahwa prestasi pendidikan jarak jauh sama atau lebih baik daripada pendidikan konvensional.

Walaupun beberapa hasil penelitian tersebut cukup menggembirakan, institusi pendidikan jarak jauh memang masih harus berjuang keras untuk mematahkan mitos sebagai pendidikan kelas dua. Merubah citra memang bukan pekerjaan mudah dan memerlukan waktu karena aspek-aspek yang dapat dikembangkan dan diperbaiki kualitasnya sangat banyak dan kompleks. Perbaikan dapat dimulai dari peningkatan kualitas sumber daya manusia (staf akademis dan administratif), bahan ajar, metode instruksional, dan soal ujian yang menyangkut validitas, reabilitas, dan sebagainya.

Staf Akademis

Bentuk pengembangan sumberdaya manusia, terutama tenaga akademis, dalam institusi pendidikan jarak jauh sering menjadi hal yang dilematis. Hal ini karena peran yang diembannya bersifat "tanggung". Artinya, karakteristik pekerjaannya tidak mumi akademis dan di sisi lain tidak murni administratif. Seorang tenaga pengajar di lembaga konvensional menghabiskan sebagian besar waktunya untuk memberikan kuliah, membimbing mahasiswa, dan melakukan penelitian. Di institusi pendidikan jarak jauh, jenis pekerjaan yang dominan antara lain adalah berurusan dengan monitoring dan produksi bahan ajar. Tamat (1992) menyebutkan beberapa tugas staf di fakultas Universitas Terbuka antara lain adalah: menghubungi penulis modul, mengedit bahasa (bukan isi) modul, menghubungi penulis soal ujian, membuat kisi-kisi soal, merakit soal, menentukan calon peserta ujian komprensif tertulis, dan menyiapkan serta menyiapkan bahan judicium.

Adanya perbedaan karakter pekerjaan tersebut sempat memunculkan istilah universitas sumber dan universitas pengelola. Istilah yang pertama mengacu pada universitas konvensional dimana staf akademiknya identik dengan sumber ilmu itu sendiri sedangkan istilah kedua mengacu pada universitas terbuka dimana para stafnya lebih banyak terlibat dalam mengelola sumber ilmu. Mereka lebih banyak berkomunikasi dengan dosen-dosen di universitas konvensional dalam proses mentransformasi ilmu para dosen tersebut ke dalam bahan ajar cetak (modul) atau bahan ajar non cetak (audio-video). Mereka pada umumnya bekerja fulltime dan dalam proses produksi bahan ajar mereka banyak berkomunikasi dengan pengetik, ilustrator, typesetter, dan sebagainya.

Apakah dengan karakter pekerjaan yang demikian itu kualitas akademis mereka menurun? Penelitian mengenai hal ini di Indonesia masih belum ada. Meskipun demikian, secara spekulatif dapat dikatakan bila sebagian besar waktu tenaga akademis terserap ke dalam aktivitas-aktivitas yang bersifat administratif maka bukannya tidak mungkin mereka mengalami pendangkalan. Sementara rekan-rekan mereka di universitas konvensional mendalami dan mengupdate pengetahuan atau disiplin ilmu masing-masing dari waktu ke waktu, mereka sendiri justru mengembangkan kemampuan manajerialnya di seputar teknologi pendidikan.

Salah satu alternatif untuk mengatasi masalah potensial tersebut adalah seperti yang dikatakanWallandow (1991), yakni menjadikan Univeritas Terbuka sebagai universitas pengelola yang memiliki sumber. Dengan demikian, pengembangan staf yang mengarah pada penguasaan teknologi intruksional dan penguasaan disiplin ilmu atau materi bahan ajar berjalan seiring. Pendalaman displin ilmu tersebut dapat ditempuh dengan memberikan kesempatan pada tenaga akademis mendapatkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi seperti S2 atau S3.

Ujian

Mutu ujian pada dasarnya merupakan salah satu kontributor kritikal dalam membentuk citra pendidikan jarak jauh. Mungkin karena penyelenggaraan ujian di banyak insititusi pendidikan jarak jauh bersifat massal dan bentuk soal ujiannya bersifat obyektif (pilihan berganda) maka ada kesan bahwa mutu ujian tersebut rendah. Kesan seperti itu sebenamya menyesatkan karena menurut Suparman (1989) sebenarnya tidak ada bukti bahwa penggunaan tes pilihan berganda tersebut tidak baik untuk menggantikan tes essay dalam mengukur kemampuan orang dalam bidang kognitif atau berpikir, kecuali jika dipakai untuk mengukur ketrampilan mengarang seperti dalam pelajaran bahasa, menyusun laporan, dan sebagainya. Zainul dan Nasution (1992) juga menyebutkan bahwa dalam beberapa hal tes pilihan berganda justru mempunyai keunggulan. Keunggulan tersebut antara lain adalah penskoran hasil pekerjaan peserta tes dapat dikerjakan secara obyektif dan butir soal dapat dikonstruksi dan digunakan untuk mengukur segala tingkat tujuan instruksional mulai dari yang paling sederhana sampai ke yang paling kompleks. Mereka juga menegaskan bahwa kelemahan pengukuran-pengukuran hasil belajar pada umumnya bukan pada bentuk dan tipe soal, tetapi justru terletak pada kemampuan dosen untuk mengkonstruksi butir soal dengan baik.

Dari segi penyelenggaraan ujian, mengurangi citra negatif pendidikan jarak jauh yang sudah terlanjur terbentuk yang diakibatkan oleh sistem ujian yang bersifat massal dan bentuk soal pilihan berganda tersebut sebenarnya bisa dilakukan dengan memperbanyak frekuensi ujian itu sendiri. Jika di pendidikan konvensional biasanya dilakukan 2 kali dalam satu semester yang dikenal degan ujian tengah semester dan ujian akhir semester, maka institusi pendidikan jarak jauh dapat melakukannya minimal 2 kali. Dengan demikian kesan bahwa kontrol terhadap kemajuan belajar siswa dan kriteria kelulusan tidak selemah dan semudah yang dianggap orang. Konsekuensi kebijakan seperti ini memang mempunyai konsekuensi ganda. Di satu pihak, mahasiswa akan terpacu untuk belajar sedangkan di lain pihak, dari segi insitusi itu sendiri, akan meningkatkan pengeluaran dalam bentuk biaya, waktu, dan tenaga untuk membuat soal dan memeriksa jawaban ujian. Namun, barangkali itulah harga yang harus dibayar untuk meningkatkan kualitas.

Belajar Melalui Komputer

Miarso (1989) mengatakan bahwa ketergantungan manusia pada teknologi akan semakin meningkat dan perkembangan teknologi komunikasi akan mempunyai arti yang sangat penting bagi sistem pendidikan jarak jauh. Meningkatnya kecepatan dan daya muat mengumpulkan, menyimpan, memanipulasikan, dan menyajikan informasi memberikan dampak tak terkecuali pada pendidikan jarak jauh. Komputer, dalam dunia pendidikan yang pada mulanya dimanfaatkan untuk kepentingan administratif akhimya dimanfaatkan juga untuk kepentingan pedagogis atau instruksional atau lebih dikenal dengan nama Computer Asisted Learning (CAL), Computer Based Learning (CBL), atau ComputerAssited Instruction (CAI).

CAI

Penggunaan komputer dalam pendidikan jarak jauh untuk kepentingan instruksional dapat dibedakan menjadi dua pengertian. Pengertian pertama adalah untuk keperluan desain, pengembangan, produksi, dan penyimpanan bahan instruksional sedangkan yang kedua adalah untuk keperluan penyampaian materi ajaran kepada peserta didik (Kaufman, 1984). Istilah CAI sebenamya merujuk pada pengertian yang kedua. Sanders (1983) mendefinisikan CAI sebagai istilah umum yang mengacu pada suatu situasi belajar dimana para siswa berinteraksi secara terbimbing oleh komputer dalam mempelajari bahan ajar tertentu untuk mencapai tujuan instruksional yang telah ditetapkan.

Dalam CAI, komunikasi antara siswa dengan komputer paling tidak meliputi tahap-tahap sebagai berikut: (1) komputer menyajikan materi pelajaran, (2) siswa mempelajari materi tersebut (3) komputer mengajukan pertanyaan, (4) siswa memberikan respon, (5) komputer memeriksa respon tersebut, bila dinilai benar, komputer menyajikan materi berikutnya, tetapi jika di nilai salah, komputer memberikan jawaban yang benar dan penjelasan. Pada tingkat yang lebih lanjut, tahap nomer 2 dapat diperkaya dengan bentuk-bentuk interaksi yang lebih variatif; misalnya: siswa yang mengajukan pertanyaan dan komputer yang menjawab, siswa meminta komputer untuk menggerakkan obyek-obyek yang tampak dalam layar atau sebaliknya komputer yang meminta pada siswa untuk menggerakkan obyek-obyek tersebut. Dengan demikian, karakter pengajaran yang interaktif, simulatif, dialogis, pedagogis, dan sebagainya dapat dirasakan oleh siswa. Menurut Niman (1985), dengan teknologi yang sudah ada, CAI mampu mendiagnosa kesulitan belajar seseorang dan berperan sebagai pembimbing, penguji, dan penyimpan file kemampuan seseorang.

Pro dan Kontra

Walaupun potensi CAI ini sangat besar, penggunaannya dalam dunia pendidikan masih kontroversial. Bagi yang keberatan, beberapa alasan yang dikemukakan antara lain menyangkut (1 ) aspek teknis dan biaya pengembangan, (2) masalah operasional seperti kesulitan akses ke terminal, tidak lancarnya program sehingga menimbulkan perasaan frustasi, takut, dan malu bagi user pemula (Jones and O'Shea, 1982); dan (3) masalah kelayakan, apakah cukup realistis bila dikaitkan dengan kondisi sosial ekonomi siswa.

Hambatan dalam aspek teknis pengembangan CAI, seperti yang dikatakan oleh Rivai (1993), adalah langkanya orang yang memiliki keahlian ganda. Ia mengatakan bahwa dalam pembuatan CAI diperlukan seorang pakar yang ahli dalam materi atau pokok bahasan dan sekaligus memahami benar seluk beluk pengajaran yang terencana serta mampu memogramnya dengan menggunakan salah satu bahasa komputer yang tersedia.

Kesulitan untuk mendapatkan seseorang yang mempunyai keahlian ganda tersebut sebenarnya bisa diatasi dengan jalan membentuk tim yang terdiri dari ahli materi, ahli strategi instruksional, dan programer. Dalam mengembangkan CAI, ada beberapa elemen seperti blueprint atau garis-garis besar pokok pelajaran dan materi ajarnya sendiri. Kedua elemen tersebut merupakan tanggung jawab ahli materi. Peran ahli strategi instruksional adalah mentransformasikan materi ajar tersebut ke dalam bentuk skenario penyajian bahan ajar dengan mengindahkan kaidah-kaidah pengajaran yang efektif. Skenario tersebut kemudian diterjemahkan oleh programer ke dalam bentuk software CAI yang akhirnya digunakan oleh siswa.

Persepsi para pendidik yang ada di lembaga pendidikan konvensional barangkali agak berbeda dengan yang ada di lembaga pendidikan jarak jauh. Niman (1985) mengingatkan bahwa CAI harus dianggap sebagai 'alat bantu' dalam pengajaran 'bukan pengganti guru'. Sedangkan Barker dan Taylor (1990) mengatakan bahwa dari sudut pandang pedagogis CAI justru sangat prospektif karena sangat fleksibel dan bersifat obyektif terhadap siswa. Komputer tak akan marah, sabar, dan dalam mengajar atau menilai bebas dari bias jenis kelamin, ras, dan sebagainya. Jika para pendidik di lembaga pendidikan jarak jauh banyak yang menaruh harapan pada CAI mungkin karena CAI bukan dianggap sebagai sekedar alat bantu, tapi justru guru yang baik. Bukankah guru yang baik adalah guru yang mampu mendiagnosa kesulitan belajar siswa, sabar dalam membimbing, dan belajar dari kesalahan atau tidak mengulang kesalahan yang sama. Secara teoritis, CAI sendiri dapat diprogram menjadi CAI yang self-learned. Karena potensinya yang pengembangan intelegensi CAI yang besar dan daya jangkaunya yang luas, CAI mungkin dapat merupakan guru andalan dalam sistem pendidikan jarak jauh di masa mendatang.

 

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | MusrinSalila Template | Galeri Tinangkung
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2012. Galeri Tinangkung - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by MusrinSalila Template