Headlines News :
Home » » Plastik dari Bulu Ayam

Plastik dari Bulu Ayam

Written By Musrin Salila on Selasa, 27 April 2010 | 08.53

PLASTICIZER ( Turunan Sawit )
Plasticizer adalah senyawa adiktif yang ditambahkan kepada polimer untuk menambah fleksibilitas dan workability-nya. Plasticizer diaplikasikan terutama pada vinil resin seperti Polovinil Klorid (PVC). Di antara 300 jenis plasticizer yang telah dikembangkan adalah DOP( Dioctyl Phthalate ) yang paling banyak digunakan. Konsumsi DOP pada industri PVC mencapai 50 - 70 % dari toal produksi plasticizer.Namun demikian, pemakaian DOP sebagai plasticizer PVC, terutama yang diaplikasina pada food-drug packaging atau mainan anak - anak mulai dipermasalahkan. Ini dikarenakan adanya migrasi senyawa aromatic tersebut dari PVC dalam jumlah yang besar dan dapat menyebabkan timbulnya sel kanker. Bahan plasticizer pengganti DOP dari turunan minyak sawit yang ramah linkungan.


Proses Pembuatan

Proses pembuatan plasticizer dilakukan dengan proses Esterifikasi Fisher pada kondisi tertentu dengan menggunakan bahan baku antara lain :komponen minyak sawit, katalisdan senyawa alkohol.Hasil Yang Diperoleh Kemudian dicuci dan dipisahkan antara produk dan sisa asam dan katalis yang terbentuk selama proses hingga pH normal.

 

Plastik dari Bulu Ayam

AMES - Limbah yang dihasilkan oleh peternakan ayam potong berupa bulu-bulu biasanya di bakar. Soalnya, tak ada nilai tambah yang diperoleh dari bulu-bulu tersebut. Kalaupun ada, paling digunakan sebagai bahan baku industri kerajinan dan pabrik pembuatan shuttlecock atau bola bulu tangkis. Namun, kini para peneliti Amerika memanfaatkannya. Mereka mengubah bulu-bulu itu menjadi plastik yang ramah lingkungan.

Para peneliti dari Iowa State University di Ames, Iowa, Amerika, berencana membuat berbagai produk dari plastik bulu ayam mereka, mulai dari tee golf hingga pot bunga yang dapat langsung ditanam di tanah.

Menurut Perminus Mungara, peneliti dari bagian ilmu makanan dan nutrisi manusia yang memimpin riset ini, "Kami mengubah limbah menjadi sesuatu yang bernilai." Plastik yang dapat hancur secara alamiah itu tak hanya menolong lingkungan hidup, tapi juga membantu peternak, pekebun, dan bisa juga para konsumen.

Biasanya, bulu-bulu yang dibakar menjadi pupuk untuk tanaman yang menjadi sumber pakan bagi ternak lainnya. Namun, ancaman penyebaran penyakit dari spesies satu ke lainnya membuat proses ini tidak populer bagi para peternak.

Mungara bersama koleganya, profesor Jay-lin Jane, telah lebih dari tiga tahun mengekplorasi cara menghancurkan limbah bulu ayam yang ramah bagi lingkungan. Mereka dibantu oleh perusahaan Sara Lee Corporation.

Perusahaan itu mengirimkan para peneliti ke bagian pemrosesan kantong plastik perusahaan tersebut di Strom Lake dan Minnesota. Di sinilah bulu-bulu ayam dibersihkan dan kemudian dijadikan tepung. Proses selanjutnya, tepung bulu ayam tadi dicampur dengan cairan plasticizer--bahan yang membuat campuran menjadi lentur dan lunak. Campuran itu lalu dipanaskan dengan suhu 100 derajat Celsius dan dibentuk dengan cetakan menjadi beragam produk.

"Plastik bulu ayam ini memiliki kekuatan yang sama dengan plastik sintetis yang biasa dijadikan botol dan piring," kata Mungara. Bedanya, plastik ini untuk waktu tertentu di dalam tanah dapat terurai hancur dengan sendirinya.

Salah satu sektor yang menjanjikan pemanfaatan plastik bulu ayam ini adalah industri pertanian untuk menggantikan penggunaan kantong film. Biasanya, kantong film hitam dipakai sebagai wadah pembibitan tanaman. Karena bahan bakunya berbasis petrokimia, kantong film yang berwarna hitam ini baru dapat terurai di tanah dalam waktu 500 tahun.

Adapun plastik ramah lingkungan, biasanya hanya membutuhkan waktu berminggu-minggu sampai berbulan-bulan untuk terurai dengan air dan panas matahari.

Para peneliti ini juga memakai bahan baku lain selain bulu ayam, yakni kacang kedelai yang melimpah di Iowa. Menurut Jane, plastik dari kedelai juga bermanfaat bagi petani wortel. Berdasarkan uji coba mereka, petani yang bibitnya menggunakan kantong plastik kedelai menghasilkan wortel yang ukurannya dua kali lipat lebih besar.

Saat ini, plastik ramah lingkungan sudah banyak dipakai, kebanyakan menggunakan bahan baku dari tepung kentang dan jagung. Misalnya Earthshell, perusahaan plastik di Santa Barbara, California, menyediakan kemasan plastik biodegradable untuk perusahaan makanan cepat saji McDonald. Earthshell membuat plastiknya dari campuran kapur dan tepung kentang yang mereka patenkan.

Pemain lain adalah Cargill Dow LLC di Minneapolis, Novamont SpA di Novara, Italia, dan BASF Group di Jerman. Ketiganya memakai tepung jagung sebagai bahan baku plastiknya. Perusahaan-perusahaan ini telah memasarkan produknya secara global yang kini diperkirakan bernilai US$ 25 miliar per tahun.

Ajang uji coba untuk plastik ramah lingkungan adalah Olimpiade Sydney 2000 di Australia. Ini dimungkinkan berkat tekanan dari kelompok pencinta lingkungan sehingga perusahaan katering hanya boleh menggunakan kemasan plastik biodegradable dan kemasan yang dapat didaur ulang. Dampak dari kebijakan itu, lebih dari tiga per empat dari sampah harian yang diproduksi sebanyak 660 ton tak perlu di buang ke tempat pembuangan sampah akhir karena dapat dihancurkan segera. dody hidayat

sumber: wired, msnbc, ap, betterworld, agricultural research service.

Cara Membuat Serat Bulu Ayam

Apa yang ada pada bulu ayam yang dapat diubah menjadi plastik? Jawabnya adalah serat. Walter Schmidt, peneliti dari Agricultural Research Service Beltsville, Maryland, Amerika, bersama koleganya, George Gassner, Mike Line, Rolland Waters, dan Clayton Thomas, pada Februari 1998 sudah mendapatkan hak paten untuk temuannya proses ekstraksi serat dari bulu-bulu ayam. Temuannya itu dapat menjadikan serat bulu ayam sebagai pengganti serat kayu, serat kaca, dan plastik tentunya.

Proses membuat serat bulu ayam.

  1. Bulu-bulu: Dari unggas apa saja, seperti ayam, burung, bebek, dan angsa, dapat dimanfaatkan untuk dijadikan serat.
  2. Sanitasi dan pelunakan: Bulu-bulu tersebut dibersihkan dan dihilangkan cabang-cabang bulunya sehingga yang tersisa hanya batang yang disebut rachis yang kaya keratin.
  3. Keratin: Merupakan serat protein hewan. Keratin lebih kuat ketimbang serat selulosa tanaman dan memiliki kekuatan yang sama dengan nilon dan serat sintetis lainnya.
  4. Serat: Biaya untuk memproduksinya lebih rendah ketimbang plastik sintetis dan serat kaca. Selain itu, kelebihan lainnya, serat bulu ayam lebih menyerap daripada serat kayu.



Penggunaan: Serat bulu ayam telah menjalani uji produk untuk produksi secara komersial, misalnya produk popok bayi, penyaring, dan penyekat rumah maupun di mobil. Dengan dicampur plastik, serat bulu ayam dapat diubah menjadi penyekat, dashboard mobil, panel pintu, tekstil, dan pakaian.

 

[Blog Action Day]: Kantong Plastik

Filed under: environment — mina @ 11:58 pm

plastik1.jpgKalau pas berbelanja di sebuah toko, saya paling senang apabila mendapat kantong belanjaan, yang biasanya terbuat dari kertas atau plastik -paling sering sih plastik- dengan nama toko itu tertulis jelas. Banyak keuntungannya, mulai dari: Kalau ditanya orang, wah kuenya enak, beli dimana? bisa pesen gak ya? Saya tinggal membongkar tempat penyimpanan plastik, dan menyebutkan dengan fasih nama, alamat, dan sekaligus nomor telpon toko penjual kue tersebut. Sangat bermanfaat karena saya sangat pelupa. Kantong plastik juga bisa buat membawa kertas-kertas saya yang seabrek-abrek ke kantor. Keren pula, ada nama tokonya. Oh, begitu duniawi. Nenek saya suka memberikan kantong plastik bekas ke penjual sayur di pasar, katanya biar gak susah beli. Kantong plastik yang sudah agak jelek bisa punya fungsi ganda jadi tempat sampah.

Kantong plastik belanjaan biasanya terbuat dari polietilen, dan kita tahu polietilen terbuat dari minyak mentah, gas alam atau hidrokarbon lain, yang merupakan sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui. Bahan bakar dari fossil ini juga diperlukan untuk menyuplai energi saat produksi. Kabarnya, produksi kantong plastik menggunakan 8% produksi minyak dunia. Namun, biaya produksinya yang murah dan kemampuan dahsyatnya untuk tidak memakan tempat membuat kantong plastik menjadi populer di Indonesia.

Sebenarnya, dengan kemampuannya tidak memakan tempat, dalam model pembuangan sampah landfill, semestinya sampah kantong plastik juga tidak akan banyak memakan tempat. Tetapi tunggu dulu, apakah kantong plastik akan pernah sampai ke tempat pembuangan akhir (TPA)? Tidak, sebagian akan terapung-apung di selokan atau di sungai, di sudut-sudut jalan, bahkan nyangkut di atap rumah nenek saya (karena ada layangan seseorang yang dibuat dari kantong plastik bekas nyangkut di sana). Setiap tahun, orang Amerika membuang 100 milyar kantong plastik bekas, dan hanya 0,6 persennya yang sampai ke tahap recycling. Bagaimana dengan Indonesia? Tentu lebih banyak, karena, kalau Trish bilang, orang Indonesia itu menderita “plastic-bag mania”. Dan jangan harap akan di-recycle. Kalaupun sampai ke TPA, paling-paling kantong plastik ini akan menjadi polusi visual, dan yang akan peduli dengan nasib kantong-kantong plastik itu hanya para pemulung yang berharap menemukan barang yang bisa dijual, tikus, anjing dan kucing jalanan, serta segala mikroba di TPA.

plastic2.jpgDalam kondisi normal, kantong plastik ini butuh waktu sangat lama untuk hancur, beratus-ratus tahun loh kalo dibiarkan di TPA tanpa diapa-apakan. Bayangkan, kalau kita ke pasar tradisional saja setiap hari, dan anggap kita hanya membeli dari 3 pedagang, pedagang ikan, pedagang sayur, dan pedagang buah, yang masing-masing memberikan hanya satu kantong plastik, kita akan membuang plastik bekas sebanyak 3 buah sehari ke lingkungan. Belum ditambah dengan kantong plastik yang kita jadikan lapisan dalam tempat sampah. Belum kantong plastik yang disumbang oleh penghuni rumah lain. Setiap rumah tangga dalam sehari akan menyumbangkan kurang-lebih 5-7 kantong plastik terkontaminasi dalam sehari. Bayangkan kalau yang membuang 1 kecamatan, satu kota, satu negara. Kalikan 30 hari. Kalikan 12 bulan. Semakin lama semakin banyak, sedangkan penghancurannya di TPA bisa dibilang stagnan, membuat timbunan sampah semakin tinggi.

Itu kalau kita rajin mengumpulkan sampah dan tukang sampah rajin mengumpulkannya ke TPA. Bagaimana kalau kantong sampah itu bernasib lain seperti yang telah saya sebut di atas? Selain tidak enak dilihat, bisa membuat selokan buntu sehingga berpotensi banjir di musim hujan, jadi sarang nyamuk, membuat sungai mampet dan berbau, serta membunuh hewan air. Ada penelitian yang mengatakan bahwa kantong plastik dan sampah plastik lainnya mampu membunuh sampai 1 juta burung laut dan 100.000 ikan paus, anjing laut, dan penyu setiap tahunnya.

Kalau begitu apa yang harus dilakukan? Mari kita mencontoh negara lain yang telah mengalami kesulitan dengan sampah dari kantong plastik.

  • Di Bangladesh, kantong plastik dilarang karena pembuangan kantong plastik yang semena-mena terhadap lingkungan telah membuat buntu selokan, sampai banjir. Di Perancis, ban terhadap kantong plastik akan dilakukan mulai tahun 2010. Taiwan, Zanzibar, dan beberapa daerah di Alaska juga melarang penggunaan kantong plastik.
  • Di Irlandia, setiap kantong plastik akan dikenakan denda 15 sen, sehingga menurunkan penggunaan kantong plastik.
  • Pemerintah Afrika Selatan mewajibkan produksi kantong plastik yang lebih tebal (minimal 30 mikron) dan lebih tahan lama, yang mudah di-recycle, serta tentu lebih mahal, sehingga penggunaan kantong plastik menjadi menurun. Karena kantong plastiknya tahan lama dan tidak cepat rusak, makan kantong-kantong ini bisa digunakan berulang kali. Kalaupun dibuang, bisa di-recycle.
  • Pemerintah Australia mengkampanyekan “Say NO to plastic bags“, yang mendorong pembeli dan penjual untuk menggunakan kantong alternatif dan meningkatkan recycle kantong plastik.
  • Chain supermarket, seperti Carrefour, memberikan diskon apabila membawa kantong plastik sendiri, atau apabila pembeli meminta kantong plastik, mereka harus membeli. Yang terakhir ini diberlakukan di Makro di kota saya. Sempat jadi misuh-misuh para ibu, dibilang supermarket yang pelit. Entah mereka memang pelit atau mereka memang punya tujuan lebih mulia.
  • Pemerintah Taiwan mewajibkan restoran dan supermarket untuk menagih biaya tambahan apabila pembeli membeli kantong plastik dan barang dari plastik. Penggunaan barang dari plastik menurun dengan cepat.
  • Pemerintah kota Sydney mengadakan kampanye selama 2 bulan untuk mendorong masyarakat menukarkan 20 kantong plastik dengan 1 tas dari calico, dengan harapan mereka akan menolak apabila suatu hari diberi kantong plastik, dan menggunakan tas calico atau tas lainnya yang bisa di-recycle.
  • Produksi kantong plastik yang biodegradable, sehingga bisa di-recycle, menurunkan jumlah bahan alam non-renewable yang diperlukan untuk memproduksi kantong plastik. Kriteria biodegradable ada 3, yaitu: kantong plastik harus habis tanpa meninggalkan jejak, penghancurannya harus terjadi dalam 3-6 bulan, dan tidak boleh menyisakan residu yang toksik. Di Austria dan Swedia, McD sudah menggunakan kantong plastik yang biodegradable.
  • Penggunaan kantong belanjaan dari kertas atau kain yang bisa digunakan kembali, seperti yang sering kita lihat di film-film.

Terus, itu kan usaha orang lain untuk skala lebih besar. Bagaimana dengan diri kita sendiri? Saya tidak tahu apakah kantong plastik yang biodegradable tersedia di sini. Tetapi paling tidak kita bisa melakukan hal berikut:

  • Tidak perlu meminta kantong plastik kalau belanjaan sedikit. Tirulah Trish yang membawa backpack kalau mau belanja.
  • Simpan kantong plastik yang masih bisa dipakai, untuk dipakai ulang kalau diperlukan. Kurangi membuang kantong plastik ke lingkungan. Wah, gak kepikir nenek saya sudah melakukannya sejak dulu.
  • Apabila menggunakan kantong plastik sebagai kantong sampah, tunggu sampai penuh dulu baru menyerahkannya pada tukang sampah.
  • Ajak orang lain untuk melakukan hal serupa.

Semoga dunia kita akan menjadi dunia yang lebih bersih, sehat, dan berumur panjang.

Tulisan ini dibuat untuk Blog Action Day. Tadinya saya lupa, sampai saya membuka Thunderbird dan membaca RSS feed dari blognya anto dan zam. Yah, mudahan masih bisa dihitung posting tanggal 15 Oktober

Pengembangan Bahan Plastik Biodegradabel Berbahanbaku Pati Tropis

Hardaning Pranamuda
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jl. M. H. Thamrin no. 8, Jakarta 10340

Abstrak :

Sampah plastik menjadi masalah lingkungan berskala gobal karena plastik tidak dapat terombak dalam lingkungan. Pengembangan bahan plastik biodegradabel merupakan salah satu alternatif untuk memecahkan masalah ini. Di beberapa negara maju sudah ada yang diproduksi secara komersial, seperti poli (hidroksi alkanoat) (PHA), poli (e-kaprolakton) (PCL), poli (butilen suksinat) (PBS), dan poli asam laktat (PLA). Pengembangan bahan plastik biodegradabel menggunakan bahan alam terbarui (renewable resources) sangat diharapkan. Poli (asam laktat) (PLA) menjadi kandidat yang menjanjikan, karena PLA dapat diproduksi dari bahan alam terbarui seperti pati-patian dan selulosa melalui ferementasi asam laktat. Selain daripada itu PLA mempunyai sifat yang mirip dengan plastik konvensional. Indonesia kaya akan sumberdaya alam pati-patian. Pengembangan biodegradabel plastik yang tengah kami lakukan adalah pemanfaatan pati-patian tropis (sagu dan tapioka) melalui teknik blending pelet plastik dan pati, modifikasi pati dan sintesa kimiawi poli asam. Pengujian plastik biodegradabel dilakukan untuk mengetahui kemampuan lingkungan (tanah) Indonesia untuk merombak plastik biodegradabel.

Pendahuluan

Penduduk dunia yang berjumlah 3 milyar di tahun 1960 meningkat 2 kali lipat menjadi lebih dari 6 milyar hanya dalam kurun waktu 40 tahun. Peningkatan jumlah penduduk ditambah dengan penggunaan sumberdaya alam dan energi secara besar-besaran berakibat terciptanya sampah yang menumpuk dalam jumlah sangat besar. Diantara sampah tersebut, sampah plastik merupakan sampah yang sulit dalam penanganannya sehingga menyebabkan masalah lingkungan berskala global. Plastik banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari, karena mempunyai keunggulan-keunggulan seperti kuat, ringan dan stabil, namun sulit terombak oleh mikroorganisme dalam lingkungan sehingga menyebabkan masalah lingkungan yang sangat serius. Dalam memecahkan masalah sampah plastik dilakukan beberapa pendekatan seperti daur ulang, teknologi pengolahan sampah plastik dan pengembangan bahan plastik baru yang dapat hancur dan terurai dalam lingkungan yang dikenal dengan sebutan plastik biodegradabel. Seiring dengan meningkatnya kesadaran untuk pelestarian lingkungan, kebutuhan bahan plastik biodegradabel mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Gambar 1 memperlihatkan proyeksi kebutuhan plastik biodegradabel hingga tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Japan Biodegradable Plastik Society. Di tahun 1999, produksi plastik biodegradabel hanya sebesar 2500 ton, yang merupakan 1/ 10.000 dari total produksi bahan plastik sintetis. Pada tahun 2010, diproyeksikan produksi plastik biodegradabel akan mencapai 1.200.000 ton atau menjadi 1/ 10 dari total produksi bahan plastik. Industri plastik biodegradabel akan berkembang menjadi industri besar di masa yang akan datang.

 

Plastik biodegradabel dan metode pengujiannya

(1) Plastik biodegradabel

Plastik biodegradabel adalah plastik yang dapat digunakan layaknya seperti plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan. Karena sifatnya yang dapat kembali ke alam, plastik biodegradabel merupakan bahan plastik yang ramah terhadap lingkungan. Di Jepang telah disepakati penggunaan nama plastik hijau (GURIINPURA) untuk plastik biodegradabel.

HardaningImage1.gif (6425 bytes)

Gambar 1 Proyeksi produksi plastik biodegradabel (Sumber laporan BPS, 1999)

Berdasarkan bahan baku yang dipakai, plastik biodegradabel dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok dengan bahan baku petrokimia dan kelompok dengan bahan baku produk tanaman seperti pati dan selulosa. Yang pertama adalah penggunaan sumberdaya alam yang tidak terbarui (non-renewable resources), sedangkan yang kedua adalah sumber daya alam terbarui (renewable resources). Saat ini polimer plastik biodegradabel yang telah diproduksi adalah kebanyakan dari polimer jenis poliester alifatik. Gambar 2 menunjukkan representatif dari polimer plastik biodegradabel yang sudah diproduksi skala industri.

  1. Poli (e-kaprolakton) (PCL) : PCL adalah polimer hasil sintesa kimia menggunakan bahan baku minyak bumi. PCL mempunyai sifat biodegradabilitas yang tinggi, dapat dihidrolisa oleh enzim lipase dan esterase yang tersebar luas pada tanaman, hewan dan mikroorganisme. Namun titik lelehnya yang rendah, Tm =60oC, menyebabkan bidang aplikasi PCL menjadi terbatas.
  2. Poli (ß-hidroksi butirat) (PHB) : PHB adalah poliester yang diproduksi sebagai cadangan makanan oleh mikroorganisme seperti Alcaligenes (Ralstonia) eutrophus, Bacillus megaterium dsb. PHB mempunyai titik leleh yang tinggi (Tm = 180o C), tetapi karena kristalinitasnya yang tinggi menyebabkan sifat mekanik dari PHB kurang baik. Kopolimer poli (b-hidroksi butirat-ko-valerat) (PHB/ V) merupakan kopolimer hasil usaha perbaikan sifat kristalinitas dari PHB. Dalam majalah Scientific America edisi August 2000, Tillman U Gerngros melakukan kajian tentang tingkat keramahan plastik biodegradabel terhadap lingkungan. Dia menyatakan bahwa untuk memproduksi PHB dibutuhkan total energi yang jauh lebih besar dibanding dengan energi yang dibutuhkan untuk memproduksi plastik konvensional seperti polietilen dan polietilen tereftalat. Kenyataannya memang beberapa perusahaan yang memproduksi PHB menghentikan kegiatan produksinya, disebabkan karena mahalnya biaya produksi yang dibutuhkan.
  3. Poli (butilena suksinat) (PBS): PBS mempunyai titik leleh yang setara dengan plastik konvensional polietilen, yaitu Tm =113o C. Kemampuan enzim lipase dalam menghidrolisa PBS relatif lebih rendah dibandingkan dengan kemampuannya menghidrolisa PCL. Untuk meningkatkan sifat biodegradabilitas PBS, dilakukan kopolimerisasi membentuk poli (butilen suksinat-ko-adipat) (PBS/A). PBS dan PBS/ A memiliki sifat ketahanan hidrolisa kimiawi yang rendah, sehingga tidak dapat diaplikasikan untuk bidang aplikasi lingkungan lembab. Kopolimerisasi PBS dengan poli karbonat menghasilkan produk poliester karbonat yang memiliki sifat biodegradabilitas, ketahanan hidrolisa kimiawi dan titik leleh yang tinggi.
  4. Poli asam laktat (PLA) : PLA merupakan poliester yang dapat diproduksi menggunakan bahan baku sumberdaya alam terbarui seperti pati dan selulosa melaui fermentasi asam laktat. Polimerisasi secara kimiawi untuk menghasilkan PLA dari asam laktat dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara langsung dari asam laktat dan secara tidak langsung melalui pembentukan laktida (dimer asam laktat) terlebih dahulu, dan diikuti dengan polimerisasi menjadi PLA. PLA mempunyai titik leleh yang tinggi sekitar 175o C, dan dapat dibuat menjadi lembaran film yang transparans. Perusahaan-perusahaan besar dunia mulai bergerak untuk memproduksi PLA, seperti Cargill-Dow Chemicals Co. yang akan memproduksi PLA dengan skala 140.000 ton/ tahun dengan memanfaatkan pati jagung. Sedangkan di Jepang, perusahaan Shimadzu Co. dan Mitsui Chemicals Co. juga memiliki plant produksi PLA. Perusahaan Toyota kabarnya juga akan mendirikan plant industri PLA di Indonesia dengan memanfaatkan pati ubi jalar. Tampaknya PLA akan menjadi primadona plastik biodegradabel di masa datang.

HardaningImage2.gif (5179 bytes)

Gambar 2 Plastik biodegradabel dari golongan poliester alifatik

(2) Sifat biodegradabilitas

Pengujian sifat biodegradabilitas bahan plastik dapat dilakukan menggunakan enzim,mikroorganisme dan uji penguburan. Lembaga standarisasi internasional (ISO) telah mengeluarkan metode standar pengujian sifat biodegradabilitas bahan plastik sebagai berikut :

  1. ISO 14851 : Penentuan biodegradabilitas aerobik final dari bahan plastik dalam media cair - Metode pengukuran kebutuhan oksigen dalam respirometer tertutup
  2. (b) ISO 14852 : Penentuan biodegradabilitas aerobik final dari bahan plastik dalam media cair - Metode analisa karbondioksida yang dihasilkan.
  3. (c) ISO 14855 : Penentuan biodegradabilitas aerobik final dan disintegrasi dari bahan plastik dalam kondisi komposting terkendali - Metode analisa karbondioksida yang dihasilkan.

Pati tropis untuk bahan baku plastik biodegradabel

Indonesia kaya akan sumberdaya alam, diantaranya pati-patian (tapioka dan pati sagu) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan plastik biodegradabel. Pengkajian pemanfaatan sumberdaya pati Indonesia untuk produksi plastik biodegradabel dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu :

(1) Pencampuran (blending) antara polimer plastik dengan pati

Pencampuran dilakukan dengan menggunakan extruder atau dalam mixer berkecepatan tinggi (high speed mixer) yang dilengkapi pemanas untuk melelehkan polimer plastik. Plastik yang digunakan dapat berupa plastik biodegradabel (PCL, PBS, atau PLA) maupun plastik konvensional (polietilen). Sedangkan pati yang digunakan dapat berupa pati mentah berbentuk granular maupun pati yang sudah tergelatinisasi. Sifat mekanik dari plastik biodegradabel yang dihasilkan tergantung dari keadaan penyebaran pati dalam fase plastik, dimana bila pati tersebar merata dalam ukuran mikron dalam fase plastik, maka produk plastik biodegradabel yang didapat akan mempunyai sifat mekanik yang baik. Tabel 1 menunjukkan sifat mekanik plastik biodegradabel dari campuran antara polimer plastik dengan pati tropis (pati sagu dan tapioka). Sifat biodegradabilitas dari plastik biodegradabel berbasiskan pati sangat tergantung dari rasio kandungan patinya. Semakin besar kandungan patinya, maka semakin tinggi tingkat biodegradabilitasnya. Gambar 3 menunjukkan perubahan morfologis dari sampel lempengan setebal 0.5 mm setelah uji penguburan selama 0, 1, 2, 4 dan 6 bulan. Terlihat bahwa semakin tinggi kandungan pati dalam campuran PCL/pati, semakin mudah terdegradasi.

Tabel 1 Sifat mekanik plastik biodegradabel berbasiskan pati tropis

Campuran plastik dengan pati (50/50 %berat)

Kekuatan tarik  (MPa)

Elongasi (%)

PCL / Tapioka

7.9 ± 0.7

277 ± 34

PCL / Sagu

7.9 ± 1.1

317 ± 28

 

 

 

PBS / Tapioka

12.3 ± 0.8

65 ± 14

PBS / Sagu

16.4 ± 5.0

59 ± 9

 

 

 

PLA / Tapioka

16.4 ± 5.0

1 ± 0

PLA / Sagu

24.1 ± 2.8

2 ± 1

 

 

 

Pembanding

 

 

Produk komersial NOVON

10.7 ± 0.4

11 ± 1

Produk komersial MATER BI

7.8 ± 0.6

8 ± 1

 

 

 

Gambar 3.  Hasil penguburan plastik biodegradabel campuran PCL dengan pati tropis

(2) Modifikasi kimiawi pati

Untuk menambahkan sifat plastisitas pada pati, metode grafting sering digunakan. Sifat biodegradabilitas dari produk plastik yang dihasilkan tergantung daripada jenis polimer yang dicangkokkkan pada pati. Jika polimer yang dicangkokkan adalah polimer yang bersifat biodegradabel, maka produk yang dihasilkan juga akan bersifat biodegradabel. Namun demikian, biasanya sifat biodegradabilitas pati akan berkurang atau bahkan hilang sama sekali dengan proses modifikasi kimiawi. Tabel 2 menunjukkkan hasil grafting antara pati sagu dan tapioka dengan poli metil akrilat.

Tabel 2 Grafting antara pati sagu dan tapioka dengan metil akrilat

Pati

PMA / pati (g)

% add-on

% weight of PMA homopolimer

Pati yang ter-graft dengan PMA

% konversi

% weight

M n

Sagu

18.8

46.8

9.6

40.8

4.25 x 105

70.6

Tapioka

16.5

31.7

31.7

13.8

1.10 x 106

50.0

Kondisi reaksi : Pati sebanyak 10 g direaksikan dengan 15 g metil akrilat dengan katalis Ceric ammonium nitrat sebesar 1 x 10 -3 M

(3) Penggunaan pati sebagai bahan baku fermentasi menghasilkan monomer / polimer plastik biodegradabel

Pati dapat dipakai sebagai bahan baku fermentasi untuk menghasilkan asam laktat (monomer dari PLA), 1,4-butanediol (monomer dari PBS) atau poliester mikroba (PHB) atau biopolimer lainnya seperti pullulan.

Biodegradabilitas plastik biodegradabel di lingkungan Indonesia

Sampah plastik menimbulkan masalah lingkungan karena ketidakmampuan lingkungan (dalam hal ini mikroorganisme) dalam merombak dan menguraikan plastik. Informasi mengenai kemampuan lingkungan dalam menerima (merombak, menguraikan untuk kemudian masuk kedalam siklus materi) plastik biodegradabel adalah sangat penting untuk mencegah hal-hal negatif yang mungkin akan timbul akibat meluasnya pemakaian plastik biodegradabel. Selain daripada pengkajian produksi plastik biodegradabel, kami juga melakukan evaluasi mengenai biodegradabilitas plastik biodegradabel di Indonesia. Evaluasi meliputi uji penguburan dan skrining mikroorganisme yang berkemampuan menguraikan plastik biodegradabel. Gambar 4 menunjukkan hasil penguburan plastik biodegradabel yang dilakukan di daerah Serpong. Terlihat bahwa laju degradasi tiap-tiap polimer plastik berbeda satu sama lain. PHB dan PBS terdegradasi relatif lebih cepat, sedangkan laju degradasi PLA terlihat sangat lambat. Degradasi plastik di dalam tanah bukan hanya disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme tetapi juga oleh faktor-faktor fisik dan kimiawi lain seperti kelembaban dan keasaman tanah.

HardaningImage4.gif (33147 bytes)

Gambar 4. Hasil Uji penguburan plastik biodegradabel di daerah Serpong

Skrining mikroorganisme dilakukan untuk mengetahui penyebaran mikroorganisme pengurai plastik dan juga rasio/ perbandingannya terhadap total mikroorganisme. Metode zona terang (clear zone) diaplikasikan untuk mengetahui penyebaran mikroorganisme pengurai polimer plastik. Gambar 5 menunjukkan koloni yang tumbuh pada media agar berisikan kaldu nutrisi (nutrient broth) (Gambar 5 A) dan media agar beremulsikan polimer plastik PCL (Gambar 5 B). Hasil pengamatan menunjukkkan tidak adanya pengaruh negatif terhadap pertumbuhan koloni mikroorganisme yang disebabkan karena keberadaan polimer plastik. Terlihat bahwa jumlah koloni yang tumbuh (visible colony) pada media NB maupun PCL berada dalam kisaran 107 -108. Zona terang yang terbentuk di sekeliling koloni pada media PCL, menunjukkan bahwa koloni tersebut berkemampuan mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan polimer plastik PCL.

HardaningImage5.gif (24222 bytes)

Gambar 5.  Koloni yang tumbuh pada media kaya nutrisi (A) dan media beremulsikan PCL (B)

Gambar 6 menunjukkan hubungan antara jumlah total koloni dengan jumlah zona terang yang terbentuk pada media agar beremulsikan polimer plastik PCL, PHB, PBS dan PLA. Dari gambar terlihat bahwa dari 20 sampel tanah yang dipakai, seluruh sampel menunjukan adanya koloni yang dapat mernguraikan PCL, PHB dan PBS, namun hanya 2 sampel yang menunjukkan adanya koloni yang dapat menguraikan PLA. Ini menunjukkan bahwa penyebaran mikroorganisme pengurai PLA adalah lebih sempit dibandingkan dengan penyebaran mikroorganisme pengurai poliester lainnya. Kemudian dari jumlah zona terang yang terbentuk pada media beremulsikan PLA, terlihat bahwa jumlah mikroorganisme pengurai PLA sangat sedikit yaitu sekitar 1.0% dari jumlah total mikroorganisme. Hasil skrining di atas mendukung hasil penguburan plastik film PLA (Gambar 4), dimana laju degradasi plastik film PLA lebih lambat dibandingkan dengan plastik lainnya.

HardaningImage6.gif (13163 bytes)

Gambar 6.  Hubungan antara jumlah total koloni dengan zona terang yang tumbuh pada media agar beremulsikan polimer plastik biodegradabel

Kesimpulan

Pengembangan bahan plastik biodegradabel merupakan alternatif untuk memecahkan masalah penanganan sampah plastik. Produksi bahan plastik biodegradabel mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya kelestarian lingkungan. Pendayagunaan pati tropis seperti sagu dan tapioka untuk bahan baku plastik biodegradabel bukan hanya membuka peluang terciptanya industri baru, tetapi juga memberikan andil dalam penyelesaian masalah penanganan sampah plastik di Indonesia. Informasi mengenai kemampuan lingkungan dalam menerima polimer plastik baru sangat diperlukan untuk mencegah hal-hal negatif yang mungkin akan timbul dengan meluasnya pemakaian plastik biodegradabel di masa datang.

 

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | MusrinSalila Template | Galeri Tinangkung
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2012. Galeri Tinangkung - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by MusrinSalila Template