Headlines News :
Home » » Konsep Imamah

Konsep Imamah

Written By Musrin Salila on Jumat, 09 April 2010 | 08.40

(Al-Baqarah: 124)

Manusia dalam kehidupannya dituntut untuk memposisikan dirinya sendiri atau orang lain sebagai ikutan (imam). Akal manusialah yang mengkondisikan hal tersebut. Karena dengan proses akal dalam memilih hidup untuk mencapai apa yang dia kehendaki atau sebagai cita-citanya, atau untuk memenuhi tujuan kehidupannya sebagai manusia.

 Sebenarnya, ketika tuntutan akan tercapainya cita-cita, keinginan, atau tujuan hidup, maka ketika harus berjalan menuju ke aarah tersebut, tak ada pilihan lain bagi manusia untuk menetapkan dirinya pada posisi imam atau berimam. Dalam artian dia harus mengikuti aturan tertentu sehingga samapai pada tempat tujuan. Terjadilah fenomena di mana manusia mengikuti pandangannya/keyakinanannya, atau mungkin mengikuti manusia yang lain.

 Dalam hal ini, imamah yang kita bahas adalah dimana adanya manusia yang diikuti oleh yang lain dengan menuruti segala perbuatan/perilaku dan kata-katanya sehingga menjadi perilaku dan tindakannya (yang lain/orang lain). Dalam konteks ayat di atas "inni jaa'ilka linnaasi imaaman", imam yang dimaksud terkeluar dari makna nabi atau rosul. Karena makna nabi adalah pembawa khabar dari sisi Allah, sedang rosul adalah pembawa tugas tabligh, sementara kita atau dengan ikutnya orang terhadap apa yang dilihat dan diperintahkan selainnya merupakan "yang diperlukan" nabi dan rosul.

 Dalam firman Illahi tersebut, imamah juga membawa makna hidayah sebagaimana terdapat pula pada surah Anbiya' ayat 73, "Kami jadikan mereka para imam yang menghidayahi dengan perintah-perintah kami". Hal yang sama difirmankan pula dalam ayat 24 surah assajadah. Maka disifatkan sifat hidayah ini pada definisi imam (berdasarkan kedua ayat di atas) dan dikaitkan dengan amr (perintah). Maka jelaslah bahwa imamah bukan mutlaq hidayah, tapi hidayah yang terjadi atas perintah Allah.

 Dan ungkapan amr dijelaskan dalam firman Allah, surat Yaasin ayat 83, "Sesungguhnya ketika diperintahkan-Nya ketika Dia menginginkan sesuatu dengan mengatakan 'Jadi maka jadilah'", ........ Dan dalam firman Allah di surat al-Qomar ayat 50, "Wamaa amrunaa illa waahidah kalamhin bil bashar". Maka makna imam di sini beriringnya hidayah dengan amr malakuti. Imam pemilik wilayah bagi manusia dalam perilaku serta menghidayahi mereka dan bersama dirinya untuk sampai pada tujuan dengan amr (perintah) Allah. Jadi bukan hanya menunjukan jalan tapi bersama meniti kehidupan hingga sampai di tempat tujuan dengan nur Allah; bukan hanya menunjukan jalan yang mana ini merupakan tugas nabi dan rosul dan semua mu'min untuk memberi hidayah menuju Allah dengan nasihat dan contoh yang baik (Surat Ibrahim: 4; Mu'min: 2; At-Taubah: 122).

 Mekanisme penentuan imam dari sisi Allah adalah ketika setelah teridentifikasi dalam kesabaran pada perilaku Allah. Yakni dengan menyelesaikan cobaan dan ujian bagi hamba dalam penghambaannya yakni sebelumnya, "Ketika mereka sabar dan sebelumnya pada ayat-ayat Kami mereka yakin." Juga dalam kisah nabi Ibrahim dalam surat al-An'am ayat 75, "Wakadzaalika nurii Ibrahiim malakuutassamawaati wal ardhi waliyakuuna minal muqiniin." Secara eksplisit dapat dipahami bahwa dengan adanya yakin sebagai manqodhiriyah untuk melihat malakut dengan jelas di mana keyakinan tidak terpisahkan tampaknya malakut sebagaimana dalam ayat at-Takatsur ayat 5-6, "Tidak, kalau engkau mengetahui ilmu yakin tentunya engkau melihat jahim (neraka)". Atau pada surat al-Muthaffiffin ayat 21, "Orang-orang yang dekat melihatnya." Ayat-ayat ini menunjukan bahwa muqorrobin (orang yang mendekat) adalah mereka yang tidak terhijabi dirinya dengan Allah oleh hijab hati, yaitu maksiat, jahal (kebodohan), khawatir dan keragu-raguan. Mereka adalah ahli yakin, mereka melihat sorga aliyyin dan jahim (neraka).

 Boleh dikatakan bahwa imam adalah seseorang yang memiliki keyakinan sehingga dapat melihat alam malakut (sesuatu yang keberadaannya merupakan wajah bathin dari wajah semesta alam ini). Ketika ayat yang mengatakan "menghidayahi" dengan "amr Kami" maka semua yang berhubungan dengan hidayah (dalam hal ini hati dan perbuatan) bagi imam merupakan hal yang jelas (in present) dan tidak ghaib (bathin dan hakikatnya). Imam adalah seseorang yang menggiring manusia kepada Allah, dalam artian dia mengirim manusia dengan dhahir dan bathinnya dunia ini kepada Allah. Dengannya keterbatasan zaman dan waktu tidak memiliki arti sama sekali.

 Kemudian makna imamah, atas semua keagungan dan kemuliaannya, tidak akan diemban kecuali pada seseorang yang ada pada makna bahagia itu sendiri. Karena kalau berada dalam kedhaliman dan sengsara, maka dia memerlukan hidayah dari yang lain sehingga dapat berbahagia sebagaimana yang tercantum dalam kitabullah, surat Yunus ayat 35.

 Pada ungkapan "dhalimin" pada akhir ayat memiliki makna mutlaq dari dhalim sesuatu, baik syirik ataupun maksiat, sekalipun pernah terjadi pada sebagian dari ...... dan kemudian bertaubat dan menjadi shaleh.

 Berdasarkan seluruh paparan di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Imam adalah hal yang dijadikan atau ditentukan.

2. Imam harus ma'sum dari maksiat kepada Allah.

3. Bumi manusia ini tak pernah kosong dari Imam.

4. Imam wajib ditentukan oleh Allah.

5. Perbuatan manusia tidak tersembunyi dari ilmu Imam.

6. Imam wajib memiliki ilmu yang dibutuhkan untuk kehidupannya di dunia dan akhirat.

7. Mustahil adanya yang lebih baik dari pada dirinya.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | MusrinSalila Template | Galeri Tinangkung
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2012. Galeri Tinangkung - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by MusrinSalila Template