Headlines News :
Home » » Konsep Imamah Islam & Imam Ma'sum

Konsep Imamah Islam & Imam Ma'sum

Written By Musrin Salila on Jumat, 09 April 2010 | 08.41

Salam,
Saya ingin mengutip perkataan Imam Khomeini :

"Agama adalah Politik dan Politik adalah Agama".


Ini menunjukkan bahwa politik tak akan pernah terlepas dari agama. Islam memandang bahwa seluruh ibadah yang kita lakukan tidak pernah lepas dengan politik (atau yang diistilahkan dengan Siyasah), termasuk dalam membentuk suatu pemerintahan. Untuk itulah sebenarnya tidak ada pemisahan antaraIslam sebagai ideologi dan politik, justru tidak boleh ada pemisahan antara keduanya. Tujuan politik menurut Islam adalah menuju kesempurnaan atau menuju Allah SWT. Sehingga politik pada dasarnya adalah gerak manusia menuju Allah SWT atau kesempurnaan, inilah yang disebut "gerak istikmal".

Rasul SAWW selalu mengajarkan bahwa tujuan manusia adalah Allah SWT. Sehingga ketika Allah SWT menjadi tujuan, maka manusia akan cenderung untuk melepaskan ego-nya. Sehingga nilai-nilai penghambaan (ubudiyah) akan muncul pada dirinya, yang dari situlah maka pelaksanaan hukum-hukum Allah yang hakiki pasti akan terlaksana dengan sempurna. Kesimpulannya politik islam
hanya dapat dibentuk oleh seseorang yang memang telah menjadikan Allah sebagai tujuannya, seseorang yang memang telah memiliki "jiwa yang tenang" yang mampu membebaskan dirinya dari keterikatan materi duniawi. Yang mana di bawah kepemimpinannya, manusia akan dapat melangkah pada jalan Allah SWT (Sirotol Mustaqim).

Oleh karena tujuan politik Islam adalah untuk menghidayahi manusia menuju Allah SWT, maka kebutuhan akan adanya seorang Nabi dan Imam adalah suatu keharusan menurut akal. Karena mustahil kita akan mampu menuju Allah SWT sendiri tanpa bimbingan seorang Nabi dan Imam. Lalu muncul pertanyaan :"Nabi dan Imam itu kan manusia juga seperti kita, bagaimana mereka mampumembimbing kita menuju Allah SWT ?", "Apa buktinya bahwa seseorang adalah Nabi atau Imam ?".

Dari pertanyaan tersebut jelas sekali bahwa mustahil seorang Nabi dan Imam dipilih oleh manusia. Karena bagaimana mungkin kita bisa menilai seseorang itu pantas menduduki posisi Nabi dan Imam, sementara kita sendiri tidak memiliki potensi tersebut, kita sendiri susah untuk menuju Allah SWT.

Sehingga jelaslah bahwa kedudukan Nabi dan Imam harus DITENTUKAN oleh Allah SWT sendiri, karena Dia-lah yang paling tahu mana dari hamba-hambanya yang memiliki potensi untuk menduduki posisi Nabi dan Imam.

Buktinya seperti yang tercantum dalam Al-Qur'an :

1. Q.S. Al-Maidah 75, tentang bahwa Rasul (Nabi) ditentukan oleh Allah SWT.

2. Q.S. Al-Anbiya'73 : "Kami telah menjadikan mereka itu sebagai Imam-imam yang memberi petunjuk dengan seizin Kami". Di sini jelas sekali, Allah SWT menekankan bahwa Allah sendirilah yang menjadikan seseorang menjadi Imam.

Karena Muhammad SAWW adalah penutup para Nabi, maka setelah beliau sudah tidak ada lagi istilah "Nabi", sementara pelaksanaan Risalah Allah SWT atau proses pembimbingan manusia menuju Allah SWT harus tetap berlangsung di setiap zaman. Alias rantai Imamah (kepemimpinan) tidak boleh terputus dengan wafatnya Rasul SAWW. Dan penerus Imamah (kepemimpinan) Nabi biasanya disebut dengan istilah imam, Khalifah, Ulil Amr, Wali, dl.

Kesimpulan dari uraian saya di atas bahwa seorang Imam atau Khalifah haruslah ditentukan oleh Allah SWT sendiri.

Dari banyak riwayat (baik dari ahlusunnah maupun syi'ah), sepeninggal Rasul SAWW, Allah SWT (melalui lisan suci Rasul SAWW) menetapkan bahwa umat Islam dipimpin oleh Dua Belas Imam, yang dimulai oleh Imam Ali bin Abi Tholib (AS) dan di akhiri oleh Imam Muhammad Al-Mahdi (AS). Yang nama kedua belas Imam tersebut bahkan disebutkan beserta laqab-nya, sebagaimana yang dikenal dalam madzhab syi'ah.

Akal meniscayakan bahwa Rasul SAWW dan para Imam (AS) tersebut haruslah ma'sum. Alasannya:
1. Dengan konsep Imamah Islam di atas, maka jelas sekali bahwa Rasul SAWW dan para Imam (AS) haruslah ma'sum (terhindar dari segala bentuk kesalahan dan dosa).

2. Kalau mereka tidak ma'sum, maka kita berhak ragu dengan apa yang disampaikan Rasul SAWW dan para Imam (AS) tersebut, jangan-jangan mereka salah dalam menyampaikan risalah Allah SWT, akibatnya proses pembimbingan manusia menuju Allah SWT atau kesempurnaan tidak akan pernah tercapai.

Sehingga tidak ada jaminan bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Olehkarena itu, Rasul SAWW dan para Imam (AS) harus ditetapkan oleh Allah SWT sendiri, sebagaimana tersebut di atas, karena Dia-lah yang berhak memberikan derajad kema'suman pada siapa yang Dia kehendaki.

Allah berfirman dalam [Q.S. Ali Imran 31] :"Katakanlah (Wahai Rasul) : 'Jika kamu benar-benar mencintai Allah,ikutilah aku, maka Allah akan mencintai kalian....' "

Allah SWT berfirman dalam [Q.S. An-Najm 2-4] :Muhammad tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan ia (Muhammad) tidakberucap atas kemauannya, melainkan ucapannya adalah wahyu".

Allah berfirman dalam [Q.S. Al-Ahzab 33] :"Allah berkehendak menghindarkan kalian dari kotoran (kesalahan), wahai Ahlul Bait, dan mensucikan kalian sesuci-sucinya".

Dan dari banyak riwayat yang sangat mutawattir, kita tahu bahwa nisbat ayat Tathhir tersebut adalah Ahlul Kisa' (Rasul, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain) AS.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, dari Rasul SAWW yang bersabda : "Aku, Ali, Hasan, Husain dan sembilan orang dari keturunan Husain adalah manusia yang disucikan dan ma'sum".
[lih : "Manaqib Ali bin Abi Tholib", oleh Al-Khwarizmi Al-Hanafi, jilid 3, bab "Ilmuhu Wa Hilmuhu"]

 

Ref. ahlusunnah :

1. Nawawi, dalam "Muslim bi Syarh Nawawi", jilid 12, hal. 201-203.

2. Syekh Sulaiman Al-Qunduzi Al-Hanafi, dalam "Yanabi'ul Mawaddah", hal. 442, 446, 661.  

3. Al-Khwarizmi Al-Hanafi, dalam "Manaqib Ali bin Abi Tholib", jilid 3, bab "Ilmuhu Wa Hilmuhu".dll.


Khusus tentang penetapan kepemimpinan Imam Ali (AS) sepeninggal Rasul SAWW, secara jelas banyak tersebut dalam riwayat-riwayat yang sangat mutawattir baik dari ahlusunnah maupun syi'ah, yang riwayat tersebut lebih dikenal dengan Hadits Al-Ghodir.


Berkata Syafi'i tentang Hadits Al-Ghodir : "Rasul menginginkan kepemimpinan Islam dengan pengangkatan Ali tersebut, sebagaimana firman Allah 'Dan Allah adalah pemimpin kaum mu'min, sementara kaum kafir tidak ada pemimpin bagi mereka'" (Q.S. Muhammad 11). [lih : Syekh Manshur, dalam "At-Taj", jilid 3, hal. 296]

Ref. ahlusunnah tentang Hadits Al-Ghodir :

a. Sunan Tirmidzi, jilid 5, bab "Keutamaan Ali".

b. Shohih Muslim, bab "Keutamaan Ali".

c. Tafsir Ar-Rozi, pada ayat [Q.S. Al-Maidah 67].

d. Musnad Ahmad, jilid 4, hal. 281.

e. Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, hal. 109.

f. Syekh Manshur, dalam "At-Taj", jilid 3, hal. 296.

g. Suyuthi, dalam tafsir "Durr Al-Mantsur", pada ayat [Q.S. Al-Maidah 67].

dll.

Wassalaam,

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | MusrinSalila Template | Galeri Tinangkung
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2012. Galeri Tinangkung - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by MusrinSalila Template